Jumat, 15 November 2013

Cerpen - Cause Too Much

Saatku mulai membuka mata, tanda akan memulai hal-hal baru yang tidak dapat ku ketebak. Namaku Nia Augustina Valeri. Aku melihat ke jam bekerku, “What, udah jam 6?!”, teriakku. Aku segera bergegas berlari ke wc dan mengambil seragam, dan handukku. Setelah mandi dan berseragam, aku mengambil roti dan selai strawberry. Lalu mengoleskan selai strawberry ke atas roti. Setelah itu, aku pun bergegas pergi ke sekolah menggunakan angkot.
Sekarang aku sudah memasuki kelas 7. Selama hidupku ini aku tidak pernah diantar jemput oleh orang tua ku, orang tua ku sudah meninggal sejak aku masih umur 2 tahun, mereka meninggal akibat tabrakan yang tragis, “ahhh, sudahlah lupakan saja cerita itu, aku ingin melupakannya”, bantah ku. “Tring… tring…”, aku segera berlari menuju pintu gerbang. Terlihat pak satpam segera menutup pintu gerbang, “Tunggu, tunggu pak!”, teriakku. “Akhirnya !sampai juga di sekolah, mari melakukan hal-hal yang menyenangkan”. “Nia.. Nia.., sini-sini, cepetan”. “Ada apa sih?”, tanya ku. “Untung aja kamu gak terlambat, mana papan namamu, hari ini kan kita mos?”, tanya temanku, Silvia Audrey. Aku berteriak, “Mampus gue, lupa bawa, sial banget gue hari ini, udah terlambat bangun, gak bawa papan nama lagi. Haizzz, temani gue bilang ke kakak osis, we, please”, gumam ku. “owwwhhh, baik lah”, kata Silvia.
Sampai di ruang osis aku mengatakan ke kakak osis, lalu meminta maaf ke kakak osis karena tidak membawa papan nama, tapi kakak osis itu malah menghukumku, haizzz. Kakak osis itu menyuruhku push-up 100 kali, tapi tidak apa-apa lah yang penting itu kan salahku, siapa suruh aku gak bawa ya, hahaha. Setelah kami semua mos dan minta tanda tangan dari para guru dan kakak-kakak kelas, kami semua pulang. Keesokannya, aku segera berlari ke sekolah supaya tidak terlambat lagi, mau tau kenapa? Kemarin ada pengumuman dari guru-guru, kalau terlambat masuk sekolah, harus memungut sampah, dan masuk ke buku pelanggaran. Aku sekolah karena mendapatkan beasiswa dari pemerintah. Di Sd aku mendapat juara umum 1, sampai di kelas, aku termenung, tiba-tiba ada seseorang yang mengagetkan ku dari belakang. “ohhh, hebat ya Mario, suka banget sih jahilin orang!”, teriakku di kuping Mario. Mario adalah teman lamaku dari SD. “Sorry”, katanya.
Saat pulang sekolah, aku mengucapkan sayonara ke kedua temanku. Saat di jalan aku menanyakan dalam hati ku yang paling dalam, “Apakah, tiada yang mengingat hari ini hari apa?”. Hari ini adalah hari spesial ku. Saat melewati perempatan aku melihat seorang kakek-kakek tua, yang meminta sumbangan untuk cucunya yang menderita kanker ginjal. Aku turut berduka dan memeriksa kantongku, hanya ada dua ribu, lalu kusumbangkan ke kakek itu. Lalu aku berjanji kepada kakek itu, setiap kali aku mempunyai uang sisa, aku akan ke tempat itu dan menyumbangkan uang itu. Kakek itu meraih tanganku, dia bilang aku sangat mirip dengan anaknya yang sudah meninggal. Kakek itu memberikan sebuah buku untukku, yang isinya bertuliskan:
Don’t trust too much
Don’t love too much
Don’t hope too much
Cause too much can hurt you
Itu yang di katakan di buku itu.
Apakah kalian mengerti artinya?. Artinya jangan percaya terlalu banyak, jangan menyukai terlalu banyak, jangan berharap terlalu banyak, karena terlalu banyak dapat menyakitimu. Kakek itu bilang padaku supaya mengingat perkataan buku itu, karena buku itu bukan sembarang buku. Buku itu menuntunmu ke arah yang benar supaya nanti kamu tahu jalanmu. Baiklah ku bilang. Sesampai di rumah, aku membuka buku itu, itu semua tentang diary anak kakek itu. “Astaga, kasihan sekali hidup anak kakek itu”, pintah ku. Setelah membereskan barang-barangku, aku pergi untuk mandi. Setelah itu aku memakai baju ku yang di anggap orang lusuh, tapi bagiku itu adalah baju yang paling indah yang pernah ku pakai. Aku segera bertemu janji dengan Silvia, Silvia mengatakan bahwa dia punya surprise untukku. Silvia mengajakku untuk pergi ke mall, disana ia membelikanku baju untuk ultah ku, Silvia juga membeli baju untuknya, mau lihat foto saat kami memakai baju itu, ini dia cantik bukan?
Aku yang berkulit putih, sedangkan yang berkulit coklat di sampingku adalah Silvia, kami cantik bukan, setelah membeli baju dan lain-lain, tiba saatnya untukku untuk pulang ke rumah. Aku mengucapkan terima kasih kepada Silvia.
Keesokannya, para murid di sekolah dibagikan formulir untuk ikut lomba fashion show tapi yang mau ikut saja. Aku berencana untuk ikut lomba itu. Dalam hati aku mengatakan “Bagaimana ya, bajunya? oooh iya pakai saja baju yang di berikan Silvia kemarin, hahaha”. Saat istirahat aku memberikan formulirku ke ibu wali kelas ku. Setelah itu aku menemani Silvia ke kantin. Saat bunyi lonceng aku dan Silvia kembali ke kelas kami.
Saat di pertengahan belajar, ibu guru fisika mengenalkan murid baru dari Surabaya, murid baru itu sangat tampan, semua perempuan di kelas jatuh hati padanya, begitu pula aku. Nama murid baru itu adalah Daniel Trisuci. Saat istirahat kedua semua anak-anak keluar kelas, tinggal aku sendiri deh di kelas, saat itu aku sangat haus, air minum ku sudah habis, huuhhh, sebel deh. Tiba-tiba Daniel menghampiriku sambil membawa fanta untukku, tentu saja aku mengucapkan terimakasih. Daniel bertanya padaku siapa namaku, apakah aku sudah punya pacar?. Aku sambil malu-malu menjawab namaku Nia, Nia Augustina Valeri, aku belum pernah pacaran. Lalu ia menanyakan padaku maukah aku menjadi pacarnya?, dalam hati aku sangat senang sekali. Lalu aku bilang ya ke dia. Dia terlihat senang, lalu pergi meninggalkan ku dari kelas, lalu aku segera berlari pergi menemui Silvia. “Silvia, kamu tau nggak cowok baru itu, tuh, yang baru datang dari Surabaya”, tanyaku senang. Lalu Silvia mengatakan, “Ia, aku kenal kok, aku ini kan dulu sekelas sama dia, aku dulu tinggal di Surabaya, lalu pindah ke sini pada saat memasuki SMP”. Lalu aku bilang bahwa aku ditembak sama dia, lalu aku menerima permintaannya. Silvia terkejut, “Masa ia sih, kamu tau nggak dia itu playboy, dia itu memacari kamu untuk memenangi taruhan dari teman-temannya”, bentak Silvia. Aku tidak percaya pada omongannya itu, baru dia bilang, “Kamu tidak percaya? Harus aku tunjukan?”, teriaknya. Dengan kesal aku teriak ke Silvia, “Gak mungkin orang seperti dia membohongiku!!!”. Tiba-tiba ia menarik tanganku dan membawa ku pergi mengikuti langkah-langkah Daniel. Aku terkejut saat menjumpainya menemui seorang perempuan, dan memeluk Daniel. Aku sangat marah sekali, ternyata benar apa yang di bilang Silvia, Daniel itu playboy, tapi itu masih belum meyakinkan ku bahwa si Daniel taruhan untuk memacariku. Aku dan Silvia sampai bolos dari sekolah karena mengikuti Daniel. Astaga saat kami sampai di halaman rumah Daniel, olala dia diberikan uang oleh kawan-kawannya, “Aktingmu sangat bagus, Raynald”, kata temannya sambil menepuk bahu Raynald. Aku terkejut ternyata ia membohongi kami satu kelas dengan senyum palsunya itu, “Ternyata nama Daniel yang sebenarnya itu adalah Raynald, jadi dia membohongi aku”. “Sabar ya Nia, memang laki-laki itu semua BUAYA DARAT”, ucap Silvia untuk menenangkanku. “maaf ya Sil, aku tuh bego banget sampe nggak tau kalau dia membohongiku”, kataku. “Tidak apa-apa, aku juga minta maaf Nia, sebenarnya waktu aku SD di Surabaya, aku tuh sebenarnya mantan si Raynald, tanpa kusadari esok harinya dia bilang kepadaku bahwa ia ingin putus denganku”, ucap Silvia. “Ooo jadi begitu ya, ceritanya, Sebaiknya besok aku duluan yang minta putus dengannya, biar dia tau betapa sedihnya perempuan yang sudah dikhianatinya”, teriakku.
Esok harinya, aku cepat-cepat berpakaian, dan berlari menuju rumah Raynald, sampai di sana. “Ting… Tong… Ting… Tong”, bunyi bel rumahnya. “Hi, Nia”, ucapnya. Tiba-tiba tanpa sepengetahuan ku tanganku segera menampar wajah Raynald, entah mengapa itu terjadi. “Apa yang kamu lakukan? Aku tidak melukaimu dan berbuat jahat kepadamu?”, ucapnya, seperti tidak tau bahwa ia salah. Lalu aku teriak di depan wajahnya, “Kamu kira aku tidak tau, kamu ini playboy kan. Silvia sudah menceritakan semuannya ke aku”, teriakku. “Hah, Silvia? Siapa dia? apa yang diceritakannya padamu?”, katanya sambil ketakutan. “Ahhh, nggak usah banyak omong deh lu, aku dan Silvia kemarin mengintaimu, dan terbukti bahwa kamu ini taruhan dengan temanmu, dan namamu sebenarnya bukan Daniel kan, namamu itu Raynald kan!!!”, teriakku. “Nggak namaku Daniel!”, bantahnya. “Kalo kamu masih nggak mau ngaku, looh, gue End!!!”, teriakku. Lalu aku berlari meninggalkannya dan pergi ke sekolah.
Sampai di sekolah aku menangis, dan terus menangis sampai istirahat pertama. Tiba-tiba Silvia datang, “Sudahlah, Nia, aku dulu juga seperti kamu menangis terus, tapi setelah beberapa hari, kamu akan melupakannya”, ucapnya untuk menghiburku. “Thanks ya, Sil, udah mau menemaniku”, ucapku. “Gak apa-apa, kita kan BEST FRIENDS, hahahaha”, hiburnya. “Ya, kita kan kawan sejati”, kataku. Setelah beberapa hari berlalu, aku pun melupakannya, Raynald juga sudah menghilang dari hadapanku semenjak satu minggu yang lalu, akhirnya aku dapat mengulang yang baru. Hari itu dimulai ketika fashion show, awalnya sih aku takut banget, bulu ku merinding semua, tanganku mulai dingin, hatiku berdetak kencang.
Acara fashion show itu diadakan di Hotel Prawijaya, tamu-tamunya semua orang tua murid dan anggota sekolah. Nomor urutku nomor 15, aku takut banget, bagaimana kalau di tengah panggung aku terjatuh, atau melakukan gerakan yang salah. Tapi untung Silvia menyemangatiku dan mengingatkanku kalau nanti aku ketakutan dilihat sama para penonton, anggap aja itu semua muka Silvia, lalu anggap saja di panggung itu kita lagi foto-foto seperti biasa, nggak akan terjadi apa-apa disana, penonton gak bakalan makan kamu kok, ucapnya. Aku pun mulai ketawa dan mengingat-ingat kata Silvia. Tiba-tiba, “Nomor urut 15″. Karena mengingat kata-kata Silvia, aku pun dengan santai naik ke atas panggung dan berpose-pose layaknya aku berfoto-foto bersama Silvia, setelah selesai berpose-pose, para penonton bertepuk tangan. Aku pun dengan senang mengucapkan terimakasih kepada para penonton, lalu turun dari panggung dan memeluk Silvia dengan erat, “Silvia, makasih ya atas pemberian baju, kata-katamu dan tepuk tanganmu untukku”, teriakku.
Hari yang menyenangkan. Diakhir acara para juri menilai siapa yang menjadi juara pertama dan menerima uang sebesar 1 juta Rupiah. “Pemenangnnya adalah…”. “Dag.. dug.. dag.. dug.”, jantugku berdetak, berharap aku yang menjadi juara. “Pemenangnya adalah Nia, silahkan naik ke atas panggung”, aku terkejut dan segera naik keatas panggung. Keesokan harinya aku mulai menyombongkan diri karena harapanku kemarin terkabulkan, saat istirahat Silvia mengucapkan selamat kepadaku tapi aku abaikan ucapan itu. Istirahat kedua, aku berharap semua teman-teman di sekolah mengucapkan selamat ke aku, akhirnya harapanku yang itu juga di kabulkan, sampai-sampai aku menjadi terkenal di sekolah dan bergabung dengan grup yang paling terkenal di sekolah. Grup itu hanya boleh dimasuki oleh orang-orang yang terkenal. Tanpa kusadari aku sudah melupakan persahabatan ku dengan Silvia. Sampai akhirnya, guru-guru mengumumkan bahwa yang kemarin Nia yang memenangi acara fashion show itu bukanlah aku, yang memenangi lomba itu adalah Nia Marretalyn. Tentu saja aku malu, satu sekolah menertawakanku, sampai-sampai aku di tendang keluar dari grup terkenal itu, aku jadi yang paling terkenal di sekolah, tapi bukan karena prestasi melainkan aku paling di kenal karena kecerobohanku. Uang dan piagam kemarin segera di kembalikan kepada sang juara. Aku pun menangis dan mengingat-ingat Silvia, disaat aku sedih, aku mendatangi Silvia dan meminta nasehatnya, di saat senang aku sombong dan melupakannya. Akhirnya aku segera berlari ke ruang kelas Silvia dan meminta maaf padanya, dia bilang dia sudah memaafkanku, karena setiap orang pasti sudah pernah melakukan kesalahan. Lalu aku memeluknya dengan erat dan mengingat bahwa kami itu sahabat dan tidak akan melupakan satu sama lain.
Saat pulang aku memeriksa kantongku, tersisa seribu, aku segera berlari ke tempat kakek itu, dan memberikan uang ku untuknya. Lalu aku segera pulang dan bekerja sebagai pencuci piring di Rumah Makan Sulaiman, setelah malam tiba aku bergegas pulang ke rumah dan segera tidur. Keesokannya saat pulang sekolah beredar berita tentang penculikan anak. Aku sih biasa saja sampai aku berjumpa dengan seorang bapak-bapak yang mengatakan bahwa dia dapat panggilan untuku dari bossku, jadi aku percaya, sampai ia membawa ku ke tempat yang sepi, kata bapak-bapak itu disini telpon supaya gak berisik. Tiba-tiba bapak itu mengambil karung dan membungkusku dengannya. Aku berteriak sekuat tenaga tapi, bapak-bapak itu memplester mulutku menggunakan lakban, aku sangat ketakutan, dalam hati aku berdoa kepada TUHAN YANG MAHA ESA, “Tuhanku, berikanlah aku kekuatan agar bisa tetap bertahan, dan bantulah aku dari segala cobaan, bawakanlah seorang malaikat yang akan menyelamatkanku, Amin”. Tiba-tiba mobil penculik itu berhenti dan tiba-tiba seseorang menurunkanku dari mobil pencuri itu, tenyata ada seseorang yang menelepon polisi, tapi siapa? Sampai esoknya aku pun belum tau siapakah orang yang telah menyelamatkanku, saat di sekolah, Mario bertanya padaku, apakah aku baik-baik saja?. Aku mulai heran apakah dia yang menyelamatkanku semalam?, jadi aku menanyakan hal itu ke dia, ternyata benar orang itu adalah dia. Mario bilang bahwa seperti Tuhan YANG MAHA ESA yang memberitahukannya, bahwa ia harus mengikuti Nia, ternyata benar dugaan Mario, ada sesuatu yang terjadi denganku. Aku pun mengucapkan seribu terima kasih kepada Mario, aku berjanji kepada nya bahwa aku akan berhati-hati ketika akan pulang dari sekolah. Saat pelajaran selesai, saatnya pulang, aku memeriksa kocetku ternyata ada uang lima ribu, aku segera pergi ke tempat nya kakek itu, saat sampai di sana aku tidak sama sekali melihat kakek itu, aku heran dan bertanya pada diriku sendiri, kemana kakek itu pergi. Aku berlari ke semua tempat dan tidak menemukan kakek itu dimana-mana, sampai aku kembali ke tempat kakek itu dan terdapat pesan di atas kardus tempat kakek itu duduk meminta sumbangan, bertuliskan:
“Ternyata selama ini buku itu sudah menunjukkan apa yang akan terjadi, kakek.. kakek.. terima kasih ya atas semuanya yang telah kakek berikan”, setelah semua itu aku pun pulang ke rumah dan bekerja dengan giat. “oh iya terima kasih juga kepada Tuhan yang maha esa, ternyata Tuhan sudah memberikan malaikat untuk membantuku, yaitu sahabatku Silvia, Mario, dan kakek. Terima kasih, ya Tuhan Terimakasih. Keesokan harinya Mario datang ke kelas ku dan bilang, “Nia, aku tau kita sekedar teman biasa, cuman aku ingin hubungan kita lebih dari sekedar teman, kamu mau jadi pacarku?”. Aku pun terkejut, “Maa.. Maariioo, apakah kamu serius, kamu tidak sedang lagi taruhan kan?”, tanya ku serius. “Tidak, aku suka sama kamu sejak awal bertemu, aku tidak pernah seserius ini”, kata Mario. Tiba-tiba Silvia datang, lalu bertepuk tangan sambil berteriak, “Terima, terima, terima… terima”, teriak Silvia. Dalam hati aku bertanya, “Bagaimana Silvia tau bahwa Mario sedang menembakku?”. Silvia tiba-tiba bilang, “Mau tau aku tau dari mana Mario nembak kamu? Mario sebenarnya sudah bilang itu sejak awal. Tapi dia takut bilang ke kamu, Jadi dia tunggu saat yang tepat, akhirnya dia bilang juga. Dalam hati, aku seneng banget di tembak Mario, ternyata dia orang yang pantas buatku. “Ya, aku mau kok jadi pacar kamu”. Silvia bilang, “Kita akan selalu bersama selamanya”. Ooo iya dan ingat
CAUSE TOO MUCH CAN HURT YOU…
Good Bye… Seeyou…
THANK YOU
Cerpen Karangan: Natasya Des Tang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar