Jumat, 15 November 2013

Cerpen - Dibalik Sinar Bulan

Laksana bulan yang selalu menyinari bumi setiap malamnya, meski terkadang ia tak muncul tapi bukan berarti ia hilang, ia hanya tertutupi awan kelam, ketika awan itu berlalu ia kembali menyinari bumi. Begitulah keyakinan cintaku pada Ridho, saat ini ia lagi tertutupi awan ujian cinta sehingga lama tak datang padaku, saat awan itu tertiup angin aku tau ia akan kembali datang padaku. Keyakinan ini pula yang membuat orang-orang sekelilingku semakin geram atas pendirianku dan sikap Ridho.
“Mba liat Ridho udah lama gak ngapelin kamu Rin?”. Maudy adalah satu-satunya Mba ku, yang paling sewot terhadap Ridho.
“Mungkin lagi ada kerjaan mba..”
“Mungkin…? kamu aja gak tau kan kabar dia sekarang… bisa-bisanya masih setia.”
“Aku yakin dia bakal balik kok mba.”
“Maurin Adelia Putri… sampai kapan sih kamu kaya gini.. kamu udah buta ya, berfikir yang realistis donk sayang… 6 bulan alias setengah tahun tanpa kabar, dan kamu masih nunggu dia?”
“Dia hanya lagi tersesat jalan mba, ntar juga dia cari jalan yang bener buat balik”.
“Udah ya, terserah… mba cuma kasian sama kamu Rin…” Mba Maudy berlalu…
“Udah gak usah denger mba mu.. jalani aja apa yang kamu yakini… kalau jodoh gak kemana..” Mario adalah kakakku yang paling bijak.
Ya… ini minggu ke-24 tanpa Ridho. Bukan hanya tanpa kehadirannya, tapi juga tanpa kabar darinya. Ridho raib bak ditelan bumi dariku, setiap kucari ke rumahnya dia pergi, kucari ke kantornya tak ada yang tahu. Sampai pada titik aku lelah mencari, namun di sisi sudut hatiku, ku meyakini dia akan kembali untukku, padaku, cepat atau lambat.
Aku tak pernah peduli dengan pendapat sekelilingku, yang aku tau aku akan menunggu Ridho sampai kapanpun. Aku menganggap Ridho saat ini hanya butuh waktu untuk berpetualang, namun pada akhirnya aku tau padakulah dia kembali, karena aku mencintainya dengan tulus.
Ini awal pekan setelah 2 hari libur ngantor, entah mengapa hari ini dari rumah sampai kantor aku merasa ada mata yang memperhatikanku. Aku jadi merinding, tapi kutepis saja perasaan itu.
Tak ada hal istimewa yang terjadi di kantor, semua berjalan seperti biasa. Oh ya aku bekerja di sebuah perusahaan swasta yang bergerak di bidang advertising.
Sampai saat aku mau pulang dan menunggu taxi…
“Maaf… anda mba Maurin bukan?”
“Iya, maaf anda siapa ya?”
“Saya Yanto, supir mas Ridho. Ada yang mau saya sampaikan sama mba Maurin.”
“Ooo.. iya silahkan. Kita ngobrol di cafe seberang jalan itu saja ya pak, biar lebih enak.”
“Mari mba.”
Setelah memesan minuman, pak yanto mengeluarkan sebuah kotak kado.
“Ini apa pak..?”
“Ini saya temukan di kamar mas Ridho kemarin sore, sepertinya untuk mba Maurin karena ada foto mba disitu”
“Ridhonya kemana pak..?”
“Maaf mba saya belum bisa cerita, mba akan tau kalau mba buka kado ini nanti, karena ada surat untuk mba di dalamnya.”
“Baiklah pak, terima kasih ya merepotkan.”
“Sama-sama mba, mari saya permisi dulu.”
“Mari pak.”
Sepanjang jalan pulang fikiranku tak tenang, aku terfikirkan akan isi kado yang ada di tanganku. Taxi ber AC ini serasa angkot, gerah. Ditambah dengan macetnya jakarta.
Sesampai di rumah, aku langsung ke kamar dan membuka kado yang dibawa pak yanto tadi.
Ada fotoku berukuran 5 R, ada album foto aku dan Ridho, ada sebuah cincin yang indah dengan hiasan kotaknya demikian anggun dan ada sebuah gaun, sepatu serta ada dua pucuk surat, berwarna pink dan putih. Belumlah kubaca suratnya, air mataku sudah menetes melihat gaun itu. Itu adalah gaun yang kami lihat di sebuah butik dulu.
Perlahan kubuka dan kubaca surat yang berwarna pink, baunya khas parfum Ridho…
Jakarta, 28 februari 2013
Untuk bidadariku Maurin
Bidadariku, ku tunggu kamu dengan gaun dan sepatu ini malam ini di cafe solaria. Pak yanto akan menjemputmu tepat pukul 19.00 WIB. Gak usah telfon ataupun sms tanya ada apa, ini kejutan untuk kamu.
Yang selalu mencintaimu
Ridho
Perlahan kubuka surat yang satunya
Untuk Maurin
Maurin.. tante sengaja menyuruh pak yanto mencari kamu untuk memberikan barang-barang ini. Maurin, tanggal 28 februari lalu tepat pukul 18.45 WIB Ridho mengalami kecelakaan saat menuju cafe solaria. Kami panik, kami tak sempat mengabarimu. Ridho koma selama 5 bulan lebih. Ketika dia sadar, dia juga tidak mengizinkan kami untuk mengabarimu, dia tidak ingin kamu bersedih. Hingga Ridho menghembuskan nafas terakhirnya, yang dia genggam adalah cincin dan fotomu yang ada dalam kado ini.
Saat kamu menerima kado ini dan membaca surat ini, Ridho telah pergi selama 40 hari.
Yang tabah ya sayang, Allah punya rencana lebih baik untuk kamu.
Mama Ridho
Tak kuasa menahan tangis dan sesak, aku menjerit sekuat tenaga. Hingga seisi rumah gaduh. Mama, papa, mba Maudy, kak Mario, mbok Sri dan pak Umar berlarian kekamarku. Aku tak tau apa yang terjadi, karena kata mama aku pinsan selama 1 jam.
Ketika aku sadar, mba Maudy memelukku…
“Maafkan mba ya, selama ini berfikiran salah tentang Ridho..”
“Iya mba, aku tau itu karena mba sayang aku.”
“Ya udah, sekarang kamu istirahat ya. Bawa sholat, kirim doa biar Ridho juga tenang disana ya.”
“Iya mba, makasih ya.”
Tiga hari dari kabar duka itu.
Malam ini bulan tampak sangat cerah. Tanpa awan sedikitpun, bintang bertaburan, aku tau Ridho tak mungkin kembali pada ku, meski bulan telah kembali menyinari bumi. Namun ada bayangan wajah Ridho di temaramnya bulan malam ini. Semoga bahagia disana sayang, aku selalu mendoakanmu disini.
THE END
Cerpen Karangan: Ulie

Tidak ada komentar:

Posting Komentar