Senin, 11 November 2013

Cerpen - My Last Love

“RAIHAN.. tunguin rara…”
“Rara.. ada apa ra?”
“Pulang bareng yuk rai”
“He.. tumben banget mau pulang bareng rai..”
“kenapa… gak boleh rara pulang bareng sama rai ya?”
“hmmm… boleh.. tapi kok tumben aja gitu, biasanya gak mau rai antarin pulang”
“yuk donk raihan, rara kangen nih sama raihan”, rara tersenyum manis di depan ku…
Aku membalas senyumnya dengan hangat. Rara menggandeng tangan ku, tidak biasanya dia seperti ini. Aku dan rara sudah lama berpacaran, dan selama aku berpacaran dengannya dia tidak pernah mau menggandeng tangan ku alasannya sih takut diledekin orang banyak. Aku ya… nurut aja apa yang diinginkannya. Tapi hari ini berbeda sangat berbeda.. sepanjang jalan menuju parkiran bersamaku dia tersenyum lebar, menggandeng tanganku erat.
Aku menyalakan motorku. Rara duduk di belakang ku, dan memelukku dari belakang. Dengan perasaan yang penuh dengan tanda tanya yang besar aku mengandarai motorku dengan perlahan. Aku tau rara takut sekali kalau aku mengendarai motor dengan laju.
“Rai..”
“Ya ra.. ada apa?’
“Kita jalan jalan dulu yuk”
“Serius ni.., ntar kamu kena marah pulang nya telat”
“Gak kok rai.. tadi rara udah bilang sama mama rara mau jalan jalan dulu sama rai..”
“Kok diizinin sih…”
“Rai ini aneh banget sih.. kemarin marah marah sama rara, katanya rara gak mau diajak jalan, sekarang kok rai yang bingung?”
“He.. bukannya gitu ra.. biasanya kan mama rara gak pernah iziznin kita jalan bareng say..”
“mama udah ngertiin rara kok rai..”
“oooo.. ya udah.. rara mau jalan kemana?”
“heeee… kemana yaaa.. ke taman biasa aja yuk say”
“oce deh”
Aku membawanya ke taman biasa kami kunjungi. Sesampainya disana rara terlihat riang sekali. Sepertinya dia sangat senang jalan dengan ku. Kami menghabiskan waktu bersama di taman. Aku merasa sangat heran sudah sore begini rara tidak menunjukkan tanda tanda untuk mengajak ku pulang. Aku mengahampiri rara yang duduk di bangku taman. Sekali lagi dia tersenyum manis dengan ku. Aku menatapnya dalam. Kami saling bertatapan. Ada perasaan sedih yang melandaku tiba tiba saat aku menatapnya. Ingin sekali aku memeluknya.
“Ra.. kamu baik baik aja kan say..”
“Kenapa rai.. memangnya rara kelihatan seperti orang sakit ya..?”
“gak sih.. tapiii…”
Astaga… tiba tiba rara memelukku… dan anehnya lagi aku tidak merasa senang, aku malah merasa sedih saat rara memelukku. Aku merasa ada yang aneh dengannya hari ini.
“Ha… rara… jangan jangan… cincin yang rai kasih hilang ya…”
“apa…”, muka rara berubah kesal padaku..”
Aku lebih senang melihat dia seperti ini.
“kamu gak bisa romantis dikit ya…”
“terus.. kenapa kamu hari ini.. tiba tiba ngajak pulang bareng… jalan bareng.. terus kenapa meluk rai.. biasanya kalau kayak gini kamu berbuat sesuatu yang tidak menyenangkan.. atau menghilangkan sesuatu”
“raiiiii… rara mencubit lengan ku keras…”
“duh.. duh…. rara.. apaan sihhh… sakit tau…”
“biarin habis nya rai ngeselin sih.. nih lihat cincin rai masih rara pakai..”, rara cemberut.
Aku merasa bersalah, tapi sedikit senang melihatnya cemberut.
“Rara maafin rai ya… pleaseee”
“rara mau maafin rai…t api rai harus terima tantangan dari rara”
“yeahhhh…”
“ya udah kalau gak mau ya gak apa-apa”
“iya deh…apa tantangannya?”
Rara tersenyum padaku, dia kembali menatap ku.
“kalau rai berhasil sehari aja gak ada komunikasi, gak ada sms gak ada telfon gak ke rumah rara, gak temuin rara di kelas rara, rara maafin rai dan bakalan sayang sama rai sampai kapan pun.. rara janji rai jadi cinta terakhir rara”
“ok… kalau rai berhasil.. rai bakalan tagih janji rara sama rai..”
“iya raihan… he”
“pulang yuk rara, udah hampir malam ni, entar mama rara nyariin lagi”
Rara hanya diam. Dia mengikutiku setelah aku menyalakan motor. Kami pulang hampir malam. Di atas motor rara hanya diam, tidak cerewet seperti tadi. Dia memeluk pinggang ku dengan tangannya yang dingin. Aku memegang tangannya. “rara sayang sama raihan lebih dari raihan sayang sama rara”, bisik rara di telinga ku. Aku memegang tangannya begitu erat. kenapa aku merasa sangat sedih. Aku tidak tau apa yang aku rasakan sekarang, aku hanya tidak ingin kehilangan gadis ini. Yang aku tau, hatiku sangat menyayangi rara.
“raihan.. semoga sukses ya melewati tantangan rara”, rara turun dari motor.
“iya rara, masuk lah, ntar mamanya marah”
Rara hanya berdiri di depanku. Menatapku. Seakan ingin mengatakan sesuatu, tapi tidak berani untuk mengungkapkannya.
“ya udah.. rai pulang dulu ya”, aku bersiap untuk pulang, walaupun rasanya tidak ingin pulang”
“rai.., panggil rara”
“ya ra..”
“CUP”
Aku terkejut, dia mengecup pipiku, aku senang, aku membalas nya. Aku mencium kening nya. Dia menatapku lekat. Aku kembali menyalakan motorku dan berlalu dari hadapannya.
Seharian aku tidak melihat rara, aku tidak kasih kabar padanya, rara juga tidak ada kabar. Aku benar benar merasa aneh hari ini. Aku ingin meng callnya tapi kuurungakn niat ku, aku sudah janji pada rara untuk tidak berkomunikasi pada rara satu hari saja. “yeahhhh… sudah terlanjur berjanji apa boleh buat, toh Cuma sehari”, aku bergumam sendiri. Hari ini aku bermalas malasan saja di kelas.
Malam pun tiba, “sial kan malam minggu”, aku kesal sendiri. Biasanya jam segini aku sudah nongkrong di rumah rara. Tapi karena janji itu aku terpaksa di rumah dengan mbok iyem pembantu di rumah ku. Ayah dan ibuku sedang tidak ada di rumah. Jadi sendirianlah aku malam ini dan akhirnya aku putuskan untuk tidur saja sambil menunggu besok pagi.
Aku terbangun, dengan muka yang sangat tidak enak dipandang aku mengambil hp ku, berharap ada berita dari rara, tapi tidak ada sms dari rara yang kuterima. Aku kesal sendiri. Aku putuskan untuk ke rumahnya hari ini. Hatiku sungguh tidak tenang, ingin segera bertemu dengan rara. Setelah aku mengemasi diriku, aku bergegas pergi ke rumah rara.
Sesampainya disana aku sangat terkejut, “ya tuhan.. apa yang terjadi”, kenapa begitu banyak orang disini. Aku sangat cemas saat ini. Kenapa ada bendera putih di rumah rara, siapa yang meninggal. Aku berjalan perlahan menuju rumahnya. Disana aku melihat mama rara menangis. Mama rara menatap ku. Dan menghampiriku.
“RAIHAN…”
“ya tante, kenapa disini banyak orang, siapa yang meninggal tante”, Tanya ku cemas.
Mama rara memelukku. Dia menangis sejadi jadinya. Dia memelukku erat, erat sekali. “Raihan.. maaf.. rara sudah gak ada, rara sudah meninggal, rara meninggal tadi malam, rara terkena kanker otak, dokter sudah memvonis rara hanya punya 24 jam untuk hidup, maafkan tante gak bilang hal ini sama raihan”
Aku terkejut, kakiku lemas, rasanya tidak kuat untuk berdiri lagi. Aku tidak percaya apa yang dikatakan mama rara.
“tante… raihan gak suka candaan tante”, suara ku bergetar. Tangisku ingin meledak mendengarnya. Mama rara menyodorkan sepucuk surat untuk ku
“dari rara.. rara menyuruh tante ngasih surat ini kalau dia sudah gak ada, maaf kan tante raihan”
Aku mengambil surat dari rara dan membacanya.
“KAMU BERHASIL SAYANG, BISAKAH KAMU MELAKUKAN ITU SETIAP HARI TANPA KU?
I LOVE YOU, AKU MENCINTAIMU SELAMANYA”
Aku masuk, dan melihat rara terbaring tidak bergerak, aku mendekatinya, menggennggam tangannya, tangannya sangat dingin, rara kelihatan pucat, air mataku menetes perlahan, “rara… bangun sayang…”, aku berusaha membangunkannya, aku menagis di depan rara. Aku tidak akan pernah melupakan mu rara. Rara akan selalu ada di hati raihan selamanya.
Cerpen Karangan: Nur Aini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar