Entah sampai detik kapan aku mampu bertahan dengan bayang-bayang penantian yang selama ini aku jalani dalam hidupku, Berkali-kali aku merasa bodoh karena telah mencintaimu. Berulangkali aku mengurungkan niatku untuk pergi karena aku masih berharap waktu akan mengubahmu seperti yang aku harapkan… Tapi sekali lagi, aku harus berfikir, benarkah yang kulakukan selama ini? Dan seberapa rendahkah aku di matamu? mengapa aku tak pernah merasa jadi orang yang berarti untukmu? padahal jika aku mau, aku masih mampu berpaling, dan memalingkan hatiku dengan hati yang lain… aku tak pernah habis pikir, yang selalu aku banggakan, justru sepertinya tak pernah bangga terhadapku…?
Harusnya jarak tak pernah menjadi benteng pemisah kasih sayang, di zaman semodern ini tak mampukah kamu menyisakan waktumu untukku lima menit saja? hanya untuk sekedar membunuh rindu yang selama ini hampir menggores nadiku, dan hanya untuk mengubur rasa curiga yang selama ini bersemayam di lubuk hatiku.
Tak henti… tak henti aku berfikir harus bagaimana mengubah kisah cinta kita agar berubah menjadi indah, seindah saat kita memulai perkenalan, saat itu aku merasa seluruh perhatianmu untukku, dan seiring waktu berlalu, semua itu pun membeku,
Kasih, dengarlah! di sela pikiranku yang sudah lelah dengan semuanya, aku masih berfikir dengan cara apa lagi aku menguatkan hatiku untuk bertahan. Karena sungguh… yang ku inginkan adalah kasih sayangmu, bukan berpisah darimu…
Dan hari ini, bulatan pensil warna merah telah berjumlah delapan angka di kalenderku, bulatan pertama, itu adalah tanggal pertama kali aku tak memperhatikanmu. Hari itu aku berhenti mengirimmu pesan berisi “saiiank bangun…! saiiank lagi apa? Saiiank udah makan? saiiank aku brangkat kerja dulu ya, klo udah pulang jangan lupa sms, solatnya jangan lupa ya, luph u” dan berjuta kata-kata lainnya.
Bulatan kedua sampai ke delapan adalah tanggal dimana aku tak memberimu kabar lagi dan sepertinya kamu baik-baik saja..? karena sejak pagi berganti siang, siang berganti senja dan senja berganti malam pun sepertinya kamu tetap tak peduli dengan ketiadaanku?… ketiadaan perhatianku dan ketiadaan kabarku…
Padahal ketika aku berhenti perduli kepadamu, itu bukan berarti aku benar-benar sudah tak perduli… tapi saat itu aku ingin kamu yang berbalik memperdulikanku… dan jika seperti itu caramu mencintaiku, sepertinya aku mulai sangat lelah
Dan hari ini, bulatan pensil warna merah telah berjumlah delapan angka di kalenderku, bulatan pertama, itu adalah tanggal pertama kali aku tak memperhatikanmu. Hari itu aku berhenti mengirimmu pesan berisi “saiiank bangun…! saiiank lagi apa? Saiiank udah makan? saiiank aku brangkat kerja dulu ya, klo udah pulang jangan lupa sms, solatnya jangan lupa ya, luph u” dan berjuta kata-kata lainnya.
Bulatan kedua sampai ke delapan adalah tanggal dimana aku tak memberimu kabar lagi dan sepertinya kamu baik-baik saja..? karena sejak pagi berganti siang, siang berganti senja dan senja berganti malam pun sepertinya kamu tetap tak peduli dengan ketiadaanku?… ketiadaan perhatianku dan ketiadaan kabarku…
Padahal ketika aku berhenti perduli kepadamu, itu bukan berarti aku benar-benar sudah tak perduli… tapi saat itu aku ingin kamu yang berbalik memperdulikanku… dan jika seperti itu caramu mencintaiku, sepertinya aku mulai sangat lelah
Andai saja ada toko penjual chargerheart, mungkin aku akan segera membelinya agar aku bisa mencintaimu berjuta tahun lagi, dan andai saja aku memiliki baling-baling bambu atau pintu kemana saja seperti doraemon, tempat pertama yang akan aku kunjungi adalah hatimu… karena aku ingin tahu… Adakah namaku terukir di hatimu? dan jika tidak ada, mungkin detik itu juga aku akan berhenti mencintaimu dan mengharapkanmu… “I wish u all the best without me!”
Dan besok, mungkin adalah hari terakhir aku membuat bulatan di kalenderku, karena besok adalah tanggal yang ditentukan dokter mengenai sisa hidupku, ini memang menyedihkan, aku melewati detik-detik terakhir sisa hidupku dengan kehampaan, tapi aku juga bahagia, karena jika besok adalah hari kematianku, aku tak kan melihat seseorang yang kucintai menangis dan kehilangan karena kepergian diriku.
Cerpen Karangan: Eni Kurnaeni
Tidak ada komentar:
Posting Komentar