Tiga tahun sudah dilaluinya sebagai direktur BUMN Tangerang, kepiawaiannya dalam memimpin kini telah diwujudkan dalam bentuk pekerjaan yang sulit ditembus para dirjen pajak. Kepemimpinannya menjadikan badan usaha negaranya semakin maju. Namun siapa sangka, wanita yang dulunya gadis kuper yang tak tahu apa-apa tentang keadaan sekelilingnya itu kini telah menjelma sebagai gadis dewasa yang terkenal akan kedisiplinannya dalam memimpin suatu perusahaan, ya dia Lena. Lima tahun yang lalu ia bekerja di bawah naungan OSIS SMA nya. Tak dapat dipungkiri bahwa sejak saat itulah bakat memimpinnya telah terbentuk, sejak kecil dia tak pernah berani berinteraksi dengan dunia luar. Entah mengapa saat dia masuk sekolah menengah, dia mengikuti organisasi penting di sekolahnya. Kini semua pengusaha seakan tunduk padanya, hanya karena secuil prinsip yang selalu ia pegang yaitu kebersamaan. Di setiap langkahnya, di dalam hidupnya, dan untuk selamanya.
Pintu berderit ketika dia sedang mengerjakan presentasinya esok, senyuman manis mengembang terlihat di balik pintu kamarnya.
“Masuk ma, Lena gak lagi sibuk kok.”
“Ada telepon dari sahabat SMA mu sayang.”
“Azevhy ma?”
“Bukan, coba aja diangkat dulu.”
Dia pun bergegas untuk mengangkat telepon itu,
“Halo..”
“Lena? Apa kabar kamu, tebak aku siapa?” suara melengking yang khas dari sahabatnya ketika sekelas dulu, mana mungkin Lena bisa lupa.
“Dyah, lengkinganmu belum berubah juga ternyata.”
“Huh, cuma kamu yang ingat suaraku ternyata.”
“Harusnya kamu bangga dong, ada kabar apa nih?”
“OSIS angkatan kita nyewa EO loh buat ngadain reuni.”
“Hah? Duit darimana?”
“Ada lah, acaranya dua minggu lagi tepatnya tanggal 15 Juni di aula sekolah. Loe harus tau, aulanya sekarang kayak lapangan bola bro. kamu bisa ikut kan Len?”
“Waah asik tuh, iya deh aku sempetin dateng. Emang acaranya jam berapa?”
“Jam tujuh malem, kamu dateng aku juga dateng Len.”
“Kalo aku gak dateng?”
“Ya aku tetep dateng,”
“Dasar Loe, ku kira setia sama gue.”
“Haha ya udah Len gitu aja, jangan lupa share ke temen-temen angkatan kita ya? Bye”
“Masuk ma, Lena gak lagi sibuk kok.”
“Ada telepon dari sahabat SMA mu sayang.”
“Azevhy ma?”
“Bukan, coba aja diangkat dulu.”
Dia pun bergegas untuk mengangkat telepon itu,
“Halo..”
“Lena? Apa kabar kamu, tebak aku siapa?” suara melengking yang khas dari sahabatnya ketika sekelas dulu, mana mungkin Lena bisa lupa.
“Dyah, lengkinganmu belum berubah juga ternyata.”
“Huh, cuma kamu yang ingat suaraku ternyata.”
“Harusnya kamu bangga dong, ada kabar apa nih?”
“OSIS angkatan kita nyewa EO loh buat ngadain reuni.”
“Hah? Duit darimana?”
“Ada lah, acaranya dua minggu lagi tepatnya tanggal 15 Juni di aula sekolah. Loe harus tau, aulanya sekarang kayak lapangan bola bro. kamu bisa ikut kan Len?”
“Waah asik tuh, iya deh aku sempetin dateng. Emang acaranya jam berapa?”
“Jam tujuh malem, kamu dateng aku juga dateng Len.”
“Kalo aku gak dateng?”
“Ya aku tetep dateng,”
“Dasar Loe, ku kira setia sama gue.”
“Haha ya udah Len gitu aja, jangan lupa share ke temen-temen angkatan kita ya? Bye”
Setelah lama tak ada kabar tentang SMA nya, kini ia merasa mendapatkan angin segar untuk bertemu teman-temannya lagi. Sahabat-sahabat super yang bisa menjadikannya seperti sekarang ini. Hanya saja pikirannya langsung menerawang kepada sosok yang sampai saat ini masih terbaca dalam bayangan semunya.
—
Pria berbadan tegap itu kembali menegur anggotanya yang kurang disiplin, setiap pagi dibuatnya naik darah ketika sedang mendidik juniornya yang baru saja masuk ke asrama dan belum terbiasa. Perwira Tinggi telah diperolehnya beberapa bulan yang lalu, kedisiplinannya membuat teman-teman seangkatannya kagum pada pria satu ini. Selain itu, dia memiliki wajah yang enak untuk dipandang, tak ayal jika para junior wanitanya selalu ada yang sengaja telat hanya untuk berebut dihukum oleh perwira ganteng satu ini. Dia dikenal sebagai paskibra ganteng di sekolahnya dulu, banyak cewek yang berebut untuk mendapatkan perhatiannya. Selain itu dia juga mempunyai pandangan mata sinis terhadap orang-orang di sekitarnya, dan pandangan itu yang bisa membuat para gadis ingin selalu bertatapan dengannya. Sikapnya yang seakan-akan angkuh itu tetap membuat iri teman-teman prianya yang ingin mendekati wanita pujaannya. Pembawaannya dingin, karena dia cuek pada keadaan sekeliling yang selalu bersahabat dengan dirinya dia adalah Satria.
“Tak bisakah kau sabar untuk kesekian kalinya?” tanya seorang wanita yang kini menjadi kekasihnya.
Satria hanya tersenyum tipis mendengar kata-kata dari mulut wanita yang dicintainya itu, seorang dokter tentara yang kini bekerja satu instansi bersamanya. Mereka dipertemukan ketika sedang bertugas di Aceh, dan pada saat itulah mereka memutuskan untuk berpacaran. “Aku bisa sabar ketika perutku telah terisi penuh.”
“Maaf pak, anda ditugaskan untuk menemani Bupati dalam acara peresmian gedung baru setelah istirahat nanti.” Kata seorang Letnan yang setia pada Satria itu, dia adalah sahabat karibnya sewaktu sekolah dulu namun nasib beruntung lebih didapat oleh Satria sebagai Perwira.
“Baik, Pak akan saya laksanakan nanti. Terima kasih atas informasinya.”
“Tak bisakah kau sabar untuk kesekian kalinya?” tanya seorang wanita yang kini menjadi kekasihnya.
Satria hanya tersenyum tipis mendengar kata-kata dari mulut wanita yang dicintainya itu, seorang dokter tentara yang kini bekerja satu instansi bersamanya. Mereka dipertemukan ketika sedang bertugas di Aceh, dan pada saat itulah mereka memutuskan untuk berpacaran. “Aku bisa sabar ketika perutku telah terisi penuh.”
“Maaf pak, anda ditugaskan untuk menemani Bupati dalam acara peresmian gedung baru setelah istirahat nanti.” Kata seorang Letnan yang setia pada Satria itu, dia adalah sahabat karibnya sewaktu sekolah dulu namun nasib beruntung lebih didapat oleh Satria sebagai Perwira.
“Baik, Pak akan saya laksanakan nanti. Terima kasih atas informasinya.”
—
Ruang tamu Lena penuh sesak oleh teman-teman OSIS nya dulu, acara kumpul wajib reuni anak-anak osis yang diadakan di rumahnya kini membicarakan tentang temu akbar angkatan 2009. Dari mulai persiapan nyewa EO sampai pengisi acaranya, mereka memang sengaja menyewa EO karena mereka ingin menikmati malam itu tanpa harus ribet menyiapkan berbagai aktivitas sebelum hari-h nya. Hanya saja untuk pengisi acara tetap mereka yang menentukan, kebetulan untuk reuni osis tahun ini semua anggota bisa berkumpul lengkap karena memang sudah tiga tahun mereka vakum dalam acara reuni osis. Semua telah sukses pada karier nya masing-masing sehingga sulit untuk dihubungi satu sama lain.
“Makanannya diicip dulu, tante keluar sebentar ya.” Kata mama Lena sembari mengulungkan roti buatannya dengan Lena.
“Oh siap tan, tante pulang, makanan ludes ini.” Celetuk Adi sambil mengambil buah yang sedari tadi diincarnya itu, dia adalah ketua osis saat mereka junior. Selain humoris, dia memiliki sikap kepemimpinan yang tinggi. Namun sayangnya saat pemilihan, dia tidak terpilih menjadi ketua.
“Jadi, siapa nih yang akan jadi ketua panita reuni tahun ini?”
“Ya pak Joni lah.” Semua anak tertawa saat nama itu disebutkan, Pak Joni adalah tukang kebun sekolah yang sering dijahili anak-anak osis pada waktu itu. Beliau adalah tukang kebun kocak yang tak pernah marah ketika mereka terpaksa mengacaukan taman sekolah gara-gara saat itu ada event mereka yang harus menjebol taman karena kurangnya tempat untuk memasang panggung. Bukan karena mereka sengaja melakukan hal tersebut, namun setelah acara mereka selesai taman kembali dibentuk agar Pak Joni tidak marah dan mereka selalu mempunyai ide untuk bisa membuat Pak Joni latah. Hari itu hanya gelak tawa yang mereka rasakan, seakan-akan beban yang mereka tanggung tidak seberat beban mereka saat menjabat sebagai pengurus osis di sekolahnya dulu. Mereka kini tumbuh menjadi pengusaha yang dapat membiayai event mereka tanpa ada sponsorship.
“Makanannya diicip dulu, tante keluar sebentar ya.” Kata mama Lena sembari mengulungkan roti buatannya dengan Lena.
“Oh siap tan, tante pulang, makanan ludes ini.” Celetuk Adi sambil mengambil buah yang sedari tadi diincarnya itu, dia adalah ketua osis saat mereka junior. Selain humoris, dia memiliki sikap kepemimpinan yang tinggi. Namun sayangnya saat pemilihan, dia tidak terpilih menjadi ketua.
“Jadi, siapa nih yang akan jadi ketua panita reuni tahun ini?”
“Ya pak Joni lah.” Semua anak tertawa saat nama itu disebutkan, Pak Joni adalah tukang kebun sekolah yang sering dijahili anak-anak osis pada waktu itu. Beliau adalah tukang kebun kocak yang tak pernah marah ketika mereka terpaksa mengacaukan taman sekolah gara-gara saat itu ada event mereka yang harus menjebol taman karena kurangnya tempat untuk memasang panggung. Bukan karena mereka sengaja melakukan hal tersebut, namun setelah acara mereka selesai taman kembali dibentuk agar Pak Joni tidak marah dan mereka selalu mempunyai ide untuk bisa membuat Pak Joni latah. Hari itu hanya gelak tawa yang mereka rasakan, seakan-akan beban yang mereka tanggung tidak seberat beban mereka saat menjabat sebagai pengurus osis di sekolahnya dulu. Mereka kini tumbuh menjadi pengusaha yang dapat membiayai event mereka tanpa ada sponsorship.
—
“Siapa yang akan loe temui saat reuni nanti bro?” tanya Kurnia pada Satria saat makan siang bersama.
“Gue pengen ketemu sama gadis misterius yang dulu pernah gak kesampaian untuk gue dapetin.” Jawab Satria lantang.
“Gue tau bro, loe masih penasaran sama dia. kan kita besok manggung nih, kenapa loe gak cari tau aja dia sekarang dimana. Meskipun loe gak tau keberadaannya, tapi setidaknya dia tau bahwa loe besok manggung.” Jelas Kurnia panjang lebar.
“Ya, bagus juga ide loe. Enda sama Aan udah loe kabarin belom soal ini?”
“Ya udah lah, lusa kita latian bareng ditempat biasa.”
“Serius loe mau kesana?”
“Ambil cuti lah, masak iya mau bolos.”
“Gue pengen ketemu sama gadis misterius yang dulu pernah gak kesampaian untuk gue dapetin.” Jawab Satria lantang.
“Gue tau bro, loe masih penasaran sama dia. kan kita besok manggung nih, kenapa loe gak cari tau aja dia sekarang dimana. Meskipun loe gak tau keberadaannya, tapi setidaknya dia tau bahwa loe besok manggung.” Jelas Kurnia panjang lebar.
“Ya, bagus juga ide loe. Enda sama Aan udah loe kabarin belom soal ini?”
“Ya udah lah, lusa kita latian bareng ditempat biasa.”
“Serius loe mau kesana?”
“Ambil cuti lah, masak iya mau bolos.”
—
Kevin telah duduk di ruang tamu Lena sedari tadi, dia akan mengantar Lena ke acara reuni malam itu namun dia tidak ikut menemani. Kevin adalah kekasih Lena setahun yang lalu, mereka adalah teman kantin pada saat kuliah dulu. Disebut sebagai teman kantin karena mereka hanya bisa bertemu saat jam makan siang di kantin saja.
“Cabut yuk” ajak Lena kemudian. Banyak orang beranggapan bahwa mereka adalah pasangan serasi. Entah darimananya mereka bisa dikatakan serasi. “Sampai jam berapa kamu di kantor?”
“Jika kamu pulang, mungkin aku juga pulang.” Jawab Kevin lembut
“Aku masuk duluan ya, kamu hati-hati.”
“Ok ntar hubungi aku kalo kamu dah mau pulang.”
“Cabut yuk” ajak Lena kemudian. Banyak orang beranggapan bahwa mereka adalah pasangan serasi. Entah darimananya mereka bisa dikatakan serasi. “Sampai jam berapa kamu di kantor?”
“Jika kamu pulang, mungkin aku juga pulang.” Jawab Kevin lembut
“Aku masuk duluan ya, kamu hati-hati.”
“Ok ntar hubungi aku kalo kamu dah mau pulang.”
Dyah memang benar, aula yang dulu hanya dapat menampung satu angkatan itu kini berubah menjadi aula yang dapat digunakan sebagai lapangan bola lengkap dengan sound system yang ada di dalamnya. Lena menyusuri rombongan kelasnya yang berada jauh dari panggung dan disana telah ada teman-teman yang terkenal kocak di kelasnya seperti Bowo, Aji, Ozi, Andre, Rosyid, Vana, Zaeva, Tina dll. Keakraban pun mulai muncul, semua orang merapat pada kelasnya masing-masing.
“Ok teman-teman, kini tiba saatnya kita ke sebuah band yang sedikit mellow karena pembawaan mereka yang dahsyat. Kita sambut langsung saja “Voice Red”.
“Voice Red” Lena menggumam. Dia menatap erat siapa orang yang memegang bass, apakah sama seperti yang dulu. Ataukah telah ada pergantian personil, tampaknya akomodasi mata Lena telah memudar untuk melihatnya. Lena dapat melihat bassistnya di layar proyektor dan ternyata apa yang ia pikirkan muncul kembali, bayangan semunya ketika SMA dulu.
“Aku kira kamu sudah melupakannya.” Tanya Tyas yang sedari tadi mengawasi cara pandang Lena.
“Enggak, dia terlalu ganteng mungkin untuk dilupakan.” Jawab Lena sembari menunjukkan senyuman yang selalu diperlihatkannya ketika bertemu bassist voice red saat sekolah dulu.
“Yaah semoga aja kamu ingat sama cowok yang mengantarmu tadi.” Sambut Tyas
“Kalo dia tak akan ada habisnya.”
“Dasar! Hey, Ita kemana sih? Ambil minum lama amat?”
“Yas, dia sama Dendy tuh.” Terka Lena
“Uwaaaa jadian kagak bilang-bilang tuh anak.”
“Hahaha, sssst jangan diganggu dulu.”
“Ok teman-teman single kedua yang akan kami bawakan yaitu lagu yang sempat booming saat kita sekolah dulu…”
“Dia ganteng banget ya yas?” gumam Lena
“Terserah kamu aja deh.”
“… dan lagu ini aku persembahkan buat kalian semua yang dulu pernah pacaran saat kita sekolah satu angkatan, o iya aku mau pesen sama seseorang yang dulu pernah suka banget sama lagu ini. Tunjukin keberadaanmu sekarang…” kata Satria di atas panggung.
“Buat loe Len,” seru Tyas
“…dia adalah satu-satunya temen osis di kelasku dulu saat kita masih satu kelas. Sepuluh C,” kata Satria kemudian.
Kontan mata Lena membelalak tak percaya Satria bisa bicara segamblang itu di depan teman-teman seangkatannya. Semua orang bertanya-tanya tentang cewek yang dimaksud Satria, Lena tak percaya orang yang dulu pernah ia kagumi mempersembahkan lagu yang memang sangat disukai Lena pada waktu itu “Pesawat Kertas” dan dia bernyanyi di hadapan teman-teman satu angkatannya yang memang tak mengerti siapa cewek yang dimaksud Satria. Setelah turun dari panggung, ekspresi Satria berubah karena tak ada cewek yang ia maksud sedang berjalan mendekatinya.
“Samperin aja Len, itung-itung ngganti tujuh tahun yang lalu.” Sodok Tyas
“Kok aku belum bisa biasa ya yas?” kata Lena lemah.
“Dicoba dulu.”
“Ok teman-teman, kini tiba saatnya kita ke sebuah band yang sedikit mellow karena pembawaan mereka yang dahsyat. Kita sambut langsung saja “Voice Red”.
“Voice Red” Lena menggumam. Dia menatap erat siapa orang yang memegang bass, apakah sama seperti yang dulu. Ataukah telah ada pergantian personil, tampaknya akomodasi mata Lena telah memudar untuk melihatnya. Lena dapat melihat bassistnya di layar proyektor dan ternyata apa yang ia pikirkan muncul kembali, bayangan semunya ketika SMA dulu.
“Aku kira kamu sudah melupakannya.” Tanya Tyas yang sedari tadi mengawasi cara pandang Lena.
“Enggak, dia terlalu ganteng mungkin untuk dilupakan.” Jawab Lena sembari menunjukkan senyuman yang selalu diperlihatkannya ketika bertemu bassist voice red saat sekolah dulu.
“Yaah semoga aja kamu ingat sama cowok yang mengantarmu tadi.” Sambut Tyas
“Kalo dia tak akan ada habisnya.”
“Dasar! Hey, Ita kemana sih? Ambil minum lama amat?”
“Yas, dia sama Dendy tuh.” Terka Lena
“Uwaaaa jadian kagak bilang-bilang tuh anak.”
“Hahaha, sssst jangan diganggu dulu.”
“Ok teman-teman single kedua yang akan kami bawakan yaitu lagu yang sempat booming saat kita sekolah dulu…”
“Dia ganteng banget ya yas?” gumam Lena
“Terserah kamu aja deh.”
“… dan lagu ini aku persembahkan buat kalian semua yang dulu pernah pacaran saat kita sekolah satu angkatan, o iya aku mau pesen sama seseorang yang dulu pernah suka banget sama lagu ini. Tunjukin keberadaanmu sekarang…” kata Satria di atas panggung.
“Buat loe Len,” seru Tyas
“…dia adalah satu-satunya temen osis di kelasku dulu saat kita masih satu kelas. Sepuluh C,” kata Satria kemudian.
Kontan mata Lena membelalak tak percaya Satria bisa bicara segamblang itu di depan teman-teman seangkatannya. Semua orang bertanya-tanya tentang cewek yang dimaksud Satria, Lena tak percaya orang yang dulu pernah ia kagumi mempersembahkan lagu yang memang sangat disukai Lena pada waktu itu “Pesawat Kertas” dan dia bernyanyi di hadapan teman-teman satu angkatannya yang memang tak mengerti siapa cewek yang dimaksud Satria. Setelah turun dari panggung, ekspresi Satria berubah karena tak ada cewek yang ia maksud sedang berjalan mendekatinya.
“Samperin aja Len, itung-itung ngganti tujuh tahun yang lalu.” Sodok Tyas
“Kok aku belum bisa biasa ya yas?” kata Lena lemah.
“Dicoba dulu.”
Dengan langkah pasti, Lena berjalan menuju Satria dan teman satu bandnya duduk, Lena menunggu Satria berdiri. Mungkin untuk mengambil minum, atau apa ajalah. Dan itu kejadian.
“Apa kabar komandan?” sapa Lena.
Satria memandang Lena tanpa berkedip, apa yang dikatakannya di panggung kini menjadi kenyataan. Gadis yang dulu pernah ia sorot tatapan matanya itu. “Seperti yang kamu lihat.” Helaan nafas panjang segera dihembuskan Satria agar terlihat biasa saja di depan Lena. “Duduk yuk.” Ajaknya kemudian.
“Kamu terlihat anggun, ehm maksudnya aku gak nyangka bisa ketemu kamu di acara ini.”
“Aku juga gak nyangka kamu masih bergabung sama Voice Red.”
Canggung.
“Ehm, apakah lagu tadi buat aku? Sat?” tanya Lena langsung
“Iya.”
“Kalo boleh tau, kenapa?”
“Ceritanya panjang, mau dengerin?”
“Boleh, dengan senang hati.”
“Dulu waktu aku masuk sekolah ini. Hatiku hampa, cewek yang dulu pernah jadi pacarku mutusin hubungan kita karena LDR. Aku berniat buat cari penggantinya, tapi sayangnya aku gak bisa deketin dia. kita satu organisasi, dan mungkin pada saat itu aku gengsi mengakui bahwa aku tertarik sama dia. aku hanya bisa memperhatikannya jarak jauh, hingga akhirnya aku dekat dengan kakak kelas dan dia jadi pacarku pada saat itu. Namun pandangan mataku selalu beralih pada cewek ini seakan akan nyawaku Cuma nyangkut ke dia. lalu aku sadar ketika aku bermimpi seseorang berkata padaku bahwa dia suka lagu yang aku bawain saat aku ngisi di event dia. sebatas itu.”
“Mimpi?”
“Ya. Cewek itu kamu Len. Aku gak sempat tanya ke kamu waktu hari kelulusan, dan aku baru sadar kamu sedikit lebih putih dari saat kita sekolah dulu”
“Hm.. bisa aja. Emang tanya apa?”
“Siapa orang yang ada di hatimu saat itu. Aku ngrasa pengecut banget gak bisa ngomong langsung ke kamu sewaktu kita gak akan bertemu lagi.”
Jlebb. Senar gitar menembus jantung Lena untuk berhenti berdetak, dia tak percaya bahwa cowok yang selama ini dikagumi ternyata menyimpan kisah seperti itu padanya. Ia pun mulai terbuka.
“Kalau kamu tanya kaya gitu, mungkin aku akan bingung jawabnya Sat. Dulu aku pernah menyukai anak paskibra, aku suka dia karena fisiknya. Dia ganteng, tinggi, dan sipit. Adakalanya aku selalu memperhatikannya di kelas, dan gak tau kenapa aku selalu kena tatapan matanya ketika aku sedang perhatikan dia. saat kelas dua, dia beda kelas denganku aku sempat ingin berkata padanya bahwa aku suka sama dia dan aku ingin menghindar darinya karena fokus belajarku. Tapi aku gak berani, alhasil aku masih saja perhatikan dia ketika kita berpapasan di jalan. Dan aku masih kenal sorot matanya hingga sekarang.”
“Jika kita jujur dari dulu, apakah kita akan berpacaran?” tanya Satria kemudian
“Memangnya, yang aku maksud itu kamu?”
“Ya.”
“Kenapa kamu bisa yakin?”
“Karena aku juga ngalamin hal yang sama.”
Mereka terdiam setelah bercerita pengalamannya dulu, dan mereka baru menyadari bahwa memang dari dulu perasaan mereka sama. Satu hati. Namun tak pernah terbalaskan.
“Kamu baik-baik aja kan dengan Rena?” tanya Lena sembari menyruput minuman di tangannya
“Tau darimana?”
“Waah, mata-mataku kan banyak.”
“Okay aku baik sama dia. jangan cemburu ya.”
“Idiiih pede banget, emang kamu siapa ku? Enak aja.”
“Suatu saat nanti, mungkin kamu bisa jadi milikku Len.”
“Ngaco ah! Kamu tuh Cuma bayangan semu buat aku, dan aku sadar kok kalo kamu tuh gak pernah bisa kumiliki. Bayangan ya Cuma bayangan, gak lebih.”
“Setidaknya bayangan itu memiliki nama, yang bisa aja jagain kamu terus. Ngikutin kamu terus.”
“Nama pacar kamu kok hampir kaya namaku ya Sat? Rena, Lena. Jangan jangan kamu emang suka banget sama aku kan.”
“Idiih pede banget, itu kan Cuma kebetulan aja. Yang jelas dia lebih feminim dari kamu.”
“Okeee aku emang bukan jodohmu kok, aku sadar itu.”
Omongan nglantur mereka membuat suasana menjadi akrab, mungkin karena mereka memang telah memiliki orang spesial di hatinya masing-masing. Jadi tak akan menjadi penyakit hati jika mereka bercanda seperti saat ini.
“Aku gak percaya kamu bisa agak gendutan sekarang. Kamu kelihatan gagah.” Kata Lena
“Jadi dulu aku gak gagah nih?”
“Emang enggak, dasar cungkring!”
“Ehm, sekarang siapa yang sedang mengisi hatimu?” Tanya Satria
“Temen kuliah dulu.”
“Udah lama?”
“Sekitar satu tahun yang lalu.”
“Meskipun aku dah gak cungkring, ternyata udah ada yang gantiin posisiku.”
“Haha, apaan sih. Adanya kamu tuh yang gak pernah kasih aku kesempatan buat nongkrong di hatimu.”
“Setidaknya kita sama-sama tahu.”
“Hanya saja kita kurang beruntung.”
“Aku percaya kok suatu saat nanti.”
“Aku gak percaya, maaf Satria cungkring. Pacarku percaya kepadaku, dan aku gak mau buat dia kecewa.”
“Memang aku gak pantes buat kamu, aku emang pantesnya buat pacarku Lena item.”
“Oke. Kita harus janji akan setia sama pasangan kita masing-masing.”
“Janji. Demi siapa?”
“Demi pacarku” demi kamu
“Ok. Demi pacarku” demi kamu
“Apa kabar komandan?” sapa Lena.
Satria memandang Lena tanpa berkedip, apa yang dikatakannya di panggung kini menjadi kenyataan. Gadis yang dulu pernah ia sorot tatapan matanya itu. “Seperti yang kamu lihat.” Helaan nafas panjang segera dihembuskan Satria agar terlihat biasa saja di depan Lena. “Duduk yuk.” Ajaknya kemudian.
“Kamu terlihat anggun, ehm maksudnya aku gak nyangka bisa ketemu kamu di acara ini.”
“Aku juga gak nyangka kamu masih bergabung sama Voice Red.”
Canggung.
“Ehm, apakah lagu tadi buat aku? Sat?” tanya Lena langsung
“Iya.”
“Kalo boleh tau, kenapa?”
“Ceritanya panjang, mau dengerin?”
“Boleh, dengan senang hati.”
“Dulu waktu aku masuk sekolah ini. Hatiku hampa, cewek yang dulu pernah jadi pacarku mutusin hubungan kita karena LDR. Aku berniat buat cari penggantinya, tapi sayangnya aku gak bisa deketin dia. kita satu organisasi, dan mungkin pada saat itu aku gengsi mengakui bahwa aku tertarik sama dia. aku hanya bisa memperhatikannya jarak jauh, hingga akhirnya aku dekat dengan kakak kelas dan dia jadi pacarku pada saat itu. Namun pandangan mataku selalu beralih pada cewek ini seakan akan nyawaku Cuma nyangkut ke dia. lalu aku sadar ketika aku bermimpi seseorang berkata padaku bahwa dia suka lagu yang aku bawain saat aku ngisi di event dia. sebatas itu.”
“Mimpi?”
“Ya. Cewek itu kamu Len. Aku gak sempat tanya ke kamu waktu hari kelulusan, dan aku baru sadar kamu sedikit lebih putih dari saat kita sekolah dulu”
“Hm.. bisa aja. Emang tanya apa?”
“Siapa orang yang ada di hatimu saat itu. Aku ngrasa pengecut banget gak bisa ngomong langsung ke kamu sewaktu kita gak akan bertemu lagi.”
Jlebb. Senar gitar menembus jantung Lena untuk berhenti berdetak, dia tak percaya bahwa cowok yang selama ini dikagumi ternyata menyimpan kisah seperti itu padanya. Ia pun mulai terbuka.
“Kalau kamu tanya kaya gitu, mungkin aku akan bingung jawabnya Sat. Dulu aku pernah menyukai anak paskibra, aku suka dia karena fisiknya. Dia ganteng, tinggi, dan sipit. Adakalanya aku selalu memperhatikannya di kelas, dan gak tau kenapa aku selalu kena tatapan matanya ketika aku sedang perhatikan dia. saat kelas dua, dia beda kelas denganku aku sempat ingin berkata padanya bahwa aku suka sama dia dan aku ingin menghindar darinya karena fokus belajarku. Tapi aku gak berani, alhasil aku masih saja perhatikan dia ketika kita berpapasan di jalan. Dan aku masih kenal sorot matanya hingga sekarang.”
“Jika kita jujur dari dulu, apakah kita akan berpacaran?” tanya Satria kemudian
“Memangnya, yang aku maksud itu kamu?”
“Ya.”
“Kenapa kamu bisa yakin?”
“Karena aku juga ngalamin hal yang sama.”
Mereka terdiam setelah bercerita pengalamannya dulu, dan mereka baru menyadari bahwa memang dari dulu perasaan mereka sama. Satu hati. Namun tak pernah terbalaskan.
“Kamu baik-baik aja kan dengan Rena?” tanya Lena sembari menyruput minuman di tangannya
“Tau darimana?”
“Waah, mata-mataku kan banyak.”
“Okay aku baik sama dia. jangan cemburu ya.”
“Idiiih pede banget, emang kamu siapa ku? Enak aja.”
“Suatu saat nanti, mungkin kamu bisa jadi milikku Len.”
“Ngaco ah! Kamu tuh Cuma bayangan semu buat aku, dan aku sadar kok kalo kamu tuh gak pernah bisa kumiliki. Bayangan ya Cuma bayangan, gak lebih.”
“Setidaknya bayangan itu memiliki nama, yang bisa aja jagain kamu terus. Ngikutin kamu terus.”
“Nama pacar kamu kok hampir kaya namaku ya Sat? Rena, Lena. Jangan jangan kamu emang suka banget sama aku kan.”
“Idiih pede banget, itu kan Cuma kebetulan aja. Yang jelas dia lebih feminim dari kamu.”
“Okeee aku emang bukan jodohmu kok, aku sadar itu.”
Omongan nglantur mereka membuat suasana menjadi akrab, mungkin karena mereka memang telah memiliki orang spesial di hatinya masing-masing. Jadi tak akan menjadi penyakit hati jika mereka bercanda seperti saat ini.
“Aku gak percaya kamu bisa agak gendutan sekarang. Kamu kelihatan gagah.” Kata Lena
“Jadi dulu aku gak gagah nih?”
“Emang enggak, dasar cungkring!”
“Ehm, sekarang siapa yang sedang mengisi hatimu?” Tanya Satria
“Temen kuliah dulu.”
“Udah lama?”
“Sekitar satu tahun yang lalu.”
“Meskipun aku dah gak cungkring, ternyata udah ada yang gantiin posisiku.”
“Haha, apaan sih. Adanya kamu tuh yang gak pernah kasih aku kesempatan buat nongkrong di hatimu.”
“Setidaknya kita sama-sama tahu.”
“Hanya saja kita kurang beruntung.”
“Aku percaya kok suatu saat nanti.”
“Aku gak percaya, maaf Satria cungkring. Pacarku percaya kepadaku, dan aku gak mau buat dia kecewa.”
“Memang aku gak pantes buat kamu, aku emang pantesnya buat pacarku Lena item.”
“Oke. Kita harus janji akan setia sama pasangan kita masing-masing.”
“Janji. Demi siapa?”
“Demi pacarku” demi kamu
“Ok. Demi pacarku” demi kamu
Acara itupun ditutup oleh perayaan kembang api karena mereka ingin mengingat hari kelulusan mereka dulu. Semua orang bergegas pulang namun ada yang masih ingin mengobrol, dan malam itu bisa disebut malam aneh bagi Lena dan Satria karena pertemuan mereka diisi dengan obrolan tentang perasaan mereka yang tak dapat terbalas. Mungkin memang suatu hari nanti mereka dipertemukan lagi tanpa mereka tahu. Garis takdir telah dilukiskan sang Maha Pencipta untuk mereka.
Cerpen Karangan: Anggit Aprindrian Prehamukti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar