Jumat, 15 November 2013

Cerpen - Goodbye My Love

Hari ini adalah hari pementasan drama di sekolahku. Hari yang sangat aku nantikan, aku mendapat sebuah peran dalam pementasan ini, yah walau hanya segelintir peran kecil di antara peran peran lainnya. Wajar saja aku baru kelas X, tetapi ini sangat membanggakan bagiku bisa tampil di hadapan banyak pasang mata yang akan berdecak kagum menyaksikan pementasan drama kami.
Pementasan drama berjalan dengan sangat sukses, nyaris sempurna, yah tepuk tangan riuh dari penonton mengakhiri menutup pementasan kami dengan senyuman.
Seusai pementasan.
“Chika, penampilanmu sangat memukau, selamat ya” panggil sebuah suara yang asing di telingaku.
“Hmm, kamu siapa?” kataku kepada seorang laki laki asing yang tidak aku kenal.
“Hai, kenalkan aku Rio. Kamu Chika kan? Mungkin kamu tidak tau aku, aku kakak kelasmu dulu sewaktu SMP, tapi pasti kamu tidak tau aku.”
“Oh, iya aku tidak pernah melihatmu, terimakasih ya atas pujianmu, tapi bagaimana mungkin penampilanku bisa memukau sedangkan aku hanya mendapat peran kecil saja.”
“Tentu saja, kamu selalu memukau, jangan fikirkan peran itu kecil atau besar, tapi lihatlah bakatmu, aku percaya kamu adalah superstar.” katanya sembari berjalan santai meninggalkanku.
“Hhmm, lelaki yang aneh” gumamku.
Pagi ini kondisiku sedikit buruk, mungkin karena kelelahan sejak pementasan drama semalam. Kepalaku sangat terasa sakit dan mataku kunang-kunang. Namun kupaksakan untuk beranjak pergi ke sekolah. Setelah pamitan kepada Ibu aku berangkat ke sekolah. Selama pelajaran pertama aku sudah mulai tidak konsen mengikuti pelajaran. Akhirnya jam istirahat pun berbunyi, aku memutuskan untuk ke taman belakang sekolah untuk melepas penat.
“Hai Chika” sapa sebuah suara yang mulai tak asing bagiku.
“Oh Rio, hai juga”
“Boleh aku duduk?”
“Tentu saja”
Selama jam istirahat aku dan Rio ngobrol ngalur ngidul mulai dari tentang sekolah, keluarga, hobby, dan banyak lagi. Dari situ juga aku tau bahwa ternyata Rio memiliki hobby melukis. Pulang sekolah aku pun diantar Rio, tapi sebelum pulang dia mengajakku mampir ke sebuah kedai teh dan juga ke toko buku untuk mencari buku-buku fotografi favoritnya, aku pun menyibukkan diri dengan komik conan favoritku. Sepulang jalan-jalan dengan Rio, aku selalu memikirkannya, aku merasa sangat nyaman bersamanya dan akhirnya aku tidak kesepian lagi. Seperti menemukan sebagian dari jiwaku yang selama ini hilang.
Makin lama kami semakin dekat, namun kedekatan kami tanpa status. Aku pun menyadari dalam diriku sendiri bahwa aku sangat menyayanginya tapi bagaimanakah dengannya? Dalam hati aku sangat bimbang, aku takut kehilangannya, aku sangat menyayanginya.
3 tahun telah berlalu, aku dan dia pun telah lulus. Aku mengikuti jejaknya untuk kuliah di salah satu Universitas ternama. Kedekatan kami pun mengundang perhatian banyak mahasiswa di sini. Banyak yang bertanya padaku apakah aku dan Rio berpacaran atau tidak. Dalam hati ingin aku berkata iya, namun apa daya kenyataannya aku dan Rio hanya teman, tanpa status apa pun.
“Chika, pulang yuk.” ajak Rio.
“Ayuk, tapi mampir dulu ya ke kedai teh.”
“Oke, ayuk cabut.”
Sampai di kedai, kami memesan teh favorit kami, yaitu white tea.
“Rio aku mau ngomong sesuatu” ucapku ragu
“Ngomong aja, kaya sama siapa aja”
“Ini tentang status kita”
“Status? Status apa maksudmu?”
“Ya status, masak kamu gak ngerti? Kita udah 3 tahun lebih seperti ini, apa kamu gak sayang aku? Apa kamu mau terus seperti ini denganku? Tanpa status! Ya, tanpa status!”
“Chika, maaf. Aku tau aku sayang padamu, tapi hanya seperti ini yang aku bisa. Status? Untuk apa ada status, aku lebih nyaman begini denganmu” katanya dengan ekspresi dingin.
Aku sangat sakit mendengarnya. Tak kusangka dia begitu tega padaku.
“Aku benci padamu!” Aku menahan isak tangisku, segera aku berlari dari kedai itu tanpa arah pasti.
Setelah kejadian itu, aku lepas kontak dengan Rio. Aku fikir dia akan minta maaf padaku. Namun jauh dari harapanku, jangankan meminta maaf, sudah 1 bulan dia menghindar dan nyaris menghilang dari kehidupanku. Hidupku sangatlah hampa, aku kehilangan semangatku. Aku sudah berusaha menghubunginya, namun hasilnya tetap saja nihil. Aku nyaris menyerah, semua tempat yang aku tau aku datangi, namun tak kunjung ku temui Rio. I miss him very much!.
Sudah 3 bulan Rio hilang, aku sangat kesepian. Andaikan dia kembali lagi di sisiku, akan ku terima hubungan tanpa status itu lagi. Asalkan dia kembali, kembali sebagai penyemangatku, kembali sebagai sosok yang sangat berharga untukku. Di sela lamunanku, hand phone ku berdering tanda ada panggilan masuk, nomor yang tidak aku kenal, dengan malas aku jawab telepon itu. Terdengar suara wanita asing dari seberang sana.
“Maaf, apa benar ini Chika?”
“Iya saya Chika, anda ini siapa?”
“Saya Risa, temannya Rio, saya ingin memberi kabar bahwa Rio sedang dirawat di rumah sakit, kondisinya sangat kritis, saya harap anda bisa datang kesini untuk menjenguknya”
“Apa? Rio masuk rumah sakit? Sakit apa dia? Baik saya akan segera kesana sekarang”
“Iya, nanti saya jelaskan. Yang jelas kamu harus segera kesini, kondisi Rio sangat parah”
Dengan tergesa gesa Chika segera menuju ke rumah sakit dan berlari menuju ke ruangan Rio dirawat.
“Rio! Kenapa kamu? Kenapa kamu gak pernah cerita sama aku kalau kamu sakit?” kataku sambil menahan isak tangis.
“Maafin aku Chika, aku cuma gak mau kamu sedih gara gara aku, aku mohon lupain aku, waktuku udah gak lama lagi”
“Aku gak mungkin lupain kamu Rio! Kamu itu pertama dan terakhir buat aku!”
“Harus, kamu harus lupain aku!”
“Kamu harus bertahan Rio, bilang kalau kamu sayang kan sama aku, kamu harus bertahan!”
“Gak, waktuku gak lama lagi. Aku gak sayang kamu Chika, aku benci kamu. Cepat kamu pergi dan lupain aku!”
“Gak Rio, gak akan pernah!”
Tiba tiba Rio berteriak keras sambil memegangi dadanya. Tak lama matanya pun terpejam, denyut nadi nya tak lagi terasa, hembusan nafasnya sirna sudah. Yah, Rio telah pergi, kini dia benar-benar pergi meninggalkanku untuk selamanya. Aku benar-benar sangat kehilangannya. Aku menangis sekuat kuatku.
Tiba dipemakaman Rio, seorang wanita menghampiriku yang tengah menangis di gundukan tanah merah dengan batu nisan bertulis nama Rio di sana. Dia memberikanku sebuah surat yang ditulis Rio untukku sebelum dia dirawat di rumah sakit.
Setiba di rumah dengan tak sabar aku membuka surat dari Rio yang isinya:
To: My Chika
Maaf, bukan maksudku menyembunyikan ini dari siapa pun, termasuk kamu. Aku tak ingin melihatmu bersedih, bukan maksudku juga untuk menyakiti hatimu.
Maafkan aku Chika, aku telah mengecewakanmu. Aku sangat menyayangimu, aku tau kamu sakit selama aku pergi tanpa kabar untukmu. Bukan maksudku juga untuk membuatmu seperti. Bukan maksudku menggantungmu, tapi akhir bahagia ini memang bukan milik kita.
With love, Rio
Aku terhenyuk, sangat sakit membacanya, bagaimana Rio bisa menyembunyikan semuanya. Semakin aku membacanya semakin aku sadari bahwa aku sangat menyayanginya. Tapi Rio benar, akhir bahagia itu bukan milik kami. Good bye My Love.
Cerpen Karangan: Novia Arsita Wijaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar