Senin, 11 November 2013

Cerpen - Senyuman Terakhir Untuknya

Malam itu doni datang menjemputku dilengkapi dengan baju kotak-kotak berwarna hitam dan ditemani dengan motor kesayangannya, sungguh perasaan ku pada saat itu sangat senang ia datang menjemput dan mengajakku jalan-jalan.
“desi malam ini kamu terlihat anggun ya…?” sambil menatap mataku.
“masa sih…? Hehehe makasih kamu itu ya kerjaannya ngegombal terus.” jawabku sambil tersenyum sipu malu.
Tatapan doni membuatku lemah dan membuatku berpikir bahwa aku sangat takut kehilangan dirinya. Aku tidak ingin dia pergi meninggalkan aku.
“desi..? Kamu mau kan jadi cinta terakhirku..?” tanya doni sambil memegang tanganku dan memperlihatkan cincinnya kepadaku.
Dengan rasa bahagia aku menerima cincin itu.
“aku mau doni, tapi aku takut kehilanganmu.” dengan perasaan bimbang.
“kamu jangan takut aku disini selalu di sampingmu menemanimu saat kamu membutuhkanku.” jawabnya sambil memeluk erat tubuhku.
Walaupun aku dan doni banyak perbedaan yang selalu menghambat hubungan kami. Namun, kami tetap tegar untuk menghadapinya. Memang orang tuaku melarangku untuk berhubungan dengannya. Karena dia berasal dari keluarga sumatera sedangkan orang tuaku menginginkan keluarga jawa asli.
Keesokan harinya aku dan doni pergi ke sebuah tempat. Dimana tempat itu salah satu tempat favoriteku.
“des, ikut aku. Aku mau bawa kamu ke tempat paling kamu sukai…?”
“kemana..?” dengan perasaan bingung dan gelisah.
“udah ikut aja..!”
Tiba-tiba doni menunjukkan sesuatu yang paling indah sekali. Dia membuat taman ini menjadi berbentuk hati yang bertuliskan “i love you desi”. Aku merasa sangat terharu tidak ku sangka sebesar ini cinta doni dia rela membuat dan merubah taman ini menjadi taman kenangan kita berdua.
“kamu suka kan des…?”
“aku nggak bisa berkata apa-apa lagi. Boleh kan kalau aku memelukmu doni..?” sambil memeluk doni dan meneteskan air mata di bahunya..
“kenapa kamu nangis…? Aku buat ini special untukmu. Karena kamu cinta untukku.” jawabnya sambil mengusapkan air mataku.
“aku bukan sedih don, aku bahagia. Aku bener-bener cinta sama kamu dan nggak mau kehilanganmu..”
Perasaanku sangat senang doni memang sosok lelaki yang baik dan sabar. Namun, aku sedih berhubungan dengan dia. Aku takut perasaan yang aku takuti itu menjadi kenyataan yaitu “aku harus pergi meninggalkan dia selamanya”. Dengan perasaan berat dan tegar aku selalu bersembunyi tentang penyakitku yang mungkin tidak bisa disembuhkan.
“des… kamu kenapa…? Kok ngelamun..?”
“oh maaf.. Aku nggak apa-apa kok don..” jawabku sambil memegang kepalaku yang tiba-tiba pusing.
“ya allah des kamu kenapa..? Kok hidung kamu mimisan..? Sini aku bersihin.” sambil mengambil tisu.
“aku nggak apa-apa kok doni..” jawabku sambil memegang tangannya yang sedang membersihkan hidungku yang dipenuhi darah.
“kalau kamu nggak kenapa-kenapa mana mungkin bisa keluar darah. Udah kamu diem ya aku bersihin atau aku bawa ke dokter..?”
“nggak don. Nggak usah kita pulang aja mungkin aku kecapean.”
“oh ya udah tapi kamu kuat nggak des..”
“kuat..”
Dengan penuh perhatian doni. Doni langsung mengantarkanku pulang. Di perjalanan aku hanya bisa menangis dan melihat cincin yang ia beri kepadaku di malam hari itu. Aku tak kuasa menceritakan semua ini kepada dia. Aku takut ia menyesal telah mencintaiku.
3 bulan kemudian…
Penyakitku semakin menjadi-jadi perasaanku sakit kepalaku pusing. Mukaku pucat dan rambutku rontok-rontok di sekujur tubuhku. Menangis mungkin itu adalah caraku untuk melawan sedih dan sakitku. Tiba-tiba doni datang ke rumah sakit dan menjengukku. Namun, wajahnya terlihat sangat sedih entah apa yang membuat dia seperti itu.
“hei, des.. Aku datang aku bawain kamu bubur makan ya aku suapin..?” jawabnya sambil menatap mataku dengan penuh kesedihan yang ia pendam.
“iya doni sayang. Kamu kenapa mukanya kok kusut gitu…? Aku kan nggak apa-apa.” jawabku sambil memegang wajahnya.
“kenapa kamu bohong kamu sama aku sih des..? Kamu bilang kamu mencintaiku, kamu mau jadi cinta terakhirku. Tetapi, kamu sembunyiin hal ini dari aku.” tanyanya sambil meneteskan air mata di hadapanku.
Aku sangat sedih, perasaanku sakit. Aku bimbang bagaimana lagi aku bicara dengan dia tentang penyakitku. Aku tidak ingin dia meninggalkan aku dengan waktu yang tersisa ini.
“aku cuman nggak mau kamu ninggalin aku don, kamu pergi dari aku dan yang paling aku takutkan kamu menyesal telah mencintai aku..”
“dengarin aku, sampai mati aku nggak akan bisa melepaskanmu. Aku cinta sama kamu desi. Aku mau kamu nemenin aku selamanya. Kita bangun keluarga sendiri dan aku mau kita nantinya seperti pasangan yang selamanya bersama sampai aku dan kamu tidak ada di dunia ini lagi..” jawabnya sambil memelukku dan meneteskan air mata.
“don…? Aku nggak bisa. Hidup aku tinggal menghitung waktu. Tapi, aku janji aku bakal nemenin kamu selamanya aku akan selalu hidup di hati kamu meski aku tak hidup di dunia ini. Kamu jangan sedih aku nggak suka kamu cengeng nanti ganteng kamu hilang. Ayolah senyum doniku sayang..”
“kamu jangan ngomong gitu. Hidup dan mati kita di tangan tuhan bukan di tangan dokter. Aku yakin kamu pasti sembuh dan kamu menikah dengan aku”
Doni hanya bisa memelukku dan menangis. Rasanya hatiku semakin sakit harus menerima semua kenyataan ini. Tetapi, hidupku semakin singkat untuk menjalani hari-hari bersama doni. Namun, doni selalu meluangkan waktunya untuk waktu yang terakhir kalinya aku memeluknya.
Malam itu, terakhir aku menulis surat dengan dipenuhi darah yang selalu keluar dari hidungku.
Dear doni…
Aku tahu kamu mencintai menyayangiku sepenuh hati kamu. Tetapi aku harus pergi don, bagaimana pun manusia pasti akan kembali ke yang maha kuasa. Dan surat ini ku berikan terakhir untukmu. Ingat kalau kamu mencintai aku, kamu harus bisa bahagia tanpa aku didunia ini. Aku pasti akan selalu hidup di hati kamu disetiap langkah kamu. Walaupun, aku tak hidup di dunia ini lagi. Ingat pesanku “kamu bahagia” aku mencintaimu selalu.. Doni. Kamu adalah sosok lelaki yang mengungatkan aku dalam menghadapi pahitnya hidup ini. Jika nanti kau melihat batu nisanku ingat jangan sedikit kamu meneteska air matamu untukmu. “senyuman terakhir untuk orang yang aku sayangi”
Lovely
Desy widya permata sari.
Itulah surat terakhir yang ku berikan untuk doni. Aku berharap dia bisa melepasku dan bahagia bersama yang lain meski tanpa aku. Dengan perasaan sakit perlahan-lahan nyawa ini terasa sesak seperti malaikat datang untuk menjemputku. Hidupku berakhir dengan sejuta kenangan pahit dimana pada saat itu aku tidak bisa melihat senyuman terakhir doni. Namun, aku sangat senang ia telah menemaniku di saat ajalku memanggil.
Cerpen Karangan: Muhammad Riyan KH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar