Jumat, 15 November 2013

Cerpen - She’s Life Again

Banyak orang mengatakan kita harus melupakan masa lalu tapi bagiku masa lalu adalah guru untuk masa depanku, masa lalu adalah pengalaman yang berharga. Tanpa masa lalu mungkin ku tak bisa belajar dan mengerti apa arti sebuah kehidupan. Ya memang kita tak boleh terus mengingat masa lalu karena hanya menghambat masa depan kita. Tetapi masa lalu tak pantas untuk di buang begitu saja. Seperti halnya diriku tak bisa melupakan chintya, hingga kini ku tak bisa menghapus bayanganmu. Semenjak kau pergi meninggalkan aku, aku lebih menjadi orang yang pendiam dan perasa bahkan ku acuh pada wanita karena di hatiku hanya ada dirimu. Teman-teman sekolah ku mengatakan aku terkena gangguan jiwa bahkan mereka semua menjauhiku begitupun dengan sahabat-sahabat ku. Aku hanya bisa terdiam dan terdiam tapi entahlah begitu sulit untuk melupakannya.
Setiap hari ku selalu mengunjungi dimana tempat peristirahatan terakhir cinthya dan tak lupa ku selalu membawakannya sebuah gambar dan bunga mawar putih kesukaannya. bahkan ku tak pernah pulang ke rumah ku lebih nyaman dan tenang berada di dekat chintya walupun kini chintya tak berwujud nyata tapi bagiku dia tetap hidup, hidup dalam hatiku.
Mereka bilang kini aku berbeda hilang semua keceriaan ku, senyumanku, tawaku entahlah mengapa semua ini terjadi denganku. Pak suryo adalah penjaga makam di TPU Gunung Sari hanya ia yang selalu memotivasi ku untuk selalu bangkit dan bangkit tetapi entah mengapa ingatanmu melekat di pikiranku.
“sudahlah ndo jangan kamu pikirkan masa lalu mu itu”
“tak bisa pak de, aku sangat mencintainya”
“beliau akan sedih jika melihatmu seperti ini”
“entahlah pakde” aku hanya menghela nafas panjang
Ku selalu menganggap pak suryo pengganti ayahku. aku merasa nyaman berada di dekatnya karena selama ini mama, papa, mba ratna terlalu sibuk dengan urusannya masing-masing. Sehingga ku selalu merasa sendiri dan sendiri. Seperti halnya pak suryo yang ditinggalkan istrinya meninggal karena penyakit ganas yang menyerang tubuhnya kini ia hanya hidup bersama anak perempuannya, ku ingin seperti pak suryo yang begitu kuat dan tegar menghadapinya tetapi mengapa ku tak bisa?. Anak perempuan pak suryo berusia 13 tahun ia sekarang duduk di bangku SMP ia bernama Kartika Ratnadewi. Ia sudah ku anggap seperti adik ku sendiri terkadang ia juga sering mengajariku apa artinya hidup bahkan ia yang selalu membuatku tersenyum dan tertawa.
Pada suatu hari ketika ku sedang duduk di samping makam chintya ku merasa ada seseorang yang memperhatikanku. Awalnya ku tak menghiraukannya tapi lama kelamaan aku merasa terganggu sehingga ku tebangun dan menghampiri seorang wanita yang berada pada dekat pohon kamboja.
“sedang apa kamu disini memperhatikanku”
“tidak, aku hanya bingung masih ada ya orang seperti kamu”
“maksud kamu?”
“iya, masih ada seseorang yang duduk di samping makam dan berbicara di depan makam itu seakan ia hidup dan berbicara padahal ia sudah tenang disana”
“tidak!! Dia masih hidup!! Pergi kamu dari sini!!”
Aku tak suka ketika wanita itu bicara seperti itu pada chintya. karena aku selalu yakin chintya hanya sementara pergi dan pasti ia kembali meski memang sangat sulit. Ku berteriak dan mengusirnya kemarahanku begitu bergejolak tetapi wanita itu hanya tersenyum kepadaku seakan ku tak bisa melampiaskan kemarahanku seakan ia menghipnotisku dan meluluhkanku. Entah apa yang aku rasakan ketika ku melihat senyumannya seperti ku melihat senyuman chintya, wanita itu pun pergi tanpa membalas kemarahanku ia hanya membalasnya dengan senyuman.
“kakak” teriak dewi
“ade”
“kakak kenapa, ko kakak bengong? wanita itu siapa ka?”
“entah de kakak juga tak mengenalnya, ya sudahlah de ayo kita pulang”
Senyuman wanita itu terus terbayang dalam benak ku, ku seperti melihat chintya hidup kembali memang wajah mereka berbeda tetapi senyuman itu, begitu mirip dengan senyuman chintya.
“ya tuhan.. mengapa ku memikirkan wanita itu, chintya tak akan bisa tergantikan oleh siapapun” gumam aku
Siang itu aku sedang berada di rumah pak suryo aku sedang membantunya berkebun. Aku lebih bahagia hidup sederhana dengan keluarga yang penuh cinta. Meskipun banyak harta dan kekayaan tak menjamin hidup kita bahagia tetapi jika kita memiliki cinta dalam sebuah keluarga akan terasa indah dan bahagia meskipun hidup berkecukupan. Ku melihat dari kejauhan ada seorang wanita yang berjalan dengan dewi. mataku terus tertuju pada wanita itu hingga ia mereka berhenti di depan mata, tak kusangka dia wanita yang ku temui di makam minggu yang lalu.
“siang ayah, kakak” dewi pun bersalaman dengan aku dan pakde
“iya, bersama siapa kamu dewi” tanya pakde pada dewi
“oiya, pa, kaka ini mba chintya yang pernah aku ceritain ke bapa tentang guru yang pintar dan sabar”
“oh ini toh, silahkan masuk nduk”
Aku hanya terdiam dan terkejut ketika mendengar namanya chintya sungguh aku tak menyangka, ia pun memberikan senyuman kepadaku hingga ku terhipnotis untuk yang kedua kalinya oleh wanita itu.
“ya.. tuhan senyuman itu mengingatkan ku dengan dirinya” suara batinku berbicara seakan mengetuk hatiku untuk berusaha membukanya. Aku pun menghampiri wanita itu dan meminta maaf untuk kejadian di makam minggu yang lalu karena ku membentaknya. Ia pun memiliki hati yang lembut sikapnya persis seperti chintya. Aku pun ingin mengenalnya lebih jauh dan lebih dalam ingin tahu tentangnya. Hingga aku pun jarang mengunjungi makam chintya.
“ya tuhan mengapa sikap, senyuman, dan namanya persis seperti chintya aku melihat chintya hidup kembali” gumam ku.
“kakak” panggil dewi
“hei de”
“kakak ko bengong, ayo ikut dewi ke dalam kita ngobrol sama ka chintya”
“emmm iya de”
Entah mengapa jantungku berdegup sangat kencang, hati ini merasakan diri chintya ada di dekatku sangat dan sangat dekat. Ku berjalan dan ku menatap wajahnya ketika ia memberi senyuman itu pada ku, ku melihat chintya hidup. dewi meninggalkan kami berdua di ruang tamu ku merasakan ku begitu dekat dengan chintya.
“hei, kamu yang waktu aku liat di makam itu kan?”
“iya”
“namamu siapa?”
“nama ku raka”
Ia hanya tersenyum padaku, ku tak bisa berkata apa-apa aku sungguh tak menyangka. Ku hanya bertanya-tanya dalam pikiranku.
“kenapa kamu menatap ku seperti itu”
“hmm engga kok, maaf”
Aku pun berlari ke luar karena ku tak sanggup menahan air mataku yang terjatuh melihat wajah wanita itu. Wanita itu pun sangat heran dan menghampiriku. Ia duduk dekat dengan ku dan menatap ku begitu dalam. Tatapan matanya seperti chintya entah aku harus berkata apa aku tak sanggup berbicara aku seperti tunawicara saat menatapnya.
“kamu kenapa?”
“kamu, mengingatkan aku dengan seseorang”
“siapa dia, apa wanita yang di makam kemarin?”
“iya, pergi kamu dari sini!” aku mengusirnya karena ku tak sanggup melihatnya. Aku tak ingin mengkhianati chintya, chintya tetap di hatiku tak ada yang lain tapi wanita itu tetap berada di dekatku ia tak marah ia hanya tersenyum kepadaku aku heran dengan wanita itu mengapa ia tak membalas marahku tetapi malah ia mendekatiku dan mengusap air mataku. Sentuhan tangannya membuatku semakin dalam mengingat chintya.
Sejak hari itu aku bertemu dengannya aku terus memikirkan wanita itu aku ingin terus bertemu dengannya, entah apa yang aku rasakan apakah aku mencintai wanita itu itu semua tak mungkin.
“ya tuhan.. apakah aku harus terus menjadi chintya, tya aku tak sanggup menjadi dirimu tapi ini permintaanmu aku tak mungkin menolak permintaanmu tya. Tapi ku tak sanggup jika harus bersandiwara menjadi dirimu di depan raka.” ucap desi di depan makam chintya. Selama ini desi harus bersandiwara menjadi chintya agar raka tetap selalu semangat karena chintya tau jika tak ada dirinya semangat dan keceriaan raka akan hilang. Maka dari itu sebelum ia meninggalkan dunia fana ini ia memberikan pesan pada sahabatnya desi untuk menjaga raka dan terus ada dan menyemangatinya terus. Permintaan chintya sangat sulit dilakukan desi tetapi ku ingin membalas budinya mungkin dengan cara inilah desi bisa membalas budi chintya.
Semakin hari desi sering mengunjungi makam dan ke rumah dewi sehingga raka dan desi terus bertemu dengannya. Kini senyuman, keceriaan raka kembali hadir dan semangatnya pun kini bangkit. Tetapi bagaimanapun juga ia bukan chintya tapi desi dan raka pun harus tau yang sebenarnya. Setelah 2 bulan mereka dekat dan saling mengenal raka pun menyatakan cinta pada desi. Raka mengangap desi adalah chintya.
“chintya”
“iyah ka, ada apa”
“aku menyayangimu, maukah kau menjadi bagian dari hatiku”
Desi hanya terdiam dan tak mampu menjawabnya karena raka mencintai desi karena ia adalah chintya bukan mencintai sebagai desi. Desi hanya terdiam bahkan ia meminta beberapa hari untuk berfikir untuk menjawab cinta raka.
Sejak raka menyatakan cintanya desi menghilang tanpa kabar selama 3 hari. Sungguh raka khawatir dan merasa kehilangannya. Tiba-tiba saat raka sedang berada di makam chintya desi pun datang menghampiri raka. Raka terkejut melihat desi datang ia pun memeluk desi sangat erat. Tetapi pada hari ini desi harus mengatakan yang sebenarnya bahwa ia bersandiwara sebagai chintya karena chintya yang memintanya. Desi un mencoba perlahan mengatakan yang sebenarnya raka pun meneteskan air matanya ketika mendengar pengakuan dari desi. Desi belajar menjadi chintya dari buku harian chintya maka itu desi bersikap persis seperti chintya. Tapi bagi raka, raka mencintai desi tulus bukan karena dia mirip dengan chintya sekarang raka sadar cinta untuk desi benar-benar tulus. Chintya memang adalah masa lalu tapi chintya akan selalu terkenang oleh raka.
END
Cerpen Karangan: Heni Indriani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar