Selasa, 12 November 2013

Cerpen - Dia.. Dia.. Dia..

22 Agustus 2011…
Fiuuuh… darahku seperti tersedot naik ke ubun-ubun. Seluruh syarafku kaku tak bisa kugerakkan. Aku terpaku. Menatapnya yang sedang berdiri 8 meter di depanku. Di seberang jalan.
Ada perasaan yang membuat jantung ini berdegup lebih kuat saat melihatnya. Ada senyuman yang merekah saat memandangnya. Walau semua itu hanya terjadi dalam detik-detik yang kurasakan sangat cepat berlalu.
Tiba-tiba aku merasa kedinginan. Padahal jam di tanganku menunjukkan pukul 12:32 p.m. Matahari sangat terik menyinari di atas kepalaku. Tapi, aku malah berkeringat dingin. Aku merasa seperti dihujani pecahan-pecahan es tepat di kepalaku. Apa semua ini juga termasuk efek karena menatap, Dia..?
12 September 2011…
Jam sudah menunjukkan pukul 14:07 p.m tapi kenapa Dia belum juga terlihat?. Ini baru saja Senin ke-4 ku. Lalu Dia tiba-tiba menghilang. Kemana Dia…?.
Sejak 4 minggu yang lalu, aku memiliki kegiatan rutin yang harus dikerjakan. Aku harus menunggu Dia. Menunggu hanya untuk melihat Dia keluar dari gerbang sekolahnya hingga menuju seberang jalan, lalu Dia akan menghilang di belokan gang ke-3 dari jalan ini. Hanya itu. Dan setiap Senin pukul 11:15 a.m, aku sudah harus ada di pinggir jalan depan sekolahnya. Kalau tidak, maka aku tidak akan melihat senyumnya saat bercanda dengan teman-temannya, tidak akan melihat paras yang mempesona itu dan tidak akan merasakan desiran aneh tiap aku bersitatap dengannya.
Huffft… sudah 20 menit dan Dia belum juga muncul. Aku berusaha memfokuskan pandangan pada gerbang sekolahnya. Tapi, tak bisa. Aku mulai lelah. Terik matahari mulai membuatku gerah. Lalu, aku putuskan aku akan menunggunya hingga pukul 15:00 p.m. jika Dia belum tampak juga, dengan berat hati aku akan meninggalkan tempatku dengan rasa kecewa yang sangat penuh di hatiku.
Baru saja pikiran itu terbentuk di otakku, jantungku sudah berpacu dengan cepat. Tak kurasakan lagi lelah maupun gerah. Karena detik itu juga, mataku menangkap wajah yang dari tadi aku tunggu-tunggu. Senyumku sudah mulai merekah dan kemudian langsung layu ketika melihat Dia tak sendiri. Di sampingya berdiri seorang gadis cantik yang belum pernah kulihat sebelumnya.
Mereka berpegangan tangan dengan erat ketika menyeberang jalan. Dan mereka cocok. Mereka serasi. Begitu pantas untuk bersandingan. Aku cemburu. Kubiarkan mereka hilang di belokan, lalu aku berjalan pergi meninggalkan tempat itu dengan hati yang terluka.
14 November 2011…
Kata orang, angka 13 adalah angka keberuntungan. Hari ini adalah Senin ke-13 ku. Semoga ini hari keberuntunganku. 9 minggu yang lalu, aku memang sakit hati melihatnya dengan orang lain. Namun, sakit hati itu berangsur-angsur membaik. Karena minggu-minggu berikutnya, gadis cantik itu tiada di sampingnya.
Hmmm… seperti biasa, 12:20 p.m aku telah duduk manis di sebuah bangku yang ada di pinggir jalan depan sekolahnya. Menunggu pak satpam membuka pintu gerbang. Menunggu wajahnya muncul di antara gerombolan-geombolan anak sekolah lainnya.
Sepuluh menit berlalu. Pak satpam membuka pintu gerbang yang langsung kusambut dengan wajah ceria. Beberapa gerombol anak keluar sambil bercanda tawa. Selang beberapa menit kemudian, kulihat wajahnya muncul di antara kerumunan.
Desiran aneh itu kembali muncul, bahkan sekarang lebih kuat dari sebelum-sebelumnya. Jantungku yang telah berdegup lebih keras, kini berdegup lebih keras lagi. Dingin itu makin menusukku. Kenapa ya?.
Saking fokusnya aku melihatnya, hingga aku tak menyadari seorang gadis telah berdiri di hadapanku dengan senyum merona. Dan aku langsung mengenalinya! Dia adalah gadis cantik yang pernah bersama DIA. Sebelum aku sempat berkata apapun. Dia telah berucap, “Mbak, ini surat dari kakakku.” Sambil menunjuk ke arah Dia yang mulai menyeberang. Kini jelaslah hubungan mereka selama ini, hanya kakak-beradik.
Aku membuka surat itu dengan nafas tertahan. Hanya berisi tak lebih dari 3 kata, “Hei”. Hanya itu. Gadis itu telah pergi bersama Dia, membiarkanku terhanyut dalam perasaan yang tak bisa terjelaskan dengan kata-kata. Oh, tidak. Ck, ck, ck.. Dia, Dia, Dia…
# THE END #
Cerpen Karangan: Adhinta Atharryaa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar