“Rei, aku mau curhat sama kamu.” Ujar sahabatku Veronica.
“Mau curhat apa?”
“Sebenarnya aku lagi suka sama seseorang.” Ujarnya malu-malu.
“Cie, ada yang lagi jatuh cinta nih. Siapa orangnya?” ujarku penasaran.
“Namanya… Haekal.”
“Apa? Haekal? Vero menyukai Haekal.” Ujarnya kaget dalam hati.
“Mau curhat apa?”
“Sebenarnya aku lagi suka sama seseorang.” Ujarnya malu-malu.
“Cie, ada yang lagi jatuh cinta nih. Siapa orangnya?” ujarku penasaran.
“Namanya… Haekal.”
“Apa? Haekal? Vero menyukai Haekal.” Ujarnya kaget dalam hati.
6 Bulan yang lalu…
Hari ini, hari pertama sekolah setelah MOS berakhir. Aku akan menjalani hidup yang baru, bersama teman-teman baru. Perkenalkan Namaku Reina Syahputri, aku bersekolah di Internasional School, dimana sekolah elit yang sangat populer di Indonesia. Aku sangat senang bisa bersekolah di sini, walau harus melakukan kerja keras yang tak sia-sia.
Hari ini, hari pertama sekolah setelah MOS berakhir. Aku akan menjalani hidup yang baru, bersama teman-teman baru. Perkenalkan Namaku Reina Syahputri, aku bersekolah di Internasional School, dimana sekolah elit yang sangat populer di Indonesia. Aku sangat senang bisa bersekolah di sini, walau harus melakukan kerja keras yang tak sia-sia.
Akhirnya aku sampai di sekolah, aku langsung berjalan menuju mading untuk melihat aku akan masuk kelas apa. Kulihat di mading, satu-persatu nama kubaca, dan aku menemukannya. Aku berada di kelas 7A. Aku langsung menuju ke kelas 7A yang berada di sebelah kelas 8A dan 9A. Di kelas, aku langsung berkenalan dengan teman-teman baru, namanya Veronica Ika dan Cut Friska. Beberapa hari setelah perkenalan, kami sudah menjadi sahabat baik. Ketika kami pertama kali masuk lab fisika, kami dibagi menjadi kelompok. Aku dan Friska satu kelompok, tapi Veronica berada di kelompok yang berbeda dengan kami. Namun, di sinilah cerita di mulai.
Di kelompok praktikum, ada seorang cowok yang satu kelompok denganku, namanya Muhammad Haekal. Dia dipilih menjadi ketua di kelompok kami, sedangkan Friska menjadi sekretarisnya. Ketika pertama kali melihatnya, bagiku biasa saja, tapi lama-kelamaan tumbuh perasaan yang ingin terus berada di dekatnya. Aku mulai merasakan hal yang tidak enak “Tidak mungkin aku menyukai Haekal, tidak mungkin” ujarku dalam hati menyakinkan, jadi aku memutuskan untuk melupakan perasaan yang aneh itu. Namun, berapa kalipun kucoba untuk melupakan perasaan itu, semakin besar perasaanku padanya.
Aku berencana untuk curhat dengan sahabat-sahabatku, tapi aku mengurungkan niatku untuk memberitahu mereka. “Ternyata memang benar aku menyukainya, tapi tidak mungkin Haekal juga punya perasaan yang sama denganku, tidak mungkin” ujarku dalam hati. Perasaan ini terus kusimpan selama berbulan-bulan sampai aku mendengar pengakuan Veronica dan Friska membuatku terkejut. Ketika Reina pulang sekolah menunggu jemputan datang…
“Rei, aku mau curhat sama kamu.” Ujar sahabatku Veronica.
“Mau curhat apa?”
“Sebenarnya aku lagi suka sama seseorang.” Ujarnya malu-malu.
“Cie, ada yang lagi jatuh cinta nih. Siapa orangnya?” ujarku penasaran.
“Kamu mengenalnya kok. Namanya… Haekal.” Jawab Vero malu-malu kucing.
“Apa? Haekal? Vero menyukai Haekal.” Ujarnya kaget dalam hati.
“Benarkah? lalu apa kamu sudah memberitahunya?” Ujarnya tersenyum paksa.
“Aku enggak berani Rei, aku takut dia menolakku dan pertemanan kami malah berantakan” ujarnya menunduk sedih.
“Kamu harus mencobanya Ver, agar beban di pundakmu hilang.” Ujarku mengangkat wajahnya.
“Begitu ya… Terima kasih Rei atas sarannya, itu sangat membantu.” Ujarnya kembali tersenyum.
“Sama-sama, aku senang kok bisa membantu sahabatku sendiri.” Ujarku senyum kecil.
“Eh, Rei udah dulu yang, aku masih ada kerjaan nih.” Ujarnya meninggalkan Reina sendirian.
“Iya.” Aku tersenyum melambaikan tangan. Lalu datanglah Friska.
“Eh, Rei. Aku boleh minta bantuan kamu enggak?” tanyanya ragu-ragu.
“Boleh, mau minta tolong apa?”
“Aku mau minta tolong comblangin aku dengan Haekal dong!” ujarnya memohon.
Aku kaget mendengarnya, “Friska juga?” ujarku dalam hati.
“Hmmm, gimana ya Fris. Aku liat dulu deh.” Ujarku tersenyum memaksa.
“Iya, udah dulu ya. Bye.” Ujarnya meninggalkan Reina sambil melambaikan tangan. Reina pun membalas lambaikan Friska, “Bagaimana ini, kedua sahabatku menyukai orang yang aku sukai… Tuhan… tolong hambamu ini…” kataku meneteskan air mata. Lalu jemputan Reina pun datang.
“Rei, aku mau curhat sama kamu.” Ujar sahabatku Veronica.
“Mau curhat apa?”
“Sebenarnya aku lagi suka sama seseorang.” Ujarnya malu-malu.
“Cie, ada yang lagi jatuh cinta nih. Siapa orangnya?” ujarku penasaran.
“Kamu mengenalnya kok. Namanya… Haekal.” Jawab Vero malu-malu kucing.
“Apa? Haekal? Vero menyukai Haekal.” Ujarnya kaget dalam hati.
“Benarkah? lalu apa kamu sudah memberitahunya?” Ujarnya tersenyum paksa.
“Aku enggak berani Rei, aku takut dia menolakku dan pertemanan kami malah berantakan” ujarnya menunduk sedih.
“Kamu harus mencobanya Ver, agar beban di pundakmu hilang.” Ujarku mengangkat wajahnya.
“Begitu ya… Terima kasih Rei atas sarannya, itu sangat membantu.” Ujarnya kembali tersenyum.
“Sama-sama, aku senang kok bisa membantu sahabatku sendiri.” Ujarku senyum kecil.
“Eh, Rei udah dulu yang, aku masih ada kerjaan nih.” Ujarnya meninggalkan Reina sendirian.
“Iya.” Aku tersenyum melambaikan tangan. Lalu datanglah Friska.
“Eh, Rei. Aku boleh minta bantuan kamu enggak?” tanyanya ragu-ragu.
“Boleh, mau minta tolong apa?”
“Aku mau minta tolong comblangin aku dengan Haekal dong!” ujarnya memohon.
Aku kaget mendengarnya, “Friska juga?” ujarku dalam hati.
“Hmmm, gimana ya Fris. Aku liat dulu deh.” Ujarku tersenyum memaksa.
“Iya, udah dulu ya. Bye.” Ujarnya meninggalkan Reina sambil melambaikan tangan. Reina pun membalas lambaikan Friska, “Bagaimana ini, kedua sahabatku menyukai orang yang aku sukai… Tuhan… tolong hambamu ini…” kataku meneteskan air mata. Lalu jemputan Reina pun datang.
Sesampainya di rumah, Reina langsung membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. Reina benar-benar bingung dengan apa yang harus dilakukan oleh dirinya. Masalah ini juga membuatnya sangat lelah, sampai Reina tertidur lelap di kamarnya. Ketika Reina terbangun, ia melihat kedua temannya melihatnya dengan tatapan penuh kebencian.
“Reina, kenapa kamu enggak pernah bilang kalau kamu suka sama Haekal? kamu tau kan kalau kami suka sama dia! kenapa Reina? kenapa?!” Ujar Veronica dan Friska Marah. Tiba-tiba Reina terbangun dengan tubuh yang terselimutkan oleh keringat-keringat yang bercucuran. “Syukurlah, ternyata hanya mimpi.” Ujarnya lega.
“Reina, kenapa kamu enggak pernah bilang kalau kamu suka sama Haekal? kamu tau kan kalau kami suka sama dia! kenapa Reina? kenapa?!” Ujar Veronica dan Friska Marah. Tiba-tiba Reina terbangun dengan tubuh yang terselimutkan oleh keringat-keringat yang bercucuran. “Syukurlah, ternyata hanya mimpi.” Ujarnya lega.
Hal ini benar-benar mengganggu pikiran Reina, bahkan beberapa nilai ulangannya sampai anjlok. Kedua sahabatnya yang melihat keanehan dari Reina pun cemas. Mereka memberanikan diri untuk bertanya pada sahabatnya itu.
“Rei, kamu kenapa kok murung aja dari tadi?” ujar Friska.
“Kalau ada masalah bilang aja, kamu bisa minta bantuan kita kok.” Ujar Veronica
“It’s OK, I’m fun. Oya, masalah Fris. Maaf, kayaknya aku enggak bisa bantuin kamu deh. Maaf ya.” Ujarnya Reina merawatkan tangan ke depan wajahnya.
“Enggak apa-apa kok, lagian aku sudah menyerahkan dia ke Vero.”
“Hah? kamu tau Veronica juga suka sama dia?” jawabku kaget.
“Iya, semalam Vero telepon aku dan menceritakan semuanya. Lagian, aku suka sama dia Cuma main-main kok. Jadi enggak usah anggap serius.” Ujar Friska santa.
“Jadi Ver, kapan kamu mengatakan yang sebenarnya pada Haekal?”
“Mengatakan apa?” tiba-tiba muncul Haekal dari belakang Reina. Mereka bertiga benar-benar kaget, soalnya Haekal tiba-tiba muncul seperti hantu.
“Ah, bukan apa-apa kok.” Jawab Veronica dengan santai tapi sedikit gugup.
“Oh, ya udah.” Lalu Haekal pergi meninggalkan mereka bertiga. “Pyuh, hampir aja gue kena serangan jantung.” Ujar Veronica yang menggosok-gosok dadanya setelah Haekal pergi. “Ver, kok enggak ngaku aja sih? tadi tuh udah pas banget waktunya tau.” Ujar Friska memarahi Veronica. “Aku tadi gugup banget tau. Habisnya tadi Haekal tiba-tiba muncul, anehnya tadi aku bener-bener enggak merasakan aura kedatangan Haekal and aku juga belum ada persiapan”. “Huh, banyak gaya.” Aku yang melihat mereka bertengkar hanya bisa tersenyum sekaligus sedih. Aku tak sanggup melihat ekspresi Vero kalau tau aku juga menyukai Haekal.
“Rei, kamu kenapa kok murung aja dari tadi?” ujar Friska.
“Kalau ada masalah bilang aja, kamu bisa minta bantuan kita kok.” Ujar Veronica
“It’s OK, I’m fun. Oya, masalah Fris. Maaf, kayaknya aku enggak bisa bantuin kamu deh. Maaf ya.” Ujarnya Reina merawatkan tangan ke depan wajahnya.
“Enggak apa-apa kok, lagian aku sudah menyerahkan dia ke Vero.”
“Hah? kamu tau Veronica juga suka sama dia?” jawabku kaget.
“Iya, semalam Vero telepon aku dan menceritakan semuanya. Lagian, aku suka sama dia Cuma main-main kok. Jadi enggak usah anggap serius.” Ujar Friska santa.
“Jadi Ver, kapan kamu mengatakan yang sebenarnya pada Haekal?”
“Mengatakan apa?” tiba-tiba muncul Haekal dari belakang Reina. Mereka bertiga benar-benar kaget, soalnya Haekal tiba-tiba muncul seperti hantu.
“Ah, bukan apa-apa kok.” Jawab Veronica dengan santai tapi sedikit gugup.
“Oh, ya udah.” Lalu Haekal pergi meninggalkan mereka bertiga. “Pyuh, hampir aja gue kena serangan jantung.” Ujar Veronica yang menggosok-gosok dadanya setelah Haekal pergi. “Ver, kok enggak ngaku aja sih? tadi tuh udah pas banget waktunya tau.” Ujar Friska memarahi Veronica. “Aku tadi gugup banget tau. Habisnya tadi Haekal tiba-tiba muncul, anehnya tadi aku bener-bener enggak merasakan aura kedatangan Haekal and aku juga belum ada persiapan”. “Huh, banyak gaya.” Aku yang melihat mereka bertengkar hanya bisa tersenyum sekaligus sedih. Aku tak sanggup melihat ekspresi Vero kalau tau aku juga menyukai Haekal.
Selama pelajaran berlangsung, aku benar-benaar tak konsen saat pelajaran berlangsung, aku hanya melihat Haekal dan Veronica. Bahkan, ketika guru memanggilku, aku tidak menanggapi panggilannya. Karena Bu guru sangat marah, dia pun menghukumku membuat tugas tambahan yang sangat banyak, ini membuatku stress berat.
Bel berbunyi pertanda saatnya istirahat berlangsung. Hari ini, aku tidak makan siang seperti biasa bersama Friska dan Veronica di kantin, “Untuk sementara aku hanya ingin sendiri.” Ujarku membuat Friska dan Veronica bingung. Makan pun aku tak habis karena stress, yang aku inginkan sekarang hanyalah menyelesaikan masalah ini. Masalah yang membuat kehidupanku berantakan. Tiba-tiba terpikirnya olehku untuk membuang perasaanku tehadapat Haekal selamanya dan memberikannya kepada Veronica atau memberitahukan kalau aku juga menyukai Haekal kepada Veronica, lalu bersaing dengan Vero dan menghancurkan persahabatan yang sangat kuinginkan ini? aku tak ingin persahabatan aku dan Veronica berantakan, tapi aku juga tidak ingin orang yang kucintai pergi… apa yang harus kulakukan Tuhan…” ujarku dalam hati, sampai-sampai aku meneteskan begitu banyak air mata. “Ini, hapus air matamu.” Ujar seseorang memberikanku sapu tangan. “Thanks.” Ujarku sambil menghapus air mataku. “Jadi, kenapa kamu menangis?” ujar cowok itu setengah penasaran. “Itu karena…” Kata-kataku terputus ditengah, aku mulai berpikir di dalam hati “Sepertinya suara ini sangat familiar. Tunggu… jangan-jangan!” ujarku dalam hati dan mangangkat kepalaku ke atas. “Haekal!” ujarku sangat kaget.
“Yeah, it’s my name. Oh ya, tadi kamu mau bilang apa?”
“Bukan apa-apa. Just… kidding.” Ujarku menampakkan senyumanku.
“Jika just kidding, lalu kenapa tadi kamu nangis?”
“Bukankah sudah ku bilang bukan apa-apa.” Ujarku segera berdiri untuk bersiap-siap pergi meninggalkan Haekal.
“Tunggu!” Jawabnya memegangi pergelangan tanganku.
“Apaan sih? kok maen pegang-pegang?” jawabku kaget sekaligus marah mencoba melepaskan genggamannya.
“Aku tau kamu bohong! apa salahnya cerita? bukankah kita teman?”
“Teman? Bagaimana jika aku ingin itu lebih?”
“Lebih? maksud kamu?” tanya Haekal kebingungan
“Menurutmu?” pergi menjauh dari Haekal.
“Maaf.” Ujar Haekal dengan suara kecil.
“Yeah, it’s my name. Oh ya, tadi kamu mau bilang apa?”
“Bukan apa-apa. Just… kidding.” Ujarku menampakkan senyumanku.
“Jika just kidding, lalu kenapa tadi kamu nangis?”
“Bukankah sudah ku bilang bukan apa-apa.” Ujarku segera berdiri untuk bersiap-siap pergi meninggalkan Haekal.
“Tunggu!” Jawabnya memegangi pergelangan tanganku.
“Apaan sih? kok maen pegang-pegang?” jawabku kaget sekaligus marah mencoba melepaskan genggamannya.
“Aku tau kamu bohong! apa salahnya cerita? bukankah kita teman?”
“Teman? Bagaimana jika aku ingin itu lebih?”
“Lebih? maksud kamu?” tanya Haekal kebingungan
“Menurutmu?” pergi menjauh dari Haekal.
“Maaf.” Ujar Haekal dengan suara kecil.
Setelah pebincangan itu, aku dan Haekal sudah jarang berbicara. Kami hanya berbicara seperlunya saja. Namun, Veronica sudah semakin dekat dengan Haekal, hal itu membuatku benar-benar cemburu. Bahkan, sampai mendekati ujian kenaikan kelas, aku dan Haekal masih belum bicara. Ketika aku ingin mencoba berbicara dengannya, dia selalu sibuk dan ini membuatku berpikir bahwa Haekal seperti menghindariku. Friska pun sering menceritakan, apa saja yang sudah Vero lakukan untuk mendekati Haekal, bahkan katanya bahwa mereka sering sekali berhubungan lewat sms dan telepon. Aku juga mendengar, kalau Haekal yang lebih sering duluan mengirimkan sms ke Vero. Ketika mendengarnya, hatiku benar-benar sakit, “Sepertinya aku tidak memiliki kesempatan sedikitpun” ujarku dalam hati.
Hari ini setelah pulang sekolah, aku bergegas pergi ke kamar dan menuliskan perasaanku pada buku my diary.
Dear Diary
Selasa, 7 Mei 2013
Hari ini, seperti biasa Haekal masih menjauhiku. Aku bingung harus berbuat apa, sedangkan Vero dan Haekal… mereka semakin dekat. Tuhan… sepertinya dia memang bukan jodohku dan aku harus melupakannya, tapi sangat sulit…
Bahkan ketika aku melihat Haekal dan Vero bersama… Hatiku benar-benar hancur. Rasanya seperti tenggelam di dalam ombak yang sangat mengerikan. Apakah aku harus jujur pada mereka?
Tapi jika aku melakukan itu, maka persahabatan yang aku bangun bersama mereka akan hancur. Aku tak mau hal itu terjadi… dan sepertinya walau aku jujur, Haekal pasti akan menolakku. Aku tau dia menyukai Vero, tapi entah kenapa aku tidak rela hal itu terjadi…
Tuhan… tolong bantu hambamu yang kesusahan ini…
Amin…
RS
Selasa, 7 Mei 2013
Hari ini, seperti biasa Haekal masih menjauhiku. Aku bingung harus berbuat apa, sedangkan Vero dan Haekal… mereka semakin dekat. Tuhan… sepertinya dia memang bukan jodohku dan aku harus melupakannya, tapi sangat sulit…
Bahkan ketika aku melihat Haekal dan Vero bersama… Hatiku benar-benar hancur. Rasanya seperti tenggelam di dalam ombak yang sangat mengerikan. Apakah aku harus jujur pada mereka?
Tapi jika aku melakukan itu, maka persahabatan yang aku bangun bersama mereka akan hancur. Aku tak mau hal itu terjadi… dan sepertinya walau aku jujur, Haekal pasti akan menolakku. Aku tau dia menyukai Vero, tapi entah kenapa aku tidak rela hal itu terjadi…
Tuhan… tolong bantu hambamu yang kesusahan ini…
Amin…
RS
Setelah ujian kenaikan kelas selesai, libur panjang dimulai. Selama libur panjang, aku hanya di rumah memikirkan masalah yang melandaku. Melihat tingkah lakuku yang aneh, orang tuaku menjadi bingung dan berusaha mengajakku untuk pergi jalan-jalan keluar, seperti biasa aku terus menolak hal itu. Karena aku memang enggak tahu harus ke mana. Aku benar-benar frustasi.
Sekarang untuk kedua kalinya, aku akan menjalani hidup baru sebagai murid kelas 8. Ketika ku cek namaku di mading, ternyata aku tidak sekelas dengan Haekal. Bagiku ini menjadi kesempatan yang bagus untuk melupakannya, tapi aku sekelas dengan Vero di kelas 8A. Sedangkan, Friska sekelas dengan Haekal di kelas 8B. “Tuhan, apakah ini kan terus berlanjut?” tanyaku dalam hati bimbang.
Setelah membersihkan kelas dan menentukan struktur kelas, aku diangkat menjadi bendahara kelas. Kupikir ini akan menjadi bagus karena aku akan sedikit sibuk dan bisa melupakan Haekal. Tapi ternyata tidak, malah sebaliknya, aku semakin merindukannya. Perbedaan kelas kami membuat aku dan Haekal jarang bertemu. Namun ketika kelas 8A dan 8B di satukan, dia benar-benar tidak berbicara sepatah kata pun. Dia terus-terusan hanya berbicara dengan Vero dan Friska.
Setelah beberapa bulan semenjak kenaikan kelas, hari ini aku mencoba untuk berbicara lagi dengan Haekal. Saat itu sekolah mulai agak sepi, aku menunggunya di tangga dekat kelas 7A. Ketika Haekal mau lewat dan melihat diriku, dia buru-buru jalan dengan kecepatan penuh, aku pun mencoba menghentikannya.
“Haekal, tunggu! tolong jangan menghiraukanku.” Ujarku memohon. Lalu Haekal berhenti dan berbalik badan menghadapku.
“Ada apa kamu menungguku. Aku tidak bisa lama-lama.” ujarnya
“Kenapa… kamu menghindariku terus? apa aku punya salah?”
“Tidak, kamu sama sekali tidak bersalah, di sini aku yang bersalah. Karena telah memberi harapan palsu padamu.” Ujarnya berpaling
“Benarkah? kalau begitu aku minta maaf, tapi aku ingin kamu jujur satu hal padaku. Apakah… kamu menyukai Veronica?”
“… kurasa aku tak harus menjwabnya.” Ujarnya membalikkan badan dan mencoba pergi.
“Harus! kamu harus menjawabnya.” Ujarku mencoba menghentikannya.
“Kenapa aku harus menjawabnya? Bukankah di antara kita tidak ada hubungan sama sekali, iya kan?”
“Tapi… waktu itu kamu bilang kalau kita adalah teman. Walau, sebenarnya aku berharap lebih.” Ujarku menunduk sedih.
“(Menghembuskan nafas) Baiklah aku akan terus terang saja. sebenarnya, aku memang menyukai Veronica dan aku akan terus mencari kesempatan untuk mengatakan perasaanku yang sebenarnya. Kamu puas?” mendengar jawabannya itu, hatiku rasanya seperti di tusuk oleh sebuah jarum yang sangat dalam. Aku menahan untuk tidak mengeluarkan air mata di depannya.
“Begitu, aku tak menyangka akan menjadi akhir yang seperti ini. Seorang pelayan, tidak akan pernah bisa mendapatkan seorang pangeran, karena pengeran itu sudah menyukai seorang putri dari negeri lain.” Jawabku tersenyum kecil dan menjatuhkan air mata.
“Reina, cerita kehidupan manusia, tidak bisa di samakan dengan sebuah dongeng yang hanya cerita fiksi yang dibuat untuk dibacakan pada anak kecil sebelum tidur.” Ujarnya berjalan menuju ke tempat Reina dan menghapus air mata Reina menggunakan sapu tangannya. Lalu memberikannnya kepada Reina. Aku menjawab dengan sebuah tersenyum.
“Kamu benar, aku memang bodoh mau percaya akan dongeng seperti itu.”
“Maaf… karena sudah memberikanmu sebuah harapan palsu.” Ujar Haekal murung.
“Aku juga minta maaf. Tapi, kita akan tetap menjadi teman kan?” tanyaku
“Iya, selamanya kita akan menjadi teman.” Jawabnya tersenyum kecil dan berjalan pergi menjauhi Reina.
“Haekal, berjuanglah. Jika ada masalah kamu bisa minta tolong padaku.” Ujarku sedikit berteriak. Haekal hanya melambaikan tangan pertanda dia menerima bantuan Reina. “Ternyata cinta sepihak memang menyakitkan.” Ujarku dalam hati.
“Haekal, tunggu! tolong jangan menghiraukanku.” Ujarku memohon. Lalu Haekal berhenti dan berbalik badan menghadapku.
“Ada apa kamu menungguku. Aku tidak bisa lama-lama.” ujarnya
“Kenapa… kamu menghindariku terus? apa aku punya salah?”
“Tidak, kamu sama sekali tidak bersalah, di sini aku yang bersalah. Karena telah memberi harapan palsu padamu.” Ujarnya berpaling
“Benarkah? kalau begitu aku minta maaf, tapi aku ingin kamu jujur satu hal padaku. Apakah… kamu menyukai Veronica?”
“… kurasa aku tak harus menjwabnya.” Ujarnya membalikkan badan dan mencoba pergi.
“Harus! kamu harus menjawabnya.” Ujarku mencoba menghentikannya.
“Kenapa aku harus menjawabnya? Bukankah di antara kita tidak ada hubungan sama sekali, iya kan?”
“Tapi… waktu itu kamu bilang kalau kita adalah teman. Walau, sebenarnya aku berharap lebih.” Ujarku menunduk sedih.
“(Menghembuskan nafas) Baiklah aku akan terus terang saja. sebenarnya, aku memang menyukai Veronica dan aku akan terus mencari kesempatan untuk mengatakan perasaanku yang sebenarnya. Kamu puas?” mendengar jawabannya itu, hatiku rasanya seperti di tusuk oleh sebuah jarum yang sangat dalam. Aku menahan untuk tidak mengeluarkan air mata di depannya.
“Begitu, aku tak menyangka akan menjadi akhir yang seperti ini. Seorang pelayan, tidak akan pernah bisa mendapatkan seorang pangeran, karena pengeran itu sudah menyukai seorang putri dari negeri lain.” Jawabku tersenyum kecil dan menjatuhkan air mata.
“Reina, cerita kehidupan manusia, tidak bisa di samakan dengan sebuah dongeng yang hanya cerita fiksi yang dibuat untuk dibacakan pada anak kecil sebelum tidur.” Ujarnya berjalan menuju ke tempat Reina dan menghapus air mata Reina menggunakan sapu tangannya. Lalu memberikannnya kepada Reina. Aku menjawab dengan sebuah tersenyum.
“Kamu benar, aku memang bodoh mau percaya akan dongeng seperti itu.”
“Maaf… karena sudah memberikanmu sebuah harapan palsu.” Ujar Haekal murung.
“Aku juga minta maaf. Tapi, kita akan tetap menjadi teman kan?” tanyaku
“Iya, selamanya kita akan menjadi teman.” Jawabnya tersenyum kecil dan berjalan pergi menjauhi Reina.
“Haekal, berjuanglah. Jika ada masalah kamu bisa minta tolong padaku.” Ujarku sedikit berteriak. Haekal hanya melambaikan tangan pertanda dia menerima bantuan Reina. “Ternyata cinta sepihak memang menyakitkan.” Ujarku dalam hati.
Setelah pembicaraan itu, aku di jemput oleh supirku dan pulang. Sampai di rumah aku langsung menuju kamarku. Di kamar, aku segera menuliskannya ke buku my diary.
Dear Diary
Juma’t, 30 Agustus 2013
Yeah, walau aku ditolak oleh Haekal, tapi aku senang hubungan pertemanan kami bisa kembali seperti semula dan sepertinya, sekarang aku akan mencoba melupakan perasaan ini. Tuhan, terima kasih, karena cobaan darimu. Hamba, mempunyai banyak sekali hal yang sangat membantu. Seperti, bahwa belum tentu orang yang kita cintai adalah jodoh kita dan setiap manusia pasti akan diberikan pilihan sulit antara memilih orang yang kita cintai dan mengorbankan orang-orang terdekat kita atau mengorbankan orang yang kita cintai, tetapi kita akan tetap bersama dengan orang terdekat kita. Dan sekarang aku telah memilih untuk mengorbankan orang yang aku cintai dan memilih tetap bersama sahabat-sahabatku.
RS
Juma’t, 30 Agustus 2013
Yeah, walau aku ditolak oleh Haekal, tapi aku senang hubungan pertemanan kami bisa kembali seperti semula dan sepertinya, sekarang aku akan mencoba melupakan perasaan ini. Tuhan, terima kasih, karena cobaan darimu. Hamba, mempunyai banyak sekali hal yang sangat membantu. Seperti, bahwa belum tentu orang yang kita cintai adalah jodoh kita dan setiap manusia pasti akan diberikan pilihan sulit antara memilih orang yang kita cintai dan mengorbankan orang-orang terdekat kita atau mengorbankan orang yang kita cintai, tetapi kita akan tetap bersama dengan orang terdekat kita. Dan sekarang aku telah memilih untuk mengorbankan orang yang aku cintai dan memilih tetap bersama sahabat-sahabatku.
RS
Hari ini aku akan mencoba membantu Haekal untuk menyatakan perasaannya kepada Veronica. Haekal memanggil Vero ke belakang sekolah, setelah pulang sekolah. Dari kejauhan aku diam-diam mencoba untuk mengintip mereka.
“Ver, Aku punya permohonan.” Ujar Haekal.
“Permohonan apa?” tanya Veronica penasaran.
“Bisakah, mulai hari ini dan seterusnya hubungan kita lebih dari sekedar teman?” ujar Haekal agak gugup. Dengan tersenyum Veronica menjawab.
“… Jika kamu yakin atas keputusanmu ini, maka aku akan mengabulkan permohonanmu ini.”
“Iya, aku yakin tidak akan salah.” Ujar Haekal yakin. Setelah aku mendengar jawaban dari Vero, aku benar-benar lega. Karena aku bisa menyatukan kedua teman-temanku tapi kenapa hatiku tetap tidak rela, aku berlari menjauh dari mereka, aku tidak mau mereka melihatku menangis.
“Kenapa? KENAPA AKU TIDAK BISA MERELAKAN HUBUNGAN MEREKA?” teriakku. “Aku telah memutuskan untuk mengorbankan perasaanku, tapi kenapa aku tidak rela? Tuhan tolong aku.” Tangisanku makin menjadi-jadi. Lalu datanglah seorang cowok dari belakang Reina. Sambil memberikan sapu tangan dia berkata:
“Jika kamu tidak bisa merelakannya kenapa kamu menyatukan mereka?”
“Karena mereka saling mencintai, tidak seperti diriku yang mendapatkan cinta sepihak.” Ujarku menghapus air mataku.
“Lagi pula, aku akan bahagia jika melihat mereka bahagia.” Ujarku lagi.
“Kalau kamu memang bahagia kenapa kamu menangis?” Tanyanya lagi. “Benar, jika aku bahagia melihat mereka bahagia, lalu kenapa aku menangis?” tanyaku dalam hati.
“Karena, aku percaya, kalau Haekal akan bahagia jika bersama Vero. Lagian tak ada salahnya sekali-kali mengorbankan orang yang kita sukai kepada sahabat kita kan? tapi, apa urusannya denganmu. Kita sama sekali tidak saling kenal?” ujarku kesal.
“Jika kamu ingin mengenal orang lain, pertama kamu harus melihat wajahnya dan bertanya dengan sopan siapa namanya.”
“Kamu benar, maaf.” Ujarku berdiri dan mencoba berbalik.
“Kalau begitu siapa na-ma-mu?” Betapa kagetnya aku ketika berbalik, ternyata orang yang berbicara denganku adalah Haekal.
“Kapan kamu di sini?” ujarku panik. Karena dia melihat aku tadi menangis.
“Sudahlah, tak perlu berbohong lagi. Aku sudah tau semuanya.” Ujarnya menenangkanku.
“Aku untuk kedua kalinya minta maaf karena telah membuatmu menangis untuk ketiga kalinya.” Ujarnya lagi.
“Aku enggak apa-apa kok. Tadi aku Cuma akting.” Jawabku berbohong.
“Kamu selalu seperti ini, tidak pernah mau jujur kalau sebenarnya kamu memang sedang kenapa-napa. Bukankah kita teman? berhentilah berbohong padaku.”
“Maaf… aku benar-benar minta maaf.” Ujarku memulai meneteskan air mata lagi.
“Ya ampun, kamu benar-benar cengeng ya. Kalau kamu begini terus, aku akan merasa bersalah untuk selamanya.” Ujarnya memelukku.
“Mulai sekarang, kalau ada masalah kamu bisa menceritakannya padaku.” Ujarnya mereganggakan pelukannya kemudian memelukku lagi.
“Baiklah Haekal, tapi jika kita bukan teman. Apa kamu tetap akan seperti ini padaku.”
“Iya, aku akan tetap seperti ini padamu. Karena kita teman.” Pelukan dari Haekal, memberikanku sebuah kehangatan yang selama ini aku cari. Sekarang, tak masalah jika Haekal tidak menjadi kekasihku, dengan adanya dia di sisiku itu sudah cukup membuatku bahagia.
“Ver, Aku punya permohonan.” Ujar Haekal.
“Permohonan apa?” tanya Veronica penasaran.
“Bisakah, mulai hari ini dan seterusnya hubungan kita lebih dari sekedar teman?” ujar Haekal agak gugup. Dengan tersenyum Veronica menjawab.
“… Jika kamu yakin atas keputusanmu ini, maka aku akan mengabulkan permohonanmu ini.”
“Iya, aku yakin tidak akan salah.” Ujar Haekal yakin. Setelah aku mendengar jawaban dari Vero, aku benar-benar lega. Karena aku bisa menyatukan kedua teman-temanku tapi kenapa hatiku tetap tidak rela, aku berlari menjauh dari mereka, aku tidak mau mereka melihatku menangis.
“Kenapa? KENAPA AKU TIDAK BISA MERELAKAN HUBUNGAN MEREKA?” teriakku. “Aku telah memutuskan untuk mengorbankan perasaanku, tapi kenapa aku tidak rela? Tuhan tolong aku.” Tangisanku makin menjadi-jadi. Lalu datanglah seorang cowok dari belakang Reina. Sambil memberikan sapu tangan dia berkata:
“Jika kamu tidak bisa merelakannya kenapa kamu menyatukan mereka?”
“Karena mereka saling mencintai, tidak seperti diriku yang mendapatkan cinta sepihak.” Ujarku menghapus air mataku.
“Lagi pula, aku akan bahagia jika melihat mereka bahagia.” Ujarku lagi.
“Kalau kamu memang bahagia kenapa kamu menangis?” Tanyanya lagi. “Benar, jika aku bahagia melihat mereka bahagia, lalu kenapa aku menangis?” tanyaku dalam hati.
“Karena, aku percaya, kalau Haekal akan bahagia jika bersama Vero. Lagian tak ada salahnya sekali-kali mengorbankan orang yang kita sukai kepada sahabat kita kan? tapi, apa urusannya denganmu. Kita sama sekali tidak saling kenal?” ujarku kesal.
“Jika kamu ingin mengenal orang lain, pertama kamu harus melihat wajahnya dan bertanya dengan sopan siapa namanya.”
“Kamu benar, maaf.” Ujarku berdiri dan mencoba berbalik.
“Kalau begitu siapa na-ma-mu?” Betapa kagetnya aku ketika berbalik, ternyata orang yang berbicara denganku adalah Haekal.
“Kapan kamu di sini?” ujarku panik. Karena dia melihat aku tadi menangis.
“Sudahlah, tak perlu berbohong lagi. Aku sudah tau semuanya.” Ujarnya menenangkanku.
“Aku untuk kedua kalinya minta maaf karena telah membuatmu menangis untuk ketiga kalinya.” Ujarnya lagi.
“Aku enggak apa-apa kok. Tadi aku Cuma akting.” Jawabku berbohong.
“Kamu selalu seperti ini, tidak pernah mau jujur kalau sebenarnya kamu memang sedang kenapa-napa. Bukankah kita teman? berhentilah berbohong padaku.”
“Maaf… aku benar-benar minta maaf.” Ujarku memulai meneteskan air mata lagi.
“Ya ampun, kamu benar-benar cengeng ya. Kalau kamu begini terus, aku akan merasa bersalah untuk selamanya.” Ujarnya memelukku.
“Mulai sekarang, kalau ada masalah kamu bisa menceritakannya padaku.” Ujarnya mereganggakan pelukannya kemudian memelukku lagi.
“Baiklah Haekal, tapi jika kita bukan teman. Apa kamu tetap akan seperti ini padaku.”
“Iya, aku akan tetap seperti ini padamu. Karena kita teman.” Pelukan dari Haekal, memberikanku sebuah kehangatan yang selama ini aku cari. Sekarang, tak masalah jika Haekal tidak menjadi kekasihku, dengan adanya dia di sisiku itu sudah cukup membuatku bahagia.
THE END
Cerpen Karangan: Aghna Asbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar