Jumat, 15 November 2013

Cerpen - My Infinity Love, Ryan

Hujan turun semakin deras, terlihat jelas rintikan hujan membasahin jalan sekitar komplek rumahku. Seperti biasa, jika turun hujan aku duduk di dekat jendela, untuk melihat jalanan yang basah diguyur hujan, jendela kamar pun aku buka, supaya aroma aspal yang diguyur hujan masuk memenuhi kamarku. Aku selalu melakukannya semenjak kekasihku pergi meninggalkan dunia ini untuk selamanya, tepat di hari ulang tahunku. Semenjak itu aku tidak pernah keluar rumah. Padahal kejadian itu sudah terjadi setahun yang lalu. Sahabat-sahabatku, teman-teman sekelasku, bahkan guru-guru pun tak aku acuhkan! Mereka selalu membujukku untuk kembali ke sekolah, tapi aku hanya terdiam. Tidak menolak dan tidak menerima ajakan mereka. Aku benci sekolah! Karena di sekolah banyak kenanganku bersama Ryan, kekasihku. Aku sangat menyesal! Karena, di saat-saat terakhirnya, aku tak ada di sampingnya…
“Aduh!, Kemana sih kamu, Ryan?! Awas kalo sampe kamu nggak angkat telepon aku lagi!” ujarku dalam hati. Beberapa hari ini Ryan memang sulit dihubungi. Itu yang membuatku kesal. Kedua sahabatku Eva dan Mira sampai bingung melihat perubahan sikapku. Aku sering marah-marah, padahal di kelas aku dikenal sebagai gadis yang ramah dan humoris! Bahkan satu sekolah sampai geger mendengan berita ini. Tapi mereka maklum, mereka tau persis apa sebabnya: RYAN.
Ryan satu sekolah denganku, hanya saja Ryan berbeda kelas denganku. Ryan adalah kakak kelasku.
Berhubung ini hari libur, aku berniat mengunjungi Ryan ke rumahnya. Ketika aku sedang bersiap-siap, telepon genggamku berbunyi. Aku buru-buru mengambilnya. Barangkali itu Ryan, pikirku. Ternyata benar, itu telepon dari Ryan. Segera aku angkat teleponnya dan serombongan pertanyaan meluncur dari mulutku, “RYAN!! Kamu kemana aja? Aku nyariin kamu ke tempat biasa kamu main, kata mereka kamu nggak ke sana udah seminggu. Aku mau ke rumah kamu, tapi aku males, jauh. Barusan aku udah siap-siap ke rumah kamu, eh, tiba-tiba kamu telepon aku. Coba jelasin semuanya sama aku! Kamu selingkuh, ya? Atau kamu pergi? Udah seminggu ini kamu nggak sekolah, Ryan! Guru-guru nanyain semua sama aku. Mereka bilang udah coba hubungin kamu tapi…” “Cukup Sya!” Ryan memotong pembicaraanku. “Aku bantuin bunda di rumah untuk jagain warung makannya. Kamu tau kan, keluarga kami bukan dari keluarga terpandang kaya keluarga kamu. Kalo aku nggak bantuin bunda, gimana aku bisa bayar rumah… ehmm… maksud aku sekolah? Coba kamu pikirin! Jadi tolong bilang sama guru-guru kalo aku lagi di luar kota, ada urusan penting. Dan tolong sampein permohonan maaf aku sama semua warga sekolah. Dan kamu, jangan hubungin aku dulu sebelum aku hubungin kamu, jangan berani-beraninya datang ke rumahku. Aku nggak mau kerjaan aku di warung makan bunda terbengkalai cuma untuk nerima SMS atau telepon kamu. Satu lagi, aku nggak pernah selingkuh, berniat selingkuh juga nggak! Aku cuma sayang sama kamu, Sya. Aku sayang sama kamu, Meisya.” TUT… TUT… TUT… tiba-tiba telepon terputus. Aku sangat bersyukur Ryan mulai menghubungiku, walaupun dengan tegas Ryan melarangku untuk menghubunginya sebelum dia yang menghubungiku.
2 hari menjelang ulang tahun
Semakin mendekati hari lahirku, Ryan belum juga menghubungiku. Barang 5 menit saja! Kiriman paket kado yang biasanya dia kirim seminggu sebelum hari ulang tahunku tiba pun belum datang! Yang awalnya aku curiga, sekarang aku merasa khawatir dengan keadaan Ryan. Aku segera menelepon Eva. Kebetulan rumah Eva dan Ryan berdekatan. Tapi selama ini Eva selalu menghindar ketika aku bertanya tentang Ryan. Kali ini aku berniat untuk mendesak Eva menceritakan semua yang terjadi. Satu kali, dua kali, tiga kali aku telepon Eva, sama sekali tidak ada jawaban. Setelah panggilan ke empat, baru Eva menjawab. Aku langsung meminta Eva datang ke rumahku.
Tiga puluh menit kemudian Eva datang, mukanya kelihatan sangat pucat. Aku tak tega melihat keadaan sahabatku seperti itu. Aku langsung menuntun Eva menuju kamarku. Aku bertanya-tanya dalam hati, apa yang terjadi pada sahabatku yang manis ini? “Sya,” Aku tersenyum lega mendengar Eva mulai dapat berbicara, wajahnya pun sudah tidak begitu pucat. “Aku takut, Sya. Di perjalanan menuju rumah kamu, bahkan dari mulai aku keluar pagar ada yang mengikutiku. Begitu aku sampai perempatan rumah kamu, dia menghalangi jalanku. Kemudian, dia nitip ini.” Eva menyerahkan kotak yang dibungkus kertas berwarna biru, warna favoritku. “Va,” Eva menatap ke arahku. Tatapan yang tidak pernah diperlihatkan kepadaku. “Siapa orang yang ngikutin kamu?” Eva menutup matanya dan menghela napas, dia mengambil masker di atas tempat tidurku, lalu menutup mulut dan sebagian hidungnya. Aku paham apa maksudnya, orang itu menggunakan topeng yang menutupi sebagian wajahnya. Aku sangt penasaran, apa yang ada di dalam kotak ini? Begitu aku ingin membukanya, Eva mencegahku untuk membukanya. Eva bilang aku baru boleh membukanya nanti, tepat di hari ulang tahunku. Maka aku letakkan kotak itu di atas meja belajarku. Ku urungkan niatku untuk mendesak Eva menceritakan keadaan Ryan saat ini. Aku merasa tidak tega melihat sahabatku yang sedang ketakutan parah.
Hari ulang tahun
Sudah dua hari semenjak kejadian pemberian ‘kado’ misterius itu, dan hari ini adalah hari ulang tahunku. Aku tak sabar ingin membukanya setelah pesta usai nanti. Dan sampai hari ini, Ryan tidak menghubungiku sama sekali. Ryan sama sekali tidak mengucapkan selamat ulang tahun kepadaku. Jujur saja, aku sedikit marah. Kenapa orang yang aku tunggu-tunggu di hari spesialku ini malah tidak ada kabar sama sekali. Aku curiga Ryan dan Eva ada apa-apanya. Mereka berdua mungkin sedang berkencan malam ini. Karena malam ini Eva juga tidak datang ke acara ulang tahunku.
“DUAR! Hayo, Meisya, kamu kenapa ngelamun aja? Kita ngumpul-ngumpul, yuk, sama yang lain? Oya, Eva mana? Ryan? Kok kayanya mereka nggak keliatan, ya?” Aku terkejut melihat Mira tiba-tiba sudah ada di dekatku. Aku hanya tersenyum dan menggeleng, tanda aku tidak tahu ke mana mereka berdua. Mira kembali berkumpul bersama teman-teman yang lain. Sedangkan aku, sang ‘Ratu’ di dalam pesta malah asik melamun di depan pagar.
Dari kejauhan aku melihat perempuan menggunakan gaun selutut berwarna ungu sambil membawa sepatu berhak tinggi berwarna senada lari ke arahku. EVA! Akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga. Tapi Eva hanya datang sendiri. Mana Ryan? Tanyaku dalam hati.
Eva sampai di hadapanku. Eva masuk ke garasi dan mengambil sepedaku. Eva menyuruhku untuk duduk di belakangnya. Lalu kami pun meluncur pergi meninggalkan pesta. Detak jantung Eva sangat cepat dan terdengar jelas di telingaku. Apa lagi yang terjadi dengan Eva sebenarnya? “Eva, kita mau kemana sekarang? Kamu kenapa keliatan panik?” Tanyaku pada Eva. Tapi Eva hanya diam saja.
Sekitar satu jam kemudian aku dan Eva berhenti di depan sebuah rumah sakit. Rumah sakit khusus bagi para penderita kanker. Perasaanku semakin tidak enak. Untuk apa Eva membawaku ke rumah sakit ini? Siapa yang dirawat di sini? Ibunya? Ayahnya? Atau neneknya? Aku semakin bertanya-tanya. Eva memarkir sepedaku sembarangan, lalu menarikku masuk ke rumah sakit.
Di dalam rumah sakti terlihat banyak orang yang sepertinya aku kenal. ITU BUNDANYA RYAN! Aku berlari menghampiri beliau. Aku melihat air mata membasahi pipinya yang tirus. Tante Renai, bunda Ryan, memelukku erat. Beliau menuntunku memasuki sebuah kamar. Dan aku melihat Ryan! Aku benar-benar tidak tau apa yang aku rasakan saat ini. Seperti ribuan, bahkan jutaan pedang menusuk dan merobek hatiku menjadi serpihan-serpihan kecil, lebih kecil dari debu.
Aku bingung apa yang harus aku lakukan. Aku melihat dokter sedang melakukan kejut jantung pada Ryan. Beberapa menit kemudian, para perawat menutup seluruh tubuh Ryan dengan selimut putih yang dikenakannya.
Dokter keluar dari kamar Ryan, wajah dokter itu terlihat sangat menyesal. “Bu, mohon maaf. Kami sudah berusaha menolong anak ibu untuk sembuh. Tapi ternyata Tuhan berkehendak lain. Anak ibu sudah tiada.” Kemudian dokter itu melangkah pergi meninggalkan tante Renai, aku, dan Eva. Tante Renai terlihat sangat shock! Eva mencoba menenangkan tante Renai. Sedangkan aku memberanikan diri masuk ke kamar rawat Ryan. Aku membuka kain putih yang menutupi wajah Ryan.
Ryan kekasihku yang sangat aku cintai pergi meninggalkanku tanpa pamit. Air mataku menetes perlahan. Aku merebahkan kepalaku di atas jenazah Ryan. Tak lama kemudian mama dan papaku, beserta Mira datang untuk menjemputku. Mereka membujukku untuk pulang, tapi aku tak ingin pergi meninggalkan Ryan. Aku masih sangat merindukan Ryan.
Ryan baru akan dimakamkan besok pagi, karena ini sudah larut malam. Semalaman ini aku tidak bisa tidur, memikirkan Ryan. Aku tak menyangka Ryan akan pergi secepat ini. Aku belum sempat meminta maaf karena sudah menuduh Ryan berselingkuh dengan Eva. Aku dan Ryan sudah berpacaran sejak aku masih duduk di bangku kelas 3 SMP. Dan hari ini, tepat di hari ulang tahunku, hari spesialku, Ryan pergi, meninggalkan sejuta kenangan manis yang tak akan pernah aku lupakan seumur hidupku. Ryan memang sudah meninggal, tapi cinta Ryan tetap ada dan tetap aku rasakan selamanya… selamanya… dan selamanya.
Ah, aku teringat ‘kado’ misterius itu! Apakah itu dari Ryan. Aku segera mengambilnya di atas meja belajarku. Pelan-pelan aku sobek pembungkus berwarna biru itu. Di dalamnya ada kotak musik yang terbuat dari kayu. Aku membuka kotak kayu yang ternyata itu adalah kotak musik, di dalam kotak musik itu ada kalung dengan liontin berbentuk oval. Motif liontin itu seperti gambar menara eiffel di Paris. Aku membuka liontin itu, di dalamnya terdapat dua buah foto. Di sebelah kiri foto Ryan, di sebelah kanan fotoku bersama Ryan ketika kami sedang berlibur berdua ke daerah Jawa Barat. Di bawah kotak musik tertempel selembar kertas. Aku mengambilnya.
Dear, Meisya yang cantik
Selamat ulang tahun ya, sayang. Maafin aku, ya, aku nggak bisa dateng ke pesta ulang tahun kamu. Aku doain supaya kamu panjang umur, murah rezeki, dan gampang dapet jodoh :p
Sya, aku cuma bisa nitipin kado sederhana ini ke Eva untuk dikasih ke kamu. Semoga kamu suka ya kalung sama kotak musiknya. Aku pesen liontin di kalung itu udah lama banget, aku inget kalo kamu suka menara eiffel, dan kamu mimpi buat dateng ke sana kan? Semoga tercapai ya, sayang. Maaf aku nggak bisa temenin kamu ke Paris nanti. Tapi aku selalu doain kamu biar kamu bisa dateng ke Paris. Kamu belajar yang pinter ya, pokoknya harus juara kelas terus! Sekali lagi, HAPPY BIRTHDAY MY LITTLE QUEEN MEISYA! I love you, forever 8
Dari Pangeran kegedean kamu, RYAN.
Jadi, kado ini dari Ryan? Ryan udah nyiapin semuanya sebelum pergi? Ryan emang bener-bener cowok terbaik yang pernah aku kenal, setelah papa. Aku langsung memakain kalung pemberian Ryan. Kalungnya sangat indah, mungkin terbuat dari bahan emas. Entah berapa harganya, pasti mahal!
Pagi ini hari pemakaman Ryan. Aku datang ditemani kakak laki-lakiku. Aku menolak ketika aku dituntun untuk berjalan menuju area pemakaman. Aku masih kuat, aku tidak lemah! Aku biarkan kakak laki-lakiku berjalan di belakangku. Begitu sampai di makam, Ryan sudah selesai dimakamkan. Yang tersisa hanyalah Mira dan tante Renai. Mereka memelukku erat. Mira mengeluarkan sesuatu dari tas kecil yang selalu dibawanya. Kemudian mereka pergi meninggalkanku dengan abangku di pemakaman. SURAT!
Apa sih yang kamu rasain waktu kamu jatuh cinta sama aku, Sya?
Pasti bahagia, kan?
Aku juga bahagia, apalagi aku jatuh cinta sama kamu.
Aku lebih bahagia lagi ketika aku tau kamu jatuh cinta sama aku.
Waktu awal-awal kita jadian, kamu bahagia kan?
Sekarang juga harus gitu.
Kamu inget nggak aku pernah bilang, setiap ada pertemuan pasti berujung perpisahan?
Apapun bentuk perpisahan itu.
Sekarang saatnya aku harus pergi dan kita harus berpisah.
Kamu harus tetep bahagia, bahkan tertawa mengiringi kepergian aku.
Aku nggak suka ngeliat kamu sedih.
Udah ya, jangan nangis terus.
Kamu masih inget percakapan terkahir kita di telepon?
AKU SAYANG KAMU, MEISYA :) !
Ryan tidak seperti kebanyakan laki-laki seusianya, yang suka tawuran, mer*kok, berjudi, bahkan mabuk-mabukan dan menggunakan nark*ba! Ryan sama seperti halnya ‘anak rumahan’. Sehabis pulang sekolah, pasti langsung pulang ke rumah, tidak pernah keluyuran kemana-mana. Di rumah pun Ryan tidak hanya santai-santai, Ryan membantu bundanya melayani pelanggan di warung makan milik bundanya. Semua itu dilakukan Ryan semenjak ayahnya meninggal. Ryan prihatin melihat kondisi bundanya yang susah-susah banting tulang, hanya untuk membiayai sekolah Ryan.
Ryan memang laki-laki yang bisa dibilang tampan. Tapi aku mencintai Ryan bukan karena Ryan tampan, tapi karena Ryan adalah laki-laki yang sangat perhatian. Ryan sangat anti menyakiti hati perempuan. Ryan bilang, jika Ryan sampai melukai hati perempuan, sama saja Ryan menyakiti perasaan ibunya yang juga seorang perempuan. Ryan juga laki-laki yang romantis. Tak jarang Ryan mengirimkan aku dua sampai lima puisi setiap hari. Dan semua puisi buatan Ryan aku salin kembali di dalam buku harianku, kini buku harian itu menjadi buku kenangan antara aku dan Ryan. Betapa beruntungnya aku pernah menjadi kekasih Ryan, pernah dicintai Ryan. Ryan adalah laki-laki terhebat kedua setelah papa. Semoga Ryan bahagia di alam sana :’) RYAN I LOVE YOU
TAMAT
Cerpen Karangan: Aisyah Lee

Tidak ada komentar:

Posting Komentar