Sang mentari terlihat begitu cerah menyambut berakhirnya musim semi. Tak terlihat satu pun air yang jatuh dari langit kota Tokyo ini. Semangat pagi pun telah merasuk ke dalam gadis tinggi berparas cantik yang tengah mempersiapkan diri menuju ke sekolah barunya.
Ya. Sejak ayahnya dipindah tugaskan dari Prefektur Fukuoka ke Prefektur Tokyo. Gadis yang akrab di sapa Yumiko ini pun harus ikutan pindah juga. Dan inilah hari pertama Ia masuk ke sekolah barunya. Ia terlihat sangat bahagia. Walau sebenarnya ada sedikit rasa kesal dihatinya karena harus pindah rumah. Bagi Yumiko, Fukuoka bukan hanya sekedar kota kelahirannya saja, tapi Fukuoka juga menyimpan banyak kenangan. Disana ia memiliki banyak teman yang sangat Ia sayangi. Disana juga Ia bertemu dengan lelaki tampan yang mampu memikat hatinya dalam sekejap. Sayang, lelaki itu lekas pergi sebelum Yumiko sempat berkenalan dengannya.
Jam tangan bewarna ungu yang melingkar di tangan kirinya telah menunjukkan pukul 08:20 itu artinya 10 menit lagi, kelas akan dimulai. Sedangkan Yumiko masih dalam setengah perjalanannya. Kecemasan sangat terlihat jelas diwajahnya. Ia segera mempercepat kayuhan sepedanya. Bulir demi bulir keringat pun mulai menetes jatuh dari dahinya. Terkadang Ia mengusap keringatnya yang sudah membasahi poninya itu.
Tak lama, gerbang kayu hitam yang begitu tinggi dan kokoh telah terlihat jelas. Senyum yumiko pun langsung terukir diwajahnnya yang tampak begitu lelah. Ia langsung menuju ke loker sepatu untuk mengganti sepatunya dengan uwabaki.
Yumiko berjalan dengan cepat menyusuri liku lorong sekolah sambil membawa selembar kertas kecil bertuliskan nama kelasnya. Sampai-sampai Ia tidak memperhatikan orang-orang yang berada di sekelilingnya. Dan..
“Bruukk!!”
Yumiko bertabrakan dengan salah satu siswa disana. Dengan cepat Yumiko berdiri dan merapikan tasnya yang agak berantakan.
“Gomennasai. Maaf saya tidak sengaja. Oiya apa anda tau dimana kelas Satsuki Nikeba” tanya Yumiko
“daijoubu. Kalau mau ke kelas Satsuki Nikeba kamu tinggal lurus lalu belok kanan, tepat di samping ruang komputer” jawab Lelaki itu
Yumiko pun langsung berlari melewati arah yang di ucap lelaki tadi tanpa bilang terimakasih sebelumnya. Dan lelaki itu pun hanya mendengus kesal karena perilaku kohainya. Tapi, karena pesona kecantikan yang tepancar dari wajah kohainya itu, kekesalan tadi seakan hangus dalam sekejap.
Yumiko berjalan dengan cepat menyusuri liku lorong sekolah sambil membawa selembar kertas kecil bertuliskan nama kelasnya. Sampai-sampai Ia tidak memperhatikan orang-orang yang berada di sekelilingnya. Dan..
“Bruukk!!”
Yumiko bertabrakan dengan salah satu siswa disana. Dengan cepat Yumiko berdiri dan merapikan tasnya yang agak berantakan.
“Gomennasai. Maaf saya tidak sengaja. Oiya apa anda tau dimana kelas Satsuki Nikeba” tanya Yumiko
“daijoubu. Kalau mau ke kelas Satsuki Nikeba kamu tinggal lurus lalu belok kanan, tepat di samping ruang komputer” jawab Lelaki itu
Yumiko pun langsung berlari melewati arah yang di ucap lelaki tadi tanpa bilang terimakasih sebelumnya. Dan lelaki itu pun hanya mendengus kesal karena perilaku kohainya. Tapi, karena pesona kecantikan yang tepancar dari wajah kohainya itu, kekesalan tadi seakan hangus dalam sekejap.
Yumiko sampai pada kelas tepat pada waktunya. Ternyata Ia mendapat teman yang cukup merespon dengan kehadirannya. Dan mungkin kebahagiaan di Fukuoka, dapat terulang kembali di Tokyo.
“Yumiko, nanti malam kita ke bazaar yuk!” ajak Nami, seorang teman barunya.
“Hmm.. Boleh. Tapi emangnya kamu mau beli apa disana?” balas yumiko sambil memasukkan bukunya ke dalam tas.
“Pokoknya anterin aku ya kesana. Nanti aku traktir udon deh.” tawar Nami lagi.
“Sip deh”
“Oke, nanti malam aku tunggu di persimpangan jalan Ikebuya jam 07:15 ya. Bye yumiko“
“Bye Namida.“
“Yumiko, nanti malam kita ke bazaar yuk!” ajak Nami, seorang teman barunya.
“Hmm.. Boleh. Tapi emangnya kamu mau beli apa disana?” balas yumiko sambil memasukkan bukunya ke dalam tas.
“Pokoknya anterin aku ya kesana. Nanti aku traktir udon deh.” tawar Nami lagi.
“Sip deh”
“Oke, nanti malam aku tunggu di persimpangan jalan Ikebuya jam 07:15 ya. Bye yumiko“
“Bye Namida.“
Yumiko datang tepat pada waktunya. Nami pun telah ada disana. Udara Tokyo malam hari memang terasa dingin. Tapi mungkin ini tidak dirasakan oleh Yumiko, karena malam ini ia akan pergi dengan sahabat barunya. Ya! Natsukawa Namida. Seorang cewe cantik tapi sangat pemalu. Mungkin memang itu watak yang menjadi ciri khas baginya.
“Nami kamu mau beli apa sih? Kita udah muterin bazar 2 kali lho. Masa belum ketemu juga?” keluh Yumiko yang sudah mulai lelah
“Yumiko sebentar lagi yah. Ini aku lagi nyari nih.” jawab Nami sambil menebar pandangan ke seluruh bazaar.
“Namida!” ucap seseorang dari belakang
“Ka Hikaru! Sedang mancari buku juga ka?” balas Nami pada seorang lelaki tadi yang bernama Hikaru
Lelaki itu pun tersenyum manis, “iya nih. Eh kamu yang nabrak saya tadi pagi ya? Emm.. Migeishi Yumiko. Iya kan?” tanyanya
“Emm.. iya. Aku Migeishi Yumiko. Kok kakak tau? Oh iya, maaf untuk kejadian tadi pagi ya ka” balas Yumiko sedikit gugup
“Tidak apa-apa. Ngg.. tadi pagi saya tidak sengaja melihat nama kamu di nametag yang kamu pakai. Jadi, saya tau nama kamu.” balas Hikaru
Sepetinya aku mengenali wajah ka Hikaru. Emm.. Oh, benarkah? Apa mungkin ka Hikaru adalah lelaki tampan yang aku temui di Fukuoka waktu itu?’ tanya Yumiko dalam hati sambil terus memperhatikan wajah Hikaru yang sedang bercakap-cakap dengan Nami.
“Yumiko, ternyata kamu udah kenal sama ka Hikaru ya? Kenapa tidak bilang sama aku?” tanya Nami setelah Hikaru pergi
“Ya, tadi pagi aku nggak sengaja menabrak dia. Kamu kenal dia juga ya?” balas yumiko
Nami tersenyum tipis, “Iya, dia itu senpai kita anak kelas 3. Besok deh, aku ceritain lebih banyak tentang ka Hikaru. Sekarang udah malem, kita pulang yuk” ajaknya
“Nami kamu mau beli apa sih? Kita udah muterin bazar 2 kali lho. Masa belum ketemu juga?” keluh Yumiko yang sudah mulai lelah
“Yumiko sebentar lagi yah. Ini aku lagi nyari nih.” jawab Nami sambil menebar pandangan ke seluruh bazaar.
“Namida!” ucap seseorang dari belakang
“Ka Hikaru! Sedang mancari buku juga ka?” balas Nami pada seorang lelaki tadi yang bernama Hikaru
Lelaki itu pun tersenyum manis, “iya nih. Eh kamu yang nabrak saya tadi pagi ya? Emm.. Migeishi Yumiko. Iya kan?” tanyanya
“Emm.. iya. Aku Migeishi Yumiko. Kok kakak tau? Oh iya, maaf untuk kejadian tadi pagi ya ka” balas Yumiko sedikit gugup
“Tidak apa-apa. Ngg.. tadi pagi saya tidak sengaja melihat nama kamu di nametag yang kamu pakai. Jadi, saya tau nama kamu.” balas Hikaru
Sepetinya aku mengenali wajah ka Hikaru. Emm.. Oh, benarkah? Apa mungkin ka Hikaru adalah lelaki tampan yang aku temui di Fukuoka waktu itu?’ tanya Yumiko dalam hati sambil terus memperhatikan wajah Hikaru yang sedang bercakap-cakap dengan Nami.
“Yumiko, ternyata kamu udah kenal sama ka Hikaru ya? Kenapa tidak bilang sama aku?” tanya Nami setelah Hikaru pergi
“Ya, tadi pagi aku nggak sengaja menabrak dia. Kamu kenal dia juga ya?” balas yumiko
Nami tersenyum tipis, “Iya, dia itu senpai kita anak kelas 3. Besok deh, aku ceritain lebih banyak tentang ka Hikaru. Sekarang udah malem, kita pulang yuk” ajaknya
—
“Tadaima!” ucap Yumiko seraya masuk ke dalam rumahnya.
“Okaerinasai, Yumiko cepat kemari. Ibu sudah buatkan makanan kesukaan kamu nih”
“Aa.. Okonomiyaki!” Yumiko langsung duduk di meja makan dan menyantap lahap Okonomiyaki yang dibuat ibunya. “Wah.. Oishii. Enak banget bu.”
“Iya dong! kan ibu Master Chef di rumah ini.”
“Ah ibu bisa aja. Hehe..”
Ibu yumiko membelai lembut rambut anaknya itu. Kasih sayang yang tulus, tidak dapat tersembunyikan dari belaiannya. “Yumiko, sabtu nanti ibu, ayah dan fume akan ke Fukuoka untuk ber-hanami bersama nenek. Kamu mau ikut nggak?” ajak ibu
“Mau, mau bu!” balas Yumiko yang masih asik mengunyah okonomiyaki nya. Wajahnya terlihat begitu bahagia, seakan kepedihan takut untuk mendekatinya.
“Okaerinasai, Yumiko cepat kemari. Ibu sudah buatkan makanan kesukaan kamu nih”
“Aa.. Okonomiyaki!” Yumiko langsung duduk di meja makan dan menyantap lahap Okonomiyaki yang dibuat ibunya. “Wah.. Oishii. Enak banget bu.”
“Iya dong! kan ibu Master Chef di rumah ini.”
“Ah ibu bisa aja. Hehe..”
Ibu yumiko membelai lembut rambut anaknya itu. Kasih sayang yang tulus, tidak dapat tersembunyikan dari belaiannya. “Yumiko, sabtu nanti ibu, ayah dan fume akan ke Fukuoka untuk ber-hanami bersama nenek. Kamu mau ikut nggak?” ajak ibu
“Mau, mau bu!” balas Yumiko yang masih asik mengunyah okonomiyaki nya. Wajahnya terlihat begitu bahagia, seakan kepedihan takut untuk mendekatinya.
Hari demi hari berlalu, Yumiko dan Nami semakin mantap untuk menjalin persahabatan di antara mereka. Yumiko pun semakin yakin bahwa Hikaru adalah lelaki yang telah memikat hatinya di Fukuoka. Sempurna dan Bahagia. 2 kata yang mungkin menggambarkan hati Yumiko saat ini. Ia merasa telah mendapat kebahagiaannya di Tokyo. Fukuoka yang damai mungkin takkan Ia rindukan lagi. Karena ternyata di Tokyo, kedamaian ini lebih ia rasakan.
“Yumiko cepat sayang, sebentar lagi keretanya akan berangkat.” Ucap ayah Yumiko pada gadis kesayangannya.
“iya sebentar lagi ayah.” Balas yumiko yang sedang sibuk merapikan barang-barangnya.
Yap! Keluarga Yumiko akan berangkat ke Stasiun Shinagawa untuk menuju ke kampung halamannya. Tepat. Fukuoka.
Ayah yumiko memang sengaja memilih kereta Shinkansen untuk pejalanannya kali ini. Sebagai salah satu kereta tercepat di dunia, Shinkansen dapat membawa keluarga Yumiko ke Fukuoka dalam waktu 5 jam saja. Infrastruktur dalam Shinkansen pun sangat bagus dan terkesan mewah. Tak ayal bagi Yumiko dan Fume bergembira menikmati perjalanannya.
