Senin, 11 November 2013

Cerpen - Si Kecil Yang Beruntung

Saat mentari menyingsing di ujung timur mulai bangunlah si anak kecil itu dari tidurnya. sebelum pemilik toko itu datang ia langsung pergi untuk mengemis berbekal kaleng bekas susu iya menyusuri jalan yang penuh dengan debu, di sudut-sudut kota terkadang anak itu mengemis di depan toko namun memilik tokonya tidak sering pula memarahinya dan tidak membiarkanya mengemis di tokonya “pak… minta uangnya pak…” “sana-sana pergi jangan mengemis di tokoku” bentak sang pemilik toko “astagfirllah” celetuk dari mulut anak itu.
Terik matahari menambah penderitaan anak kecil itu dengan tangan memegang perut sambil menahan lapar disertai kaki yang terendap panasnya jalan yang berwarna hitam pekat itu “aduh…!! perut aku lapar… aku belum makan dua hari ini…” tiba-tiba ada ibu-ibu yang menghampiri anak kecil itu “nak.. ini ada rizky untuk mu..” “terimakasih bu…” dan ibu-ibu itu pergi. satelah itu dilihatnya pemberian ibu tadi. Dan ternyata uang sebesar Rp10.000 “alhamdullah… masih ada juga orang se baik ibu tadi” ucap anak itu.
Ia pun bergegas ke warung kecil di sebrang jalan untuk membeli sebungkus nasi pecel kesukaanya, tapi ada anak-anak jalanan yang sudah remaja menghadang dia. “hai..! apa kamu punya uang!” “tidak mas..” “yang benar kamu..” “bener..” “sini aku priksa” “jangan mas… jangan” “ini.. apa.. uang kan..” pemuda jalanan itu berbicara dengan temannya “lumayan bisa buat beli rokok” “jangan mas nanti saya makan apa” “sudah makan kerupuk ini saja…” “ayo kita pergi teman-teman” “jangan mas jangan” “ucap anak kecil itu.
Cacing-cacing di perutnya mulai berbunyi “dari pada kelaparan lebih baik kumakan saja kerupuk ini” dengan lahap iya memakan kerupuk-kerupuk yang di kasih pemuda tadi “dari pada aku di sini lebih baik aku mengamen di depan lampu merah siapa tau ada yang mau mengasih uang” ucap anak kecil itu.
Ia langsung bergegas ke lampu merah dari siang sampai sore ia mengemis ia Cuma dapat uang tiga ribu rupiah setelah matahari tenggelam ia tidur di depan toko orang yang sudah tutup bersama gelandangan-gelandangan lainnya setelah malam larut ada glandangan yang bertriak “ada satpol pp… ada satpol pp…” anak itu terbangun dari tidurnya lalu bergegas lari tapi naas tertangkap satpol pp “pak jangan bawa saya pak pak…” “sudah diam”
Setalah sampai di panti rehabitasi ia berjerit-jerit “jangan pak… jangan…” setelah enam bulan iya di panti rehabilitasi iya di tempatkan di panti asuhan dan tidak lama ia di adopsi seseorang yang kaya raya tetapi tidak punya anak, setelah itu hidupnya bahagia dengan keluarga barunya
Cerpen Karangan: Rahmad Julian Galang Pamungkas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar