Sabtu, 16 November 2013

Cerpen - Si Buta Mencari Matahari

(1) DI PERMUKIMAN YANG TERPENCIL
Berawal dari sebuah gubug tua yang sudah reot, Kala itu hiduplah sebuah keluarga yang terdiri dari sepasang suami istri dan dua orang anak laki-laki. Kepala keluarga itu bernama pak Sumber (begitu orang menyebutnya) dan istrinya bernama simpun (begitu orang menyebutnya), serta kedua anak laki-laki mereka yang tua bernama Tabung sedangkan adiknya bernama Kumpul.
Kehidupan keluarga tersebut serba kekurangan mereka hanya mengharapkan hasil-hasil buah hutan yang liar dan berburu untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya, itupun sehari makan dan terkadang tidak makan, bahkan baju pakaian yang mereka kenakan boleh di katakan kering di badan itu semua akibat tidak ada untuk berganti, melihat kehidupan yang demikian itu, kedua anaknya tidak dapat menuntut banyak yang ia bisa lakukan hanyalah bermain dan membantu orang tuanya mencari buah-buahan dan berburu di hutan, tidak mengenal apa itu alat tulis apalagi namanya sekolah.
Seiring dengan bejalannya waktu hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan hingga tahun berganti, kedua anak pak Sumber semestinya sudah saatnya mengenal bangku sekolah, akan tetapi apa daya orang tua mereka tak dapat menyekolahkan anak-anaknya itu semua karena banyaknya masalah-masalah yang mereka hadapi, di samping masalah-masalah yang mereka hadapi kendala lain tidak ada biaya untuk menyekolahkan anak-anaknya juga disebabkan mereka tinggal di hutan yang jauh dari lokasi sekolah.
(2) DI SUATU PAGI HARI
Pada waktu pagi hari, sang surya memancarkan sinarnya yang begitu cerah, Pak Sumber tidak seperti biasanya apabila bangun dari tidur ia bergegas pergi ke hutan mencari nafkah, namun pagi itu ia termenung di beranda depan gubugnya duduk di atas bangku yang terbuat dari susunan kayu-kayu kecil, ia berpikir dan bertanya-tanya dalam hati sendiri, bagaimana nasib anak-anaknya nanti kalau tetap tinggal di hutan, bagaimana anak-anak kalau aku dan istriku sudah meninggal, bagaimana mereka dapat mencukupi kebutuhan hidupnya. Segudang pertanyaan dalam hati pak Sumber pagi itu.
Disaat pikiran Pak Sumber mengawang belum mendapat jawaban, tiba-tiba dikejutkan oleh suara istrinya yang sedari tadi sudah berada di sampingnya. “Pak.. apa yang dipikirkan tidak seperti biasanya bapak termenung?” tanya istrinya. “Oh.. ibu mengejutkan bapak saja, pak Sumber sambil menoleh ke istrinya” tak ada apa-apa kok bu, jawab Pak Sumber, “Tapi bapak tidak seperti biasanya duduk merenung,” tanya istrinya kembali, “Saya lagi memikirkan nasib anak-anak kita nantinya”, jawab pak Sumber. Bu Sumber hanya terdiam tidak sepatah katapun yang keluar dari mulutnya, hanya tetesan air mata yang keluar dari kelopak mata istri pak Sumber. “Bu… Bapak punya pikiran bagaimana kalau kita pindah rumah mendekati kota supaya anak-anak bisa sekolah seperti layaknya anak-anak lain” Kata pak Sumber “Terus kita mau kerja apa pak..? bila pindah mendekati kota” jawab bu Sumber. Sambil menarik nafas panjang pak Sumber tidak langsung menjawab apa yang di utarakan istrinya. Sesaat suasana di beranda rumah hening sepasang suami istri itu hanya saling memandang, Tak berapa lama terdengar suara dari mulut pak Sumber, ia sambil menoleh pada istrinya, “Bu… Demi anak-anak, kita kerja apa saja nanti yang penting tidak mengambil punya orang” Jawab pak Sumber. Baiklah kalau menurut bapak baik, saya sebagai istri menurut saja, demi masa depan anak-anak kita.
Tak terasa percakapan mereka lumayan lama, mataharipun sudah mulai merangkak semakin tinggi. Pak Sumber bergegas ke samping pondok mengambil peralatan seperti biasanya langsung pergi ke hutan mencari nafkah sambil berburu.
(3) PERGI KE KOTA
Pada suatu hari pak Sumber pergi ke kota bersama anaknya yang pertama, dengan bejalan kaki mereka pagi-pagi sekali sudah berangkat, di perjalanan bapak dan anak tersebut sambil bercakap-cakap.
“Masih lama lagikah kita sampai ke kota pak..?” tanya Tabung, “Iya nak, kira-kira dua jam berjalan lagi kita sampai”, jawab pak Sumber. “Wah sangat jauh ya, pak” tanya Tabung lagi. “Bener, karena kita tempuh dengan jalan kaki”,jawab pak Sumber. “Pak… Seandainya kita pergi naik sepeda tentu agak cepat sampainya ya pak?” “Tentu cepat sampainya nak” jawab Pak Sumber. “Tapi sayang kita tidak punya sepeda” kata Tabung “Sabar ya nak, suatu saat nanti kita pasti dapat membeli sepeda.” Jawab pak Sumber (sambil menghibur hati anaknya).
Tiba-tiba terdengar suara deru-menderu dan hiruk pikuknya lalu lintas, tersentaklah hati dan perasaan Tabung, ah suara apa itu tanyaku dalam hati, dan tidak lama kusaksikan dan aku lihat hiruk pikuknya kendaraan bermotor dan hilir mudik orang-orang. Wah ramai sekali, banyak banget mobil, motor dan becak ada juga.
Nak.. ayo kita masuk pasar, ajak pak Sumber dengan anaknya, Kita mau beli apa pak?, tanya Tabung, Kita membeli keperluan seadanya sesuai uang yang ada.
Melihat hari sudah mulai siang dan keperluan yang dibeli sudah cukup pak Sumber dan anaknya segera keluar dari dalam pasar dan langsung pulang. Di tengah perjalanan pulang pak Sumber dan anaknya berpapasan dengan anak-anak yang pulang sekolah. Dengan seketika Tabung bertanya, “Pak itu anak-anak banyak sekali dan bajunya sama warnanya bagus lagi” “Oh itu anak-anak yang pulang sekolah” jawab pak Sumber. “Wah Tabung ingin seperti mereka bisa gak pak?” tanya anaknya lagi “Ya.. suatu saat nanti kamu dan adikmu pasti bisa seperti mereka” jawab pak Sumber. “Benar pak..?” tanyanya lagi, “Ya.. pasti kalian bisa”
Tak terasa perjalanan mereka sampai rumah, Bu.. bu.. kami datang, suara tabung memanggil ibunya dengan bergegas bu Sumber membuka pintu.
(4) DI SUATU MALAM HARI
Seperti biasanya keluarga pak Sumber sebelum tidur mereka berkumpul di ruang depan gubugnya, meneruskan pembicaraan kemarin pagi pak Sumber memulai berbicara kepada istri dan ke dua anaknya, Anak-anak kita berencana pindah rumah…! Bagaimana menurut pendapat kalian…? Kedua anak pak Sumber terdiam sejenak saling memandang tanpa ada suara yang keluar dari mulut mereka, namun tiba-tiba Bu Sumber berucap dengan pelan dengan matanya tertuju pada kedua anaknya. “Bagaimana anak-anakku kalian setuju kita pindah rumah..?” Eh.. eh memangnya kita mau pindah ke mana bu?, Tanya Tabung kepada ibunya..? Iya mau pindah ke mana kita sang adik juga ikut bertanya…? Kita mau pindah di desa yang dekat dengan sekolah, jawab bu Sumber dan diangguki kepala pak Sumber tanda mengiyakan. Hore.. hore kita bisa sekolah kak, kata Kumpul sembari menatap wajah kakaknya yang tersenyum tanda rasa senang atas rencana kepindahan mereka. Anak-anakku, itulah maksud bapak dan ibu kalian rencana pindah ini supaya kalian bisa bersekolah untuk menuntut ilmu demi masa depan kalian nantinya.
Tak terasa waktu semakin beranjak malam dan kedua anak pak Sumber juaga terlihat mulai sayu pertanda mengantuk. “Anak-anak hari sudah malam, sekarang kalian tidurlah karena besok pagi berkemas-kemas persiapan kita pindah”. Iya pak.. Sambil beranjak dari tempat duduk Tabung dan Kumpul menuju ke tempat tidur.
Tinggallah Pak Sumber dan Istrinya yang masih duduk melanjutkan rencana kepindahan mereka demi masa depan ke dua anaknya. Bagaimana bu ada yang perlu kita bicarakan lagi?, tanya pak Sumber kepada istrinya. Kiranya kita sudah matang atas rencana kita pak, jadi kita istirahat dulu, Bapak kan capek seharian kerja!, Ya.. ya.. ya mari kita istirahat.
(5) AWAL YANG CERAH BAGAI SINAR MATAHARI
Di pagi yang cerah matahari menyinari desa Argo Mukti yaitu desa di pinggiran kota kecamatan, di mana terdapat bangunan Sekolah Dasar yang kondisinya kurang begitu baik namun itulah satu-satunya sekolah yang menjadi tumpuhan untuk menuntut ilmu anak-anak di desa tersebut. SDN Argo Mukti nama sekolah tersebut.
Teng… teng… teng… bunyi lonceng tanda masuk kelas, murid-murid dengan tertib memasuki kelasnya masing-masing, tak ketinggalan juga Tabung dan Kumpul juga ikut masuk kelas yang di dampingi oleh orang tuanya, maklum mereka berdua murid baru yang belum terbiasa dengan suasana seramai ia lihat selama mereka masih tinggal di daerah terpencil yang jauh dari keramaian sekolah.
Layaknya sekolah lain SDN Argo Mukti melakukan proses pembelajaran dengan tertib dan menyenangkan, murid-murid juga dengan antusias mengikuti pembelajaran di kelas masing-masing.
Tepat pukul 11.30 WIB Teng… teng… teng… lonceng berbunyi tanda pulang sekolah, dalam perjalanan pulang Tabung dan Adiknya saling bercerita dan bercanda, terlihat raut wajah mereka merasa senang karena bisa sekolah seperti anak-anak yang lainnya.
“Dik.. bagaimana perasaanmu senang gak bisa sekolah?” Tanya Tabung kepada adiknya. Dengan semangat adiknya menjawab, “ya tentu senang sekali kak” jawab adiknya. “Terus bagaimana perasaan kakak senang juga kan?”, tanya adiknya. ”Ya.. kakak juga sangat senang sekali, akhirnya kita bisa bersekolah”, jawab Tabung.
Cerpen 2013 : Warnadi
Cerpen Karangan: Warnadi,S.pd.M.Pd

Tidak ada komentar:

Posting Komentar