“iya sebentar lagi ayah.” Balas yumiko yang sedang sibuk merapikan barang-barangnya.
Yap! Keluarga Yumiko akan berangkat ke Stasiun Shinagawa untuk menuju ke kampung halamannya. Tepat. Fukuoka.
Ayah yumiko memang sengaja memilih kereta Shinkansen untuk pejalanannya kali ini. Sebagai salah satu kereta tercepat di dunia, Shinkansen dapat membawa keluarga Yumiko ke Fukuoka dalam waktu 5 jam saja. Infrastruktur dalam Shinkansen pun sangat bagus dan terkesan mewah. Tak ayal bagi Yumiko dan Fume bergembira menikmati perjalanannya.
“Ooh.. Fukuoka. I’m come back!” teriak Yumiko setelah sampainya di Fukuoka
“Sobo, Sofu aku kangen banget sama kalian.” Ucap Fume yang langsung memeluk kakek dan neneknya, pelukannya seperti sudah 1000 tahun tidak bertemu, begitu erat. Ibu Yumiko hanya menggeleng pelan melihat tingkah laku anak-anaknya itu.
“Sobo, Sofu aku kangen banget sama kalian.” Ucap Fume yang langsung memeluk kakek dan neneknya, pelukannya seperti sudah 1000 tahun tidak bertemu, begitu erat. Ibu Yumiko hanya menggeleng pelan melihat tingkah laku anak-anaknya itu.
Maizuru Park. Sebuah taman yang dipenuhi pohon Sakura yang sedang bermekaran dengan indahnya. Ini adalah salah satu taman yang digemari warga Fukuoka untuk ber-hanami. Ini pula taman yang dipilih keluarga yumiko untuk ber-hanami dengan keluarga besarnya. Hanya canda dan gelak tawa yang menemani kebersamaan mereka. Kebahagiaan penuh cinta damai.
“Sobo, cobain deh. Okonomiyaki nya aku buat sendiri lho.” Ucap Yumiko sembari menyerahkan okonomiyaki pada neneknya
“sobo, mending cobain takoyaki punya aku deh. pasti rasanya lebih enak dari punya ka yumiko.” Ucap Fume tak mau kalah.
“Ih apasih fume. Takoyaki nya kan yang buat ibu.” Balas yumiko
“Tapikan fume bantuin juga ka!” Fume pun merengut kecil, setelah beradu argumen dengan kakaknya itu. ia juga memalingkan wajahnya dari Yumiko.
“Fume, bercanda tau! Hmm.. takoyakinya enak kok. Nanti kalau kamu merengut terus, wajah kamu jadi keriput kaya Spfu lho.” Rayu yumiko yang di balas gelak tawa dari Fume
“Sobo, cobain deh. Okonomiyaki nya aku buat sendiri lho.” Ucap Yumiko sembari menyerahkan okonomiyaki pada neneknya
“sobo, mending cobain takoyaki punya aku deh. pasti rasanya lebih enak dari punya ka yumiko.” Ucap Fume tak mau kalah.
“Ih apasih fume. Takoyaki nya kan yang buat ibu.” Balas yumiko
“Tapikan fume bantuin juga ka!” Fume pun merengut kecil, setelah beradu argumen dengan kakaknya itu. ia juga memalingkan wajahnya dari Yumiko.
“Fume, bercanda tau! Hmm.. takoyakinya enak kok. Nanti kalau kamu merengut terus, wajah kamu jadi keriput kaya Spfu lho.” Rayu yumiko yang di balas gelak tawa dari Fume
Yumiko pun menyempatkan diri untuk berkeliling di Maizuru Park ini. Walaupun belum lama ia meninggalkan fukuoka, tetapi ia sudah sangat rindu dengan suasana disini. Baginya, tidak ada kota yang mampu menandingi indahnya kota masa kecilnya ini.
“Brugghh!”
“Doumu sumimasen.” Ucap seseorang yang makanannya tadi hampir jatuh tapi Yumiko telah lebih dulu menangkap dengan tangkasnya.
“Iie komaimasen yo.” jawab Yumiko sambil melempar senyum termanisnnya.
“Yumiko!” – “Ka Hikaru!”
Ucap mereka bersamaan. Clipp! Pandangan mereka bertemu pada satu titik misteri. Apakah itu sebuah titik permulaan? Dimana sekejap pandangan dapat berubah menjadi sebuah anugerah? Cinta? Maybe. Keduanya pun menatap tajam (tapi gak setajam silet) seperti ada suatu hal yang merasuk ke dalam jiwa mereka. Namun, gemuruh angin yang bertiup cukup kencang mampu membuyarkan pandangan mereka.
“Gomen.” Yumiko menunuduk malu
“Iie. Yumiko, ternyata kamu disini juga.” Hikau berusaha mengembalikan kondisi seperti sediakala.
”Iya ka. Kakak lagi hanami juga ya? Kebetulan banget kita ketemu disini.“ balas Yumiko.
“Iya, keluarga kakak tinggal disini. Jadi sekalian ngumpul deh. oh ia, tadi makasih banyak lho. Kalo ngga ada kamu, makanan kakak jadi tumpah.”
“Sama-sama ka.”
“Emm.. kamu udah makan belum? Kalo belum kita makan bareng di pinggir danau itu yuk. Tenang, nanti kakak yang traktir.”
“Kebetulan belum nih ka. Wah kakak gak nyesel nih traktir aku? Soalnya kan aku makannya banyak.”
“Sebanyak apa sih? Nggak sebanyak pesumo kan? Hehe..”
“Ya nggak lah ka. Emang badan aku mirip pesumo ya?”
“Sedikit sih. eh maksudnya lebih sedikit makannya.”
Yumiko pun menampakkan senyumnya di tengah rona pipinya yang memerah.
“Brugghh!”
“Doumu sumimasen.” Ucap seseorang yang makanannya tadi hampir jatuh tapi Yumiko telah lebih dulu menangkap dengan tangkasnya.
“Iie komaimasen yo.” jawab Yumiko sambil melempar senyum termanisnnya.
“Yumiko!” – “Ka Hikaru!”
Ucap mereka bersamaan. Clipp! Pandangan mereka bertemu pada satu titik misteri. Apakah itu sebuah titik permulaan? Dimana sekejap pandangan dapat berubah menjadi sebuah anugerah? Cinta? Maybe. Keduanya pun menatap tajam (tapi gak setajam silet) seperti ada suatu hal yang merasuk ke dalam jiwa mereka. Namun, gemuruh angin yang bertiup cukup kencang mampu membuyarkan pandangan mereka.
“Gomen.” Yumiko menunuduk malu
“Iie. Yumiko, ternyata kamu disini juga.” Hikau berusaha mengembalikan kondisi seperti sediakala.
”Iya ka. Kakak lagi hanami juga ya? Kebetulan banget kita ketemu disini.“ balas Yumiko.
“Iya, keluarga kakak tinggal disini. Jadi sekalian ngumpul deh. oh ia, tadi makasih banyak lho. Kalo ngga ada kamu, makanan kakak jadi tumpah.”
“Sama-sama ka.”
“Emm.. kamu udah makan belum? Kalo belum kita makan bareng di pinggir danau itu yuk. Tenang, nanti kakak yang traktir.”
“Kebetulan belum nih ka. Wah kakak gak nyesel nih traktir aku? Soalnya kan aku makannya banyak.”
“Sebanyak apa sih? Nggak sebanyak pesumo kan? Hehe..”
“Ya nggak lah ka. Emang badan aku mirip pesumo ya?”
“Sedikit sih. eh maksudnya lebih sedikit makannya.”
Yumiko pun menampakkan senyumnya di tengah rona pipinya yang memerah.
Akhirnya mereka menuju danau itu untuk menyantap makanan yang baru saja mereka beli. Banyak hal yang mereka perbincangkan disana, dari mulai hobi, cita-cita sampai masalah hati. Salju-salju yang mulai mencair di tambah bunga sakura yang sedang bermekaran nampaknya sangat kontras dengan sepasang manusia yang terlihat begitu bahagia.
‘Tadinya aku gak percaya tentang kekuatan cinta. Tapi kini, kekuatan cintalah yang mendorongku bertemu dengannya. Cinta itu benar-benar nyata. Dia duduk dihadapanku. Menatapku dengan senyumnya. Seakan memberikan suatu kepercayaan untuk terus menumbuhkan sebuah rasa. Cintakah?’ pikir Yumiko dalam hati.
‘Tadinya aku gak percaya tentang kekuatan cinta. Tapi kini, kekuatan cintalah yang mendorongku bertemu dengannya. Cinta itu benar-benar nyata. Dia duduk dihadapanku. Menatapku dengan senyumnya. Seakan memberikan suatu kepercayaan untuk terus menumbuhkan sebuah rasa. Cintakah?’ pikir Yumiko dalam hati.
—
Pagi yang lumayan cerah, seirama dengan suasana hati Yumiko saat ini. Ya! Sejak pertemuannya dengan Hikaru di Fukuoka, perlahan namun pasti benih-benih cinta mulai tumbuh dan bersemayam di hati Yumiko. Ia pun jadi semakin dekat dengan Hikaru dan lebih sering bertemu dengannya bahkan tanpa sepengetahuan Nami.
Hari ini yumiko memilih berangkat sekolah dengan menggunakan mini bus. Karena sepeda kesayangannya sedang mengalami perbaikan di bengkel. Selama di bis, ia menhabiskan waktunya untuk membaca novel yang telah lama ia beli bersama Nami.
Clerrk! Ia membuka sleting tasnya. Lagi-lagi suatu kecerobohan yang tampaknya telah mengakar dalam diri Yumiko. Muka Yumiko seketika berubah menjadi merah merona. Uups! Bukan karena ia sedang bertemu lelaki tampan. Tapi karena, “5 MENIT LAGI BEL AKAN BERBUNYI?” tenng! teeng!
Clerrk! Ia membuka sleting tasnya. Lagi-lagi suatu kecerobohan yang tampaknya telah mengakar dalam diri Yumiko. Muka Yumiko seketika berubah menjadi merah merona. Uups! Bukan karena ia sedang bertemu lelaki tampan. Tapi karena, “5 MENIT LAGI BEL AKAN BERBUNYI?” tenng! teeng!
“Yumiko, ini surat peringatan kamu yang pertama. Kamu janji tidak akan telat lagi?” tanya bu Yamada sambil menyerahkan sebuah surat untuk yumiko. Ucapannya yang terkesan datar tapi dingin membuat suasana ruangan yang menyelimuti Yumiko semakin tampak angker. Karena Yumiko yakin, bahwa setiap siswa yang baru saja keluar dari ruangan ini pasti akan tersenyum mistis. Really?
Yumiko pun hanya mengangguk pelan, “Ya,bu!” jawabnya gugup.
Yumiko pun hanya mengangguk pelan, “Ya,bu!” jawabnya gugup.
—
“Kenapa? Telat lagi?” tanya Nami yang langsung duduk di sebelah Yumiko.
“Iya! BĂȘte nih aku. Padahal aku selalu bangun pagi, tapi akhirnya telat-telat juga. Huuh.” Yumiko mendengus kesal.
“Hahaa.. Ya uda lah gak usah dipikirin lagi. Nih, mending minum dulu.” Nami memberikan segelas jus pada Yumiko, “eh tapi ngomong-ngomong sifat kamu beda banget sama ka Hikaru. Dia tuh selalu datang paling awal di sekolah ini.”
“Hah? Masa sih? Emm.. gitu ya. Oiya, waktu aku hanami di Fukuoka kemarin, aku ketemu ka Hikaru lho.”
“Iya? Hmm.. Yumiko gitu ya, gak cerita-cerita.”
“ini aku mau cerita. Eh tunggu, waktu itu kamu kan janji mau cerita juga tentang ka Hikaru. Kamu lupa ya?”
“Oh iya hehe.” Balas Nami sambil garuk-garuk kepala, “Jadi siapa yang mau cerita duluan?”
“Ya udah, kamu aja dulu deh!” Yumiko menggangguk.
“Iya! BĂȘte nih aku. Padahal aku selalu bangun pagi, tapi akhirnya telat-telat juga. Huuh.” Yumiko mendengus kesal.
“Hahaa.. Ya uda lah gak usah dipikirin lagi. Nih, mending minum dulu.” Nami memberikan segelas jus pada Yumiko, “eh tapi ngomong-ngomong sifat kamu beda banget sama ka Hikaru. Dia tuh selalu datang paling awal di sekolah ini.”
“Hah? Masa sih? Emm.. gitu ya. Oiya, waktu aku hanami di Fukuoka kemarin, aku ketemu ka Hikaru lho.”
“Iya? Hmm.. Yumiko gitu ya, gak cerita-cerita.”
“ini aku mau cerita. Eh tunggu, waktu itu kamu kan janji mau cerita juga tentang ka Hikaru. Kamu lupa ya?”
“Oh iya hehe.” Balas Nami sambil garuk-garuk kepala, “Jadi siapa yang mau cerita duluan?”
“Ya udah, kamu aja dulu deh!” Yumiko menggangguk.
Nami pun mulai bercerita tentang Hikaru. Senyum dan tawa berhasil menyelinap di antara kebersamaan mereka, menyatu dalam ruang rindu kebahagiaan.
“Dan akhirnya aku menyadari bahwa aku menyukai ka Hikaru. Tapi aku belum mampu untuk mengungkapkannya.” ucap Nami mengakhiri cerita panjang lebarnya.
Jleeb! Kata-kata itu seakan menjadi panah yang di balut dengan kain emas dan dengan mudahnya menusuk dalam melewati rongga-rongga kebahagiaan di lubuk hati yumiko. Wajahnya yang sejak tadi sarat akan kebahagiaan, kini mulai berubah seiring dengan senyumnya yang perlahan menghilang.
“Yumiko, kamu kenapa?” tanya Nami khawatir sambil memperhatikan wajah Yumiko yang seketika berubah menjadi putih pucat.
“Kamu sakit?”
“Emm.. aku gak kenapa-kenapa kok. aku Cuma lagi gak enak badan aja. Ya udah, aku pulang duluan ya?” Yumiko pun meninggalkan Nami yang masih terpaku di tempat duduknya.
“Dan akhirnya aku menyadari bahwa aku menyukai ka Hikaru. Tapi aku belum mampu untuk mengungkapkannya.” ucap Nami mengakhiri cerita panjang lebarnya.
Jleeb! Kata-kata itu seakan menjadi panah yang di balut dengan kain emas dan dengan mudahnya menusuk dalam melewati rongga-rongga kebahagiaan di lubuk hati yumiko. Wajahnya yang sejak tadi sarat akan kebahagiaan, kini mulai berubah seiring dengan senyumnya yang perlahan menghilang.
“Yumiko, kamu kenapa?” tanya Nami khawatir sambil memperhatikan wajah Yumiko yang seketika berubah menjadi putih pucat.
“Kamu sakit?”
“Emm.. aku gak kenapa-kenapa kok. aku Cuma lagi gak enak badan aja. Ya udah, aku pulang duluan ya?” Yumiko pun meninggalkan Nami yang masih terpaku di tempat duduknya.
Ia mempercepat langkahnya untuk keluar dari kelas yang mulai sepi akan kerumunan manusia. Matanya jelas sekali mengisyaratkan bahwa ia benar-benar terluka. Butir demi butir air mata pun mulai berjatuhan seirama dengan derap langkah kakinya. Wajahnya terlihat begitu sembab, seakan menjelaskan pilu yang tak berujung.
‘Kenapa? Kenapa disaat aku baru saja merasakan kebahagiaan memiliki seorang sahabat dan orang yang aku suka, kini kegelisahan telah bersiap menghadang. Dan kenapa aku harus mengetahui ini sekarang? Di saat cintaku telah tumbuh untuk ka Hikaru.’ Keluh Yumiko dalam hatinya.
‘Kenapa? Kenapa disaat aku baru saja merasakan kebahagiaan memiliki seorang sahabat dan orang yang aku suka, kini kegelisahan telah bersiap menghadang. Dan kenapa aku harus mengetahui ini sekarang? Di saat cintaku telah tumbuh untuk ka Hikaru.’ Keluh Yumiko dalam hatinya.
Lukisan senyum dan tawa kini perlahan menjauhi Yumiko. Justru sebaliknya, wajah muram yang sarat akan kepedihan mulai menghiasi wajah cantiknya. Hubungan Nami dan Yumiko pun tampak menjauh. Apalagi saat Nami tau, bahwa Yumiko ternyata menyukai ka Hikaru juga.
Hari-hari Yumiko tampak tak bewarna. Pelangi yang dulu selalu menghiasi kini mulai memudar. Rasanya cukup sulit bagi Yumiko untuk memilih antara Hikaru, orang yang ia suka ataupun Nami, sahabatnya sendiri. Ia dihadapi dilema hebat. Perasaan bersalah terhadap Nami pun mulai membayang-bayangi pikirannya. Dan akhirnya Yumiko memutuskan untuk tidak dulu menemui keduanya baik Hikaru maupun Nami.
“Yumiko!” ucap salah seorang yang baru saja berpapasan dengan Yumiko
Yumiko menoleh sedikit ke belakang. Namun, ia malah meneruskan langkahnya
“Yumiko, tunggu!” panggil orang itu ‘lagi. Tapi, Yumiko sama sekali tidak menggubris panggilan kedua itu.
“Yumiko, kenapa kamu selalu menghindar ketika bertemu dengan ku? apa salahku?” ucap orang itu yang ternyata adalah Hikaru.
Kini Yumiko benar-benar menghentikan langkahnya. Namun, ia tidak sedikitpun menengok ke belakang. Sebenarnya, hati Yumiko terasa begitu sakit, karena harus menjauhi Hikaru. Tapi apa daya, ia betul-betul bingung harus berbuat apa untuk mengembalikan hubungannya dengan Nami seperti dulu lagi. Dan ketika Yumiko mencoba untuk menengok ke belakang, sosok Hikaru telah lenyap seketika menghilang dari pandangannya.
“Yumiko!” ucap salah seorang yang baru saja berpapasan dengan Yumiko
Yumiko menoleh sedikit ke belakang. Namun, ia malah meneruskan langkahnya
“Yumiko, tunggu!” panggil orang itu ‘lagi. Tapi, Yumiko sama sekali tidak menggubris panggilan kedua itu.
“Yumiko, kenapa kamu selalu menghindar ketika bertemu dengan ku? apa salahku?” ucap orang itu yang ternyata adalah Hikaru.
Kini Yumiko benar-benar menghentikan langkahnya. Namun, ia tidak sedikitpun menengok ke belakang. Sebenarnya, hati Yumiko terasa begitu sakit, karena harus menjauhi Hikaru. Tapi apa daya, ia betul-betul bingung harus berbuat apa untuk mengembalikan hubungannya dengan Nami seperti dulu lagi. Dan ketika Yumiko mencoba untuk menengok ke belakang, sosok Hikaru telah lenyap seketika menghilang dari pandangannya.
Di lain waktu, Nami yang telah merasa dikhianati oleh sahabatnya sendiri itu pun semakin mendekati hikaru. Nami selalu mencari perhatian dari hikaru dengan apapun caranya. Lama kelamaan, karena semangat yang telah tumbuh membara di hati Nami, ia pun memberanikan diri untuk menyatakan cintanyanya pada Hikaru pada jam pulang sekolah di taman belakang sekolah. Ia sengaja memilih tempat itu, karena ia tahu pasti pada jam pulang sekolah Yumiko berada di tempat itu. Ia ingin membuktikan pada Yumiko bahwa sekarang ia telah mampu menyatakan cintanya pada Hikaru.
“Hikaru, temani aku ke taman belakang sekolah yuk!” ajak Nami sambil menggandeng tangan Hikaru.
Tapi Hikaru langsung melepas genggaman tangan nami, “Untuk apa Nami? Kamu ‘kan bisa kesana sendiri.”
“Tapi aku ingin kakak ikut!”
“Baiklah!”
Dugaan Nami tepat. Yumiko sedang berada di tempat itu sambil membaca sebuah komik yang ia genggam erat.
“Hikaru, aku menyukaimu. Daisuki desu yo!” ucap Nami yang sengaja berbicara agak kencang. Mungkin supaya Yumiko mendengar itu.
“Emm.. Maaf Nami. Aku gak bisa. Dalam hatiku telah ada orang lain, dan itu bukan kamu. Gomen.” Balas Hikaru sambil melirik sedikit ke arah yumiko lalu meninggalkan Nami yang masih terpaku.
Entah kenapa perasaan Yumiko saat itu sedikit lega. Seperti satu beban telah melayang jauh dari hidupnya. Ya mungkin karena Yumiko dapat memastikan bahwa Hikaru tidak menyukai Nami. Dan mungkin masih ada kesempatan bagi Yumiko untuk mendapatkan hati Hikaru.
“Hikaru, temani aku ke taman belakang sekolah yuk!” ajak Nami sambil menggandeng tangan Hikaru.
Tapi Hikaru langsung melepas genggaman tangan nami, “Untuk apa Nami? Kamu ‘kan bisa kesana sendiri.”
“Tapi aku ingin kakak ikut!”
“Baiklah!”
Dugaan Nami tepat. Yumiko sedang berada di tempat itu sambil membaca sebuah komik yang ia genggam erat.
“Hikaru, aku menyukaimu. Daisuki desu yo!” ucap Nami yang sengaja berbicara agak kencang. Mungkin supaya Yumiko mendengar itu.
“Emm.. Maaf Nami. Aku gak bisa. Dalam hatiku telah ada orang lain, dan itu bukan kamu. Gomen.” Balas Hikaru sambil melirik sedikit ke arah yumiko lalu meninggalkan Nami yang masih terpaku.
Entah kenapa perasaan Yumiko saat itu sedikit lega. Seperti satu beban telah melayang jauh dari hidupnya. Ya mungkin karena Yumiko dapat memastikan bahwa Hikaru tidak menyukai Nami. Dan mungkin masih ada kesempatan bagi Yumiko untuk mendapatkan hati Hikaru.
Detik waktu terus bergulir seirama dangan bumi yang masih setia mengitari sang surya. Kini musim gugur telah datang menerpa seluruh wilayah Tokyo. Bunga sakura yang indah mulai berjatuhan memenuhi sisi jalan ibu kota. Tapi, gemuruh angin yang kencang belum juga mampu membawa pergi kalut di hati Yumiko.
Ya! Sampai sekarang hati Yumiko masih di landa kalut yang tak kunjung usai. Kebahagiaan di Tokyo tampaknya mulai pergi menjauhi hidup Yumiko. Tak ada lagi pelangi. Tak ada lagi mimpi.
Ya! Sampai sekarang hati Yumiko masih di landa kalut yang tak kunjung usai. Kebahagiaan di Tokyo tampaknya mulai pergi menjauhi hidup Yumiko. Tak ada lagi pelangi. Tak ada lagi mimpi.
Yumiko mengetuk kuat kamar ibunya, ia langsung berlari menghampiri dan memeluk erat ibunya yang mulai renta itu. butiran bening pun mulai menghujani pipinya lagi.
“Ibu, Yumiko ingin kembali ke Fukuoka!” ucap Yumiko dengan nafas yang tak berturan akibat isakannya.
“Lho, kenapa sayang?” tanya ibu sambil menyibakkan rambut yang menutupi wajah anaknya itu.
“Aku udah gak mau tinggal di Tokyo bu. Pelangi telah menjauhi hidupku. Lembaran kertas kosongku sudah menjadi kelabu. Aku ingin kembali ke Fukuoka.” Yumiko semakin keras dalam isakannya.
“Sudah jangan menangis lagi nak, ayo cerita sama ibu.”
Akhirnya Yumiko bercerita panjang lebar mengenai masalahnya terhadap ibunya, ditemani tetesan air mata yang hampir menyapu seluruh wajahnya. Ibu Yumiko pun hanya menggangguk pelan menandakan ia mengerti betul masalah yang sedang dihaddapi putrinya yang tengah beranjak dewasa itu.
“Ibu, Yumiko ingin kembali ke Fukuoka!” ucap Yumiko dengan nafas yang tak berturan akibat isakannya.
“Lho, kenapa sayang?” tanya ibu sambil menyibakkan rambut yang menutupi wajah anaknya itu.
“Aku udah gak mau tinggal di Tokyo bu. Pelangi telah menjauhi hidupku. Lembaran kertas kosongku sudah menjadi kelabu. Aku ingin kembali ke Fukuoka.” Yumiko semakin keras dalam isakannya.
“Sudah jangan menangis lagi nak, ayo cerita sama ibu.”
Akhirnya Yumiko bercerita panjang lebar mengenai masalahnya terhadap ibunya, ditemani tetesan air mata yang hampir menyapu seluruh wajahnya. Ibu Yumiko pun hanya menggangguk pelan menandakan ia mengerti betul masalah yang sedang dihaddapi putrinya yang tengah beranjak dewasa itu.
—
Angin malam yang begitu dingin menerpa tubuh Yumiko yang sedang duduk terpaku menatap kosong ke arah jendelanya yang ia biarkan terbuka.
“Mengapa jalan takdir harus begini? Mengapa takdir tidak membiarkanku untuk bahagia? dan mengapa orang yang aku sukai harus disukai juga sama sahabatku sendiri? Ya Tuhan.. Aku benar-benar tidak mengerti atas jalan takdir yang telah kau tetapkan ini. Mengapa harus begini? Apa ini pertanda, aku tak dizinkan bahagia disini, dan aku harus kembali ke Fukuoka, menjemput kebahagiaan yang mungkin masih tersisa disana.”
“Mengapa jalan takdir harus begini? Mengapa takdir tidak membiarkanku untuk bahagia? dan mengapa orang yang aku sukai harus disukai juga sama sahabatku sendiri? Ya Tuhan.. Aku benar-benar tidak mengerti atas jalan takdir yang telah kau tetapkan ini. Mengapa harus begini? Apa ini pertanda, aku tak dizinkan bahagia disini, dan aku harus kembali ke Fukuoka, menjemput kebahagiaan yang mungkin masih tersisa disana.”
Tak terasa musim semi sudah datang kembali menyapa benih-benih sakura yang akan membuka katup-katup kelopaknya dan berbunga dengan indah.
Ujian untuk kenaikan kelas pun telah dilalui siswa di SMA Nakamura, tak terkecuali dengan Yumiko. Dengan persiapan yang maksimal, Yumiko akhirnya meraih nilai tertinggi dikelasnya.
Hati Yumiko memang bahagian, tapi tidak sepenuhnya. Karena ia telah memutuskan untuk pindah ke Fukuoka tinggal bersama neneknya. Ya, seharusnya ia bahagia atas keputusannya. Tapi entah mengapa ada perasaan sedih di hati Yumiko karena harus meninggalkan kota Tokyo ini.
Ujian untuk kenaikan kelas pun telah dilalui siswa di SMA Nakamura, tak terkecuali dengan Yumiko. Dengan persiapan yang maksimal, Yumiko akhirnya meraih nilai tertinggi dikelasnya.
Hati Yumiko memang bahagian, tapi tidak sepenuhnya. Karena ia telah memutuskan untuk pindah ke Fukuoka tinggal bersama neneknya. Ya, seharusnya ia bahagia atas keputusannya. Tapi entah mengapa ada perasaan sedih di hati Yumiko karena harus meninggalkan kota Tokyo ini.
Hari ini Yumiko masih ke SMA Nakamura untuk mengecek barang-barangnya yang mungkin masih tertinggal disana.
“Yumiko, chotto!” ucap seseorang sambil menggenggam tangan Yumiko.
Orang itu pun berhasil menghentikan langkah Yumiko, tanpa ragu Yumiko menoleh ke belakang untuk mengetahui siapa yang telah menggenggam tangannya itu.
“Ka Hikaru!” ucap Yumiko serentak dengan matanya yang menatap tajam lelaki yang ada dihadapannya.
“Yumiko, kamu mau kemana?” ucap Hikaru sambil melepas genggaman tangannya yang melekat pada Yumiko.
“Emm.. Aku.. Aku mau kembali ke Fukuoka, ka.” Yumiko berkata gugup bercampur sedih, karena mungkin ini pertemuan terakhirnya dengan Hikaru.
“Mengapa kamu harus pindah?” tanya Hikaru
Yumiko tak berkutik sedikit pun. Ia tak mungkin menceritakan alasan sebenarnya pada Hikaru karena semua ini menyangkut tentang Hikaru. Ia pun sebenarnya ingin cepat-cepat pergi. Tapi sayang, Hikaru lebih dulu menggenggam tangannya kuat.
“Yumiko, kenapa kamu tidak jawab?” Hikaru terus menekan Yumiko supaya memberi jawaban padanya.
Tapi Yumiko tetap diam. Seakan tidak peduli akan pertanyaan Hikaru yang sudah berkali-kali terucap dar mulut Hikaru.
“Memangnya kenapa kalau aku pindah? Apa kakak ada masalah dengan ku?” Yumiko akhirnya angkat bicara.
Kini berganti, Hikaru yang bungkam. Pandangannya seakan menyiratkan bahwa ada kalut yang menyerang lubuk hatinya.
“Tidak Yumiko. Kakak hanya ingin kau tetap disana. Menemani kakak. Karena sungguh, kakak menyukaimu. Daisuki.” Hikaru berucap tanpa ada keraguan.
Yumiko tersentak kaget. Ia benar-benar tak percaya bahwa ternyata Hikaru juga menyukainya. Seketika matanya berbinar. Benar! Mimpinya menjadi nyata.
“Aku juga menyukai kakak. Ta.. Tapi aku gak bisa.” Yumiko langsung melangkahkan kaki beranjak meninggalkan Hikaru. Ya! Ia tak mungkin menyakiti perasaan Nami jika ia menerima cinta Hikaru yang dicintai juga oleh sahabatnya itu.
“Tapi kenapa Yumiko?” Hikaru bersuara lebih keras hingga mampu menggema di seluruh ruang perpustakaan yang kebetulan hanya berisi beberapa orang saja.
Yumiko yang belum sampai pintu keluar itu pun menghentikan langkahnya mencoba untuk menenangkan hatinya yang sedang bergejolak.
“Apa ini semua karena Nami?” tanya Hikaru yang seakan mengetahui isi sebenarnya di lubuk hati Yumiko.
“kakak tau, aku gak bisa memilih antara Nami ataupun kakak. Aku sayang sama kalian berdua. Aku nggak mau menyakiti hati siapapun. Jikalau memang harus ada yang tersakiti, biarlah aku yang menanggung. Biarlah aku yang tersakiti demi kalian!” ucap Yumiko ditemani air mata yang mulai menghujani pipinya lagi.
Ia pun langsung mengusap air matanya da berlari keluar meninggalkan Hikaru yang masih berdiri mematung.
“Yumiko, chotto!” ucap seseorang sambil menggenggam tangan Yumiko.
Orang itu pun berhasil menghentikan langkah Yumiko, tanpa ragu Yumiko menoleh ke belakang untuk mengetahui siapa yang telah menggenggam tangannya itu.
“Ka Hikaru!” ucap Yumiko serentak dengan matanya yang menatap tajam lelaki yang ada dihadapannya.
“Yumiko, kamu mau kemana?” ucap Hikaru sambil melepas genggaman tangannya yang melekat pada Yumiko.
“Emm.. Aku.. Aku mau kembali ke Fukuoka, ka.” Yumiko berkata gugup bercampur sedih, karena mungkin ini pertemuan terakhirnya dengan Hikaru.
“Mengapa kamu harus pindah?” tanya Hikaru
Yumiko tak berkutik sedikit pun. Ia tak mungkin menceritakan alasan sebenarnya pada Hikaru karena semua ini menyangkut tentang Hikaru. Ia pun sebenarnya ingin cepat-cepat pergi. Tapi sayang, Hikaru lebih dulu menggenggam tangannya kuat.
“Yumiko, kenapa kamu tidak jawab?” Hikaru terus menekan Yumiko supaya memberi jawaban padanya.
Tapi Yumiko tetap diam. Seakan tidak peduli akan pertanyaan Hikaru yang sudah berkali-kali terucap dar mulut Hikaru.
“Memangnya kenapa kalau aku pindah? Apa kakak ada masalah dengan ku?” Yumiko akhirnya angkat bicara.
Kini berganti, Hikaru yang bungkam. Pandangannya seakan menyiratkan bahwa ada kalut yang menyerang lubuk hatinya.
“Tidak Yumiko. Kakak hanya ingin kau tetap disana. Menemani kakak. Karena sungguh, kakak menyukaimu. Daisuki.” Hikaru berucap tanpa ada keraguan.
Yumiko tersentak kaget. Ia benar-benar tak percaya bahwa ternyata Hikaru juga menyukainya. Seketika matanya berbinar. Benar! Mimpinya menjadi nyata.
“Aku juga menyukai kakak. Ta.. Tapi aku gak bisa.” Yumiko langsung melangkahkan kaki beranjak meninggalkan Hikaru. Ya! Ia tak mungkin menyakiti perasaan Nami jika ia menerima cinta Hikaru yang dicintai juga oleh sahabatnya itu.
“Tapi kenapa Yumiko?” Hikaru bersuara lebih keras hingga mampu menggema di seluruh ruang perpustakaan yang kebetulan hanya berisi beberapa orang saja.
Yumiko yang belum sampai pintu keluar itu pun menghentikan langkahnya mencoba untuk menenangkan hatinya yang sedang bergejolak.
“Apa ini semua karena Nami?” tanya Hikaru yang seakan mengetahui isi sebenarnya di lubuk hati Yumiko.
“kakak tau, aku gak bisa memilih antara Nami ataupun kakak. Aku sayang sama kalian berdua. Aku nggak mau menyakiti hati siapapun. Jikalau memang harus ada yang tersakiti, biarlah aku yang menanggung. Biarlah aku yang tersakiti demi kalian!” ucap Yumiko ditemani air mata yang mulai menghujani pipinya lagi.
Ia pun langsung mengusap air matanya da berlari keluar meninggalkan Hikaru yang masih berdiri mematung.
Yumiko kembali terduduk di sebuah kursi taman belakang sekolah, sambil terus menghapus air mata yang belum juga berhenti mengalir dari pelipis matanya. Ia ingin berada disini dulu untuk lebih lama, sebelum akhirnya ia benar-benar pergi ke Fukuoka.
“Yumiko!” ucap seseorang yang langsung duduk di samping Yumiko.
“Jangan menangis lagi ya.” ucap orang itu sambil menghapus air mata diwajah Yumiko
“Nami!” ucap Yumiko yang langsung memeluk erat Nami. “Maafin aku ya Nami. Aku banyak salah sama kamu.” Lanjut Yumiko.
“Nggak Yumiko. Aku yang banyak salah sama kamu. Aku yang nggak pernah ngertiin perasaan kamu. Aku memang egois Yumiko. Maafin aku.” Ucap Nami yang mengeluarkan air matanya juga. “Aku yang nggak pernah sadar kalau ka Hikaru hanya suka sama kamu. Tapi sekarang, mata hati aku telah terbuka. Kamu dan ka Hikaru memang ditakdirkan untuk bersama.” lanjut Nami.
“Nami..” Yumiko berusaha berucap, tapi Nami lebih dulu memotongnya.
“Syuut. Sudah Yumiko, jangan bersedih lagi ya. Ka Hikaru itu untuk kamu. Lagian juga, aku udah punya pacar baru lho!”
“Hah? Siapa Nami? Kamu kok ga pernah cerita-cerita sama aku.”
“Abisnya kamu sibuk belajar mulu sih. hehe”
Senyum yang telah lama menghilang di wajah Yumiko, kini pun terpampang lagi. Mungkin karena pelangi yang selama ini terhalang awan kelabu telah bersinar kembali.
“Yumiko!” ucap seseorang yang langsung duduk di samping Yumiko.
“Jangan menangis lagi ya.” ucap orang itu sambil menghapus air mata diwajah Yumiko
“Nami!” ucap Yumiko yang langsung memeluk erat Nami. “Maafin aku ya Nami. Aku banyak salah sama kamu.” Lanjut Yumiko.
“Nggak Yumiko. Aku yang banyak salah sama kamu. Aku yang nggak pernah ngertiin perasaan kamu. Aku memang egois Yumiko. Maafin aku.” Ucap Nami yang mengeluarkan air matanya juga. “Aku yang nggak pernah sadar kalau ka Hikaru hanya suka sama kamu. Tapi sekarang, mata hati aku telah terbuka. Kamu dan ka Hikaru memang ditakdirkan untuk bersama.” lanjut Nami.
“Nami..” Yumiko berusaha berucap, tapi Nami lebih dulu memotongnya.
“Syuut. Sudah Yumiko, jangan bersedih lagi ya. Ka Hikaru itu untuk kamu. Lagian juga, aku udah punya pacar baru lho!”
“Hah? Siapa Nami? Kamu kok ga pernah cerita-cerita sama aku.”
“Abisnya kamu sibuk belajar mulu sih. hehe”
Senyum yang telah lama menghilang di wajah Yumiko, kini pun terpampang lagi. Mungkin karena pelangi yang selama ini terhalang awan kelabu telah bersinar kembali.
—
Malam yang tak begitu dingin. Ditemani bunga sakura yang selalu terlihat indah di siang maupun malam hari. Lampu yang bersinar kelap-kelip pun menambah indahnya suasana romantis pada sepasang manusia yang terlihat begitu bahagia.
Ya! Disana, Yumiko dan Hikaru sedang duduk di sebuah kursi panjang menatap kearah langit yang dipenuhi bintang-bintang.
“Yumiko, biarlah cinta kita tumbuh di kota Tokyo ini. Dan biarkan bunga sakura yang indah itu menjadi perwakilan dari cinta kita yang abadi. Karena jika setiap bunga sakura itu gugur, akan tumbuh bunga baru yang lebih indah lagi.”
Ya! Disana, Yumiko dan Hikaru sedang duduk di sebuah kursi panjang menatap kearah langit yang dipenuhi bintang-bintang.
“Yumiko, biarlah cinta kita tumbuh di kota Tokyo ini. Dan biarkan bunga sakura yang indah itu menjadi perwakilan dari cinta kita yang abadi. Karena jika setiap bunga sakura itu gugur, akan tumbuh bunga baru yang lebih indah lagi.”
Cerpen Karangan: Tutut Setyorinie
Tidak ada komentar:
Posting Komentar