Sabtu, 16 November 2013

Cerpen - Langit Hitam dan Anyelir

“Jika ini adalah masa depan yang kau gambarkan, aku ingin menatap langit yang sama dengan perasaan yang sama. Bersamamu…. Tapi, jalan takdir ini berbeda”.
Aku benci hujan, harusnya hujan tak turun hari ini, di musim ini. Lihat! gaunku basah dan makeup ku luntur. Aku terlihat buruk sekarang. Aku benar-benar benci hujan dan langit hitam itu…
Seorang gadis bergaun kuning tengah berdiri terdiam di tengah sebuah jalan yang sepi dan lenggang. Tubuhnya basah kuyup karena sejak satu jam tadi hujan telah mengguyur tempat itu. Matanya yang sendu menatap langit hitam di atasnya dengan kesedihan. Tidak ada yang tahu jika mata itu kini menangis, karena air hujan telah membawa airmatanya jatuh ke bumi. Ditatapnya seikat bunga anyelir pink basah yang sedari tadi digenggamnya, kesedihan semakin terlihat di raut wajahnya. Berbeda sekali dengan beberapa jam lalu saat ia membeli bunga itu.
Flash back on
“Pagi…” Sapa seorang wanita penjaga toko bunga ramah menyambut seorang gadis bergaun kuning yang menjadi pembeli pertamanya pagi ini. Gadis itu membalasnya dengan senyuman lebar yang ceria.
“Pagi kakak!”
“Ahh, Joo-ya! ternyata kau, aku hampir tidak mengenalimu dengan pakaian seperti ini” ucap penjaga toko itu terkejut mengetahui pembelinya adalah orang yang ia kenal dengan penampilan yang tidak biasanya.
Min In Joo nama gadis itu masih tertawa sambil menggaruk pipinya yang tidak gatal.
“Tidak pantas ya kak?” Tanya In Joo ragu. Penjaga toko itu mendekat, ditatapnya wajah In Joo lekat-lekat.
“Kau bahkan berdandan, apa ini hari spesial?. Jangan-jangan kau akan pergi kencan ya?, denngan siapa, apa aku mengenalnya?”
“Aku tidak bisa menjelaskannya kak, tapi… Aku membutuhkan bantuanmu sekarang”
“Ah begitu ya…” terlihat kekecewaan dari wajah si penjaga toko. “Baiklah, aku akan menunggumu menceritakannya padaku. Apa yang kau butuhkan? Apa kau memerlukan bunga?”
“Eumm iya, tapi aku tidak tahu bunga apa yang harus kubawa untuk hadiah ulang tahun”, jawab In Joo, pandangannya memutar melihat setiap bunga yang ada di toko itu.
“Memangnya bunga apa yang dia suka?” Tanya si penjaga toko. Terlihat In Joo berpikir sejenak lalu sedetik kemudian ia menjawab.
“Aster, aster putih..”
“Tampaknya pacarmu berhati lembut ya, aster putih simbol cinta, keindahan dan kesabaran. Baiklah akan aku siapkan untukmu” terang si penjaga toko, Joo tersenyum simpul mendengarnya. Sementara In Joo menunggu bunga yang ia pesan. In Joo mengitari isi toko kecil itu, dipandangnya bunga-bunga yang indah, segar dan wangi berjejer rapi ditempatnya. Tiba-tiba matanya tertuju pada satu ikat bunga cantik bewarna pink yang terletak di pojok ruang toko.
“Kak ini anyelir kan?” Tanya In Joo. Penjaga toko menoleh sesaat.
“Iya, benar” jawabnya singkat, tangannya masih terlalu sibuk membungkus Aster pesanan Joo.
“Kak, aku ambil ini saja” ucap In Joo tegas membuat si penjaga toko seketika menghentikan kegiatannya. Matanya menatap Joo dalam.
“Kau yakin?”
“Tentu” jawab Joo tanpa menoleh. Si penjaga toko mengangguk setelah ia yakin bahwa In Joo tau, Anyelir pink adalah bunga perpisahan…
Flashbak of
Hujan masih belum reda. Tubuh In Joo menggigil, namun kedua kakinya seolah menentang otaknya yang memerintahkan untuk beranjak dari tempatnya sekarang. Disini, di tempat ia selalu menunggu orang itu… orang yang membuat hatinya terasa sakit saat dia memikirkannya. Jika In Joo mampu mungkin dia akan membuang jauh-jauh semua memori tentang mereka, namun sayangnya Joo tahu ia tidak akan pernah mampu untuk melakukan itu.
“Joo-ya!” Seorang pemuda berkemeja putih berlari menerjang derasnya hujan. Pemuda itu terus berteriak memanggil nama In Joo sembari menghampirinya.
“Joo-ya, apa yang kau lakukan? kenapa kau hujan-hujan seperti ini?” teriak Lee Donghae, nama sang pemuda tepat di samping In Joo. Terlihat jelas kepanikan di wajah Donghae.
“Kau kan tidak bisa berada di tempat yang dingin, nanti kau bisa sakit, ayo kembali Joo-ya!”. Donghae menatap wajah In Joo yang terus menatap langit. Tatapan sendu itu menyadarkan Donghae akan sesuatu. In Joo menangis. Terlihat kesedihan yang mendalam dari sepasang mata indah gadisnya ini.
“Kau menungguku?” ucap Donghae melemah, ditatapnya In Joo dengan nanar.
In Joo menghela napasnya panjang setelah sekitar sepuluh menit lamanya keduanya saling terdiam. Akhirnya system sarafnya seolah kembali normal saat kedua kakinya berhasil melangkah meninggalkan Donghae. Hujan terlihat telah mereda, hanya gerimis kecil yang menemani langkah In Joo dan Donghae yang masih mengikuti tepat di belakang In Joo. Donghae mempercepat langkahnya mencoba menyamai langkah di samping gadis yang ia tahu tidak akan pernah menghiraukan dirinya ini.
“Aku tahu sekarang” Kata In Joo memecah keheningan. Donghae menoleh membulatkan kedua matanya.
“Apa?, Apa yang kau tahu Joo-ya?” tanya Donghae tidak sabar.
“Saat itu, ketika kau mengatakan hal itu. Ada sesuatu yang aku lupakan” kata In Joo. Donghae menatap penuh kebingungan.
Lima tahun yang lalu…
Terlihat dua siswa SMA sedang duduk di sebuah bangku taman sekolah mereka.
“Yeachhh berhasil!” teriak Donghae gembira, ia baru saja menyelesaikan level akhir dari game favorit di PSP kesayangannya. Joo yang sedari tadi tak melakukan apapun menetapnya dengan jengah.
“Ciihh menyebalkan” gerutu In Joo pelan namun masih bisa didengar telinga Donghae.
“Apa? Siapa yang menyebalkan?” Tanya donghae polos.
“Kau! jawab In Joo ketus. Donghae menggaruk-nggaruk kepalanya yang tak gatal, memikirkan kesalahan apa yang dia buat hingga membuat kekasihnya ini kesal.
“Aku kenapa?”
“Ck! Lihat dirimu ini, sudah setua ini masih saja bermain game, berteriak-teriak seperti anak kecil. Sok ramah pada semua orang. Aku heran bagaimana gadis-gadis itu menjadi penggemar makhluk seperti dirimu ini” jelas In Joo. Donghae hanya bisa menganga sesaat sebelum akhirnya tersenyum simpul.
“Mungkin karena aku pandai dalam fisika dan selalu menjadi juara umum selama dua tahun berturut-turut dan mungkin juga karena aku selalu terlihat keren ketika naik podium saat aku memenangkan berbagai cabang olahraga di festival sekolah. Sepertinya para gadis telah menyadari kharismaku sebagai bintang sekolah ya hahahaha” kata Donghae dan membuat In Joo semakin frustasi. In Joo menghela napasnya singkat dan menyandarkan punggungnya pada sisi belakang bangku, terlihat ia menundukkan kepalanya.
“Ada apa Joo-ya?” Tanya Donghae setelah menyadari ada sesuatu mengganjal yang sedang dipikirkan In Joo.
“Mungkin memang benar kata mereka” ucap In Joo dengan nada berat.
“Mereka? siapa?” Tanya Donghae. In Joo kembali mengangkat wajahnya menatap kedua bola matanya.
“Kakak kelas dan semua gadis di sekolah ini bilang kalau aku selalu membuntuti Lee Donghae, sok dekat dengan Donghae. Mereka bilang aku seperti debu yang menutupi sinar seorang bintang sekolah” jelas In Joo dengan wajah kusut dan bibirnya terlihat manyun persis seperti anak kecil yang sedang mengadukan kenakalan temannya, Donghae hanya tertawa kecil.
“Kau mendengarkan celotehan omong kosong seperti itu? Seperti bukan In Joo saja”.
“Pada awalnya aku juga tidak peduli, tapi lama-lama siapa yang tahan setiap pagi dibicarakan seperti itu haa?!” teriak Joo kesal.
“Mereka juga bilang, jika suatu hari kau bosan. Kau akan meninggalkanku” lanjut In Joo, kali ini dengan suara melemah.
“AAAWW” In Joo mengaduh kesakitan saat sebuah PSP berhasil mendarat tepat di kepalanya.
“Sakit tahu!” ucap In Joo kesal sambil mengusap kepalanya yang terasa perih. Donghae menggeser duduknya memperpendek jarak di antara keduanya.
“Joo bodoh dengarkan aku. Mulai sekarang jangan dengarkan mereka lagi. Mereka hanya sekumpulan manusia yang tidak tahu apa-apa. Mereka yang bilang aku sok dekat denganku tidak tahu kalau kita sudah saling mengenal sejak kita berusia enam tahun. Mereka yang bilang kau selalu membuntutiku tidak pernah tahu kalau aku yang masih kecil selalu bersembunyi di belakangmu saat ketakutan dari anak-anak nakal di SD. Mereka juga tidak tahu kalau kau adalah gadisku sejak kita duduk di kelas 3 SMP, dan satu hal yang harus selalu kau ingat. Aku tidak akan meninggalkanmu Joo.” Jelas Donghae panjang lebar dengan penekanan di bagian akhir kalimatnya.
In Joo hanya terdiam tidak tahu apa yang harus ia katakan. Namun dia bisa merasakan tatapan mata Donghae yang tulus membuat jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Ini seperti sebuah janji.
“Lihat itu!” lanjut Donghae. Kedua matanya menatap langit biru di atasnya. Reflek In Joo juga mengikuti arah pandang Donghae.
“Jika hari ini langit biru itu berubah menjadi hitam di saat itulah mungkin aku bisa meninggallkanmu” ucap Donghae lirih. In Joo mengalihkan pandangannya kearah Donghae dengan heran, sesaat ia mendengus kesal.
“Mana mungkin hujan turun di musim kemarau panjang seperti ini. Donghae bodoh!” sanggah In Joo kesal, mood baiknya kini kembali turun.
“Makanya, mana mungkin aku meningggalkanmu. Joo bodoh!” balas donghae dengan senyum menyeringai dan kembali akan memukul kepala kekasihnya. Namun berhasil In Joo cegah.
“Jangan memukulku lagi!”
“Kau tidak mau?” Ucap donghae sembari menggoyang-goyangkan dua buah bungkusan ice cream di tangannya yang tadi akan ia gunakan untuk memukul kepala In Joo. Sontak kedua buah mata In Joo langsung membulat melihat dua ice cream lollipop fruith kesukaannya terpampang di depannya.
“Mau!” Teriak In Joo sembari menyambar satu buah ice cream yang sangat menggoda di cuaca yang sangat panas ini. Dengan cekatan keduanya membuka bungkus ice cream masing-masing kemudian menikmatinya bersama dengan penuh kebahagiaan. Benar-benar terlihat seperti anak kecil.
“Ice creamnya agak mencair” kata Donghae
“Itu karena kau tidak langsung memberikannya padaku” balas In Joo
“Aku lupa karena terlalu bersemangat bermain PSP” sesal Donghae
“Dasar Donghae memang bodoh! Bodoh! Bodoh!” Donghae tersenyum lebar dengan kedua mata sipitnya yang membentuk eye smile. Senyum indah yang takkan pernah bisa dilupakan In Joo, seumur hidupnya.
Joo teruslah seperti ini. bersamaku menatap langit biru itu
Hujan sudah benar-benar reda. In Jo berdiri tepat di depan sebuah makam. Tatapannya yang kosong dan nanar menatap gundukan tanah di depannya. Tak jauh di sampingnya Donghae turduduk lesu di atas sebuah batu nisan dari makam yang lain.
“Kau tahu apa yang aku lupakan?” ucap In Joo datar. Tanpa mengalihkan pandangannya Donghae mengangkat wajahnya yang tertunduk.
“Kau memang pandai di pelajaran fisika, tapi aku lupa kalau kau bodoh dalam bidang geografi sampai kau tidak tahu akibat pemanasan global membuat iklim menjadi kacau. Bahkan hujanpun bisa turun di musim sepanas ini” lanjut In Joo. Terlihat butiran air membentuk sungai kecil di kedua pipinya, membuat donghae bangkit dari duduknya. Tangan kanannya terangkat mencoba menggapai wajah In Joo, namun detik berikutnya tangannya terhenti di udara
“Saranghae, jeongmal saranghae Joo-ya ucap donghae lirih dan lembut. Menatap wajah gadis di depannya dengan kesedihan yang sulit terungkapkan. Donghae hanya berharap kali ini angin sedikit berbaik hati menyampaikan bisikan suaranya ke telinga In Joo, namun ia tahu itu tidak mungkin. Terlihat In Joo menundukan kepalanya sejenak, membuat rambut panjangnya yang basah terjuntai menutupi wajahnya donghae terus memperhatikan, tangan In Joo yang berusaha mengusap air matanya sendiri. Wajah In Joo kembali terangkat.
“Ck! Kenapa kau membuat janji yang bodoh” kali ini donghae melihat In Joo tersenyum, senyum yang menyakitkan baginya.
In Joo menghela nafas panjang.
“Jika ini adalah masa depan yang kau gambarkan. Aku akan terus menatap langit yang sama dengan perasaan yang sama.”
In Joo mengadahkan kepalanya lagi. Menatap langit yang hitam.
“Karena aku tahu, kau ada disana”
In Joo kembali tersenyum, namun kali ini senyumnya terlihat berbeda. Senyum hangat yang membuat Donghae merasa lebih baik, lebih tenang…
In Joo meletakkan seikat bungga anyelir pink di atas sebuah batu nisan di hadapannya. Sudah lima tahun sejak Donghae pergi, tepat dihari ulang tahunnya. Ya, hari ini adalah hari ulang tahunnya sekaligus hari kepergiannya.
In Joo membalikkan badannya beranjak melangkah pergi meninggalkan Donghae di belakangnya. Donghae terus menatap punggung In Joo yang semakin menjauh. Ia memutuskan untuk tidak lagi mengikuti In Joo.
Sore ini langit hitam telah berlalu, digantikan langit cerah dengan bias-bias cahaya matahari bernuansa orange yang hampir terbenam. Mengiringi hilangnya sosok pemuda berkemeja putih yang tersenyum dengan tenangnya…
“Hiduplah dengan bahagia, Joo-ya”
Senja yang indah dengan genangan air hu
jan di sebuah kompleks pemakaman. Terlihat sebuah bunga anyelir pink di atas sebuah batu nisan berukiran sebuah nama “Lee Donghae”
“Apa kau tahu apa arti anyelir pink? Anyelir pink, bunga yang berarti… Aku tidak akan melupakanmu” …
END
Cerpen Karangan: Wiwin Zala

Tidak ada komentar:

Posting Komentar