Senin, 11 November 2013

Cerpen - Hujan Kenangan

Sore hari suasana di lingkungan SMA permata sudah tampak sepi. Tidak ada lagi siswa ataupun guru yang berlalu lalang di lantai 3 gedung sekolah ini. Semua sudah kembali ke rumahnya masing-masing. Tetapi, tidak dengan aku. Aku justru lebih suka berdiri di lantai 3 gedung sekolah ini sepulang sekolah sambil menikmati indahnya taman yang terletak di belakang sekolah ini. Terlebih saat turun hujan seperti sore hari ini, semua tampak lebih indah dan segar, tidak seperti hari-hari biasanya. Bunga-bunga seakan tersenyum riang menikmati butiran-butiran air dari gumpalan awan gelap di langit.
Sejenak aku terpikir kejadian seminggu yang lalu. Ya, tepatnya saat aku menjadi siswa baru di sekolah ini. Sejak dokter memvonisku terkena kanker otak, aku lebih memilih untuk pindah ke sekolah ini dan tinggal bersama nenekku dan mencoba untuk melupakan semua kenangan-kenangan di kota dulu. Ingin rasanya aku menghabiskan sisa-sisa umurku di desa yang permai dan indah ini, sampai akhirnya aku harus pergi untuk selama-lamanya dan berkumpul dengan para bidadari-bidadari cantik yang ada di surga.
Tanpa ku sadar butiran demi butiran bening dari mata bundarku perlahan mulai membasahi pipiku. Tiba-tiba saja aku terkagetkan dengan sebuah tangan yang memegang sapu tangan putih yang disodorkannya tepat di depan wajahku. Spontan aku berbalik dan melihat sesosok pria yang memakai seragam sepertiku, dengan perawakannya yang tinggi kekar, hidung mancung, wajah oval serta kulit kuning langsat. Ia tersenyum ke arahku sambil terus menyodorkan sapu tangannya padaku.
“Ayo ambil, jangan sungkan. Tidak baik menangis sendirian di tempat sesepi ini.”
Aku mengambil sapu tangan yang disodorkan padaku itu dan langsung menghapus air mataku. Dan ketika aku hendak berterima kasih pada lelaki itu ia sudah menghilang dari sampingku.
Ku lihat di sekelilingku, tak ada seorang pun yang tampak. Termasuk pria itu.
Tiga hari sudah aku menyempatkan diri untuk berkeliling di sekolah yang luas ini untuk mencari sosok leleki yang mendatangiku di hujan sore itu. Tapi tidak ada hasil yang kudapat, aku tidak bisa menemukan pria itu maupun mengetahui namanya.
Letih mencari pria itu, aku memilih untuk beristirahat sejenak di kursi taman sekolah yang terletak di bawah pohon.
Belum lama aku duduk disini, tiba-tiba saja langit kembali menjatuhkan butiran air dari gumpalan awannya. Di saat aku hendak berdiri untuk mencari tempat yang nyaman untuk berteduh, tetapi tiba-tiba saja aku melihat sosok pria yang kucari datang menghampiriku sambil membawa payung untuk kami berteduh.
“Kamu kenapa sendirian di tempat ini? hujan-hujan lagi.” ujar pria itu.
“Aku… aku mencari kamu.” jawabku yakin.
“Benarkah? kenapa kamu mencari aku? apa kamu merindukanku?” Tanya pria itu lagi dengan senyum merekah.
“Aku ingin mengembalikan sapu tangan milikmu.” sambil menyodorkan sapu tangan itu ke hadapannya.
Pria itu langsung mengambil sapu tangan miliknya dam memasukkannya ke dalam saku almamaternya.
“Ayo, ku antarkan ke kelasmu.” ucapnya tiba-tiba.
Dan kami pun berjalan menuju kelasku, tanpa mengeluarkan suara sedikit pun. Tak ada yang menjadi bahan pembicaraan saat itu sehingga membuat hatiku tambah tidak karuan.
Sesampainya di ambang pintu kelasku, pria itu menyodorkan tangannya dan menyebutkan namanya.
“Angga” Ucapnya.
“Aku embun, terima kasih sudah menjadi dewa penyelamat di hujan kedua ini.” jawabku sambil menyambut tangannya.
Pria itu tersenyum polos seakan mengiyakan ucapan terima kasihku dan berlalu begitu saja, hingga akhirnya menghilang dari hadapanku.
Sampai bel pulang sekolah berbunyi pun, ternyata hujan masih turun dan langit pun masih tampak mendung seakan memberi isyarat pada dunia bahwa hujan akan lama berhenti.
Aku pun mulai melangkahkan kakiku menuju lantai 3 gedung sekolah ini. Seperti biasanya, aku lebih suka memandangi taman sekolah di saat turun hujan dan berdiri di lantai 3 gedung sekolah.
Dari kejauhan aku melihat sosok angga berdiri ditempat biasa aku memandangi taman. Kemudian aku menghampirinya dengan perasaan penuh tanya.
“Kamu ngapain disini angga?” Tanyaku
“Ah, kamu embun! bikin aku kaget saja.” Jawabnya.
“Kamu ngapain di tempat ini?” tanyaku lagi
“Sebelum kamu tau tempat ini, aku udah tau duluan tempat ini bun. Dulu aku juga sering kesini kok. Tapi karena akhir-akhir ini aku sibuk, makanya jarang kesini lagi, malah bisa dibilang nggak pernah lagi.”
“Ohh… benarkah?”
“Yap, tentu saja.” Jawab angga yakin.
Percakapan yang kami mulai dari rasa ingin tau ku mengapa angga ada di tempat itu, ternyata tidak hanya menjadi percakapan biasa saja. Percakapan kami terus berlanjut hingga hujan berhenti. Tidak hanya itu, sejak pertemuan kami di hujan kali kedua itu, kami mulai menjadi akrab, bahkan lebih dari sekedar keakraban seorang sahabat.
3 bulan sudah kami saling mengenal satu sama lain. Hingga akhirnya perasaan itu perlahan-lahan mulai muncul. Ya, rasa cinta yang tentu saja membuatku tambah nyaman berada di samping angga, hingga sesaat aku lupa dengan penyakit yang menggerogoti otak ku ini. Itu semua terjadi tentu saja karena motivasi yang selalu diberikan angga kepadaku agar aku tidak terlalu memikirkan penyakitku yang kelak akan menghantarkan ku ke surganya allah.
Berbeda saat sebelum aku mengenal angga, terkadang aku selalu merasa bahwa tidak ada gunanya lagi aku hidup terlebih dangan penyakit yang ku derita. Aku seakan-akan merasa bahwa malaikat akan mencabut nyawaku esok. Itulah yang selalu ku fikirkan di saat aku hendak tidur.
Tapi sekarang tidak lagi, aku tidak lagi memikirkan hal seperti itu. Karena setidaknya bila aku pergi nanti aku akan membawa kasih sayang orang-orang terdekatku.
Pagi ini aku terbangun lebih cepat dari hari-hari biasanya. Bagaimana tidak? hari ini hatiku terasa sangat gelisah sekali. Karena hari ini adalah hari pengumuman kelulusan di sekolahku. Hari ini kedua orang tuaku juga akan datang kesini untuk melihat perkembanganku.
Aku berangkat ke sekolah dengan perasaan campur aduk. Antara senang, gelisah, dan juga deg-degkan. Hingga aku tidak menyadari bahwa aku sudah sampai di gedung sekolah.
Sekilas aku mendengar suara angga yang mendekat ke arahku. Dan spontan aku berbalik 180 derajat dari posisi awalku, dan terdengar suara angga menyanyikan lagu happy birthday sambil menjabat tanganku.
“Selamat ulang tahun ke 17 embun” ucap angga. Hingga aku tidak dapat menjawab apa-apa, selain hanya tersenyum haru dan terus menahan buliran air mata yang hendak menetes ini.
Tidak ada yang dapat aku lakukan. Hingga akhirnya angga menyentuh pundakku dan membuyarkan lamunanku seketika.
“Aku mau ke kelas dulu, masih ada yang harus aku selesaikan, aku tunggu kamu di lantai 3 gedung sekolah setelah pengumuman kelulusan sekolah nanti.” ucap angga dan ia pun berlalu begitu saja.
Dan tiba-tiba saja pandanganku terasa kabur, dunia seakan berputar sangat kencang mengelilingiku, kepalaku bahkan terasa sangat pusing. Sekejab aku berusaha berjalan dengan tertatih-tatih mencari tempat untuk duduk.
1 jam lebih aku duduk di emperan sekolah, dan terdengar pengumuman agar seluruh siswa berkumpul di lapangan sekolah untuk pengumuman kelulusan. Aku berjalan ke lapangan sekolah hingga menunggu giliranku mendapat amplop yang berisi daftar kelulusan. Setelah menerima amplop kelulusan, aku pun mulai berlari ke lantai 3 gedung sekolahku. Barangkali angga sudah menunggu disana.
Ternyata dugaan ku benar. Angga sudah tampak menunggu disana, aku berlari ke arahnya dan bersorak
“Angga…. aku lulus!!”
Angga pun melihat ke arahku dan tersenyum. Lagi-lagi ia memamerkan senyumnya yang indah itu.
“Aku ikut senang bun, selamat ya!!” ucap angga.
“Iya, makasi ngga, kamu lulus juga kan?” tanyaku
“Tentu saja aku lulus” jawab angga lagi
Tapi tiba-tiba saja kepalaku terasa sangat sakit sekali dan aku pun berdiri oleng. Angga terkejut dan langsung memapahku duduk di kursi lantai 3 gedung sekolah ini.
Perlahan-lahan hujan pun mulai turun dengan lebatnya. Sore ini tampak indah sekali seperti hujan pertama kali aku bertemu angga.
“Ini hujan ke 40 kita duduk lagi disini bun” ucap angga tiba-tiba
“Benarkah? apa kamu selalu menghitung pertemuan kita di saat hujan?” jawabku lagi
“Tentu saja begitu. bun aku ingin mengatakan sesuatu kepada mu” ucap angga
“apa?” tanyaku lagi
“aku rasa, sudah lama kita kenal dan dekat, aku mulai merasakan sesuatu. Ya, aku rasa aku mencintai mu”
aku tersenyum mendengar ucapan angga dan meneteskan air mata. Perasaan ku campur aduk, sesaat angga pun menyodorkan sebuah kotak berbentuk hati kepada ku
“ini kado ulang tahun buat kamu” ucap angga.
aku menerima kotak itu dan mendapati boneka beruang warna merah muda di dalam kotak itu
“bagai mana? Apa kamu menerima cintaku?” tanya angga.
Aku tersenyum dan menganggukkan kepala menandakan isyarat bahwa aku menerima cinta nya. Angga pu memeluk ku dan mengusap rambut hitam ku.
“aku sangat senang dan nyaman sekali ada di pelukan mu” ucap ku pada angga.
“benarkah? Baik lah aku akan selalu memeluk mu bila kamu mau” jawab angga.
Angga makin erat memeluk ku, sampai akhirnya sang malaikat mendatangi ku dan mencabut nyawa ku hinga aku menghembus kan nafas terakhir ku di pelukan angga, orang yang aku sayang tepat di hari ulang tahun ku yang ke 17 dan di hari kelulusan ku.
Aku selalu berharap ini menjadi hujan kenangan di hati angga dan hidup angga.
Cerpen Karangan: Reny Rahma Yani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar