Jumat, 15 November 2013

Cerpen - Always With You

Rio tidak akan pernah melupakan kenangannya waktu itu. Saat indah bersama dengan orang yang dia cintai, Karin, akan menjadi kenangan terindah selama hidupnya, kenangan bersama orang yang telah mengubah hidupnya dan yang memberi masa-masa indah serta cinta walau sesaat…
Bel tanda pelajaran pertama dibunyikan, semua anak berlari dalam kelas masing-masing dan mencari tempat duduknya.
Di kelas, Rio, anak-anak duduk dengan tenangnya dan tiba-tiba pintu di buka dan masuklah guru kimia bersama seorang anak perempuan
“selamat pagi buk mila” sapa seisi kelas “anak-anak hari ini kita kedatangan teman baru, ayo perkenalkan dirimu di depan kelas” kata bu mila mempersilahkan anak baru terebut,
“dapat” guman anak itu sebelum akhirnya memperkenalkan diri di depan kelas.
“hai, nama aku Karin salam kenal ya” katanya sopan,
Karin, “Karin, kamu duduk di sana” kata ibu mila, ia menunjukkan sebuah kursi kosong di sebelah tempat duduk Rio, Karin mengucapkan terima kasih kepada ibu mila dan segera menuju tempat duduknya, pelajaranpun dimulai.
“Horeee!” sorak anak-anak dalam kelas saat mendengar bel istirahat di bunyikan
“Karin, kita ke kantin sama-sama ya!” ajak Nina pada Karin yang sedang membereskan buku-bukunya, Karin hanya diam dan hanya menjawab ajakan nina dengan senyuman sambil memasukkan buku-bukunya ke dalam tas, Tiba-tiba ia melihat Rio keluar kelas, dengan cepat ia menyimpan buku ke dalam tasnya.
“Nia, maaf, lain kali aja aku ada urusan” kata Karin terburu-buru, ia segera mengejar Rio yang sudah berjalan keluar kelas, “Kenapa sih tu anak?” Tanya Nina Tanya nina pada dirinya sendiri saat melihat Karin yang terburu-buru.
Di luar kelas, Rio sedang berjalan dengan santai sambil memainkan handphonnya, Tiba-tiba ia merasakan ada seseorang yang mengikutinya, ia segera berhenti dan menoleh ke belakang, ia melihat Karin di belakangnya sedang tersenyum sambil melambai-lambaikan tangannya ke arahnya.
“Dasar aneh” kata Rio, ia kemudian berbalik dan kembali melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti, Karin segera bergerak mengikuti langkah Rio yang mengacuhkannya itu.
“Karin” tiba-tiba ia mendengar seseorang memanggilnya, ia segera menoleh ke asal suara itu, “ada apa Eka?” Tanya Karin pada siswi yang memanggilnya tadi. “Kenapa kamu mengikuti Rio terus?” tanyanya, “Ah tidak, Hanya ingin saja” jawab Karin sambil tersenyum.
“Hah, kamu tidak tau kalau Rio itu, paling tidak suka yang namanya perempuan?” kata Eka. “Ayo kita ke kantin akan ku ceritakan tentang Rio di sana..” dan Eka segera menarik tangan Karin pergi dari tempat itu.
Sesampainya di kantin
“jadi Eka kenapa Rio tidak suka sama perempuan?” Tanya Karin saat mereka berdua telah duduk di sebuah meja, “Apa kamu pernah degar geng kaguya?” Tanya Eka sebelum memulai penjelasannya.
Karin menggelengkan kepalanya tanda tidak tahu. “Geng kaguya itu, geng yang paling di takuti di sekolah ini” ia menghentikan penjelasannya untuk menerima pesanan yang telah di antar oleh penjaga kantin. Setelah memberikan segelas minum ke Karin ia melanjutkan ceritanya.
“Setiap orang mendegar nama geng itu, pasti tidak akan mencari masalah dengan mereka” Eka berhenti sejenak untuk meminum es teh nya. Karin hanya mendegar dengan serius cerita Eka.
“Geng kaguya terdiri dari 5 orang, mereka adalah siswa-siswa berandal di sekolah ini, mereka hanya akan bicara untuk hal-hal penting saja dan mereka paling anti yang namanya perempuan karena menurut mereka itu perempuan hanya bisa nyusahin” kata Eka dengan mimik wajah serius, Karin hanya mengangguk kecil mendegar penjelasan Eka.
Karin mengangguk kecil, kemudian terlihat berpikir sejenak, namun ia bertekat untuk mengubah semuanya sebelum waktunya habis.
Bel pulang sekolah berbunyi…
Rio langsung mengambil tas untuk kenbali ke rumahnya. Karin juga cepat-cepat mengambil tasnya, Karin berlari mengikuti Rio. Siswa-siswi yang berada di dalam kelas hanya bingung melihat tingkah Karin.
Setelah sampai di depan gerbang, Karin tidak berjalan menuju arah rumahnya. Ia mengikuti Rio dari belakang. Rio yang merasa risih dengan sikap Karin, akhirnya berbalik dan menanyainya.
“Apa kau akan mengikuti ku sampai rumah ku juga?” Tanya Rio “Tidak juga sih aku ingin pulang ke rumah ku, Tapi aku tidak bisa pulang sendirian” jawab Karin.
“Kalau begitu cari orang lain yang mau mengantarmu pulang” kata Rio, ia berbalik dan berjalan menuju rumahnya. Karin tidak menghiraukan kata-kata Rio ia terus mengikuti Rio.
“Aku mau pulang jika kamu yang mengantarku” kata Karin dari belakang Rio, Rio sengaja tidak mendengarnya dan terus berjalan.
“Terserah kau saja, Kalau kamu mau mengikutiku terus tidak apa-apa” kata Rio, ia menarik sebatang rok*k dari saku celananya kemudian menghisapnya.
“Kau merok*k?” Tanya karin.
“Apa urusan mu?” kata rio ketus
“Ya… memang bukan urusan ku sih, Tapi merok*k itu tidak baik tau…” ceramah Karin, Rio tidak mengubrisnya. Ia terus berjalan. Di sepanjang perjalanan Karin terus mengoceh. Ocehannya itu lama-lama membuat Rio kesal.
“tunjukkan arah rumahmu, Akan ku antar kau pulang” kata Rio kesal. Akhirnya Karin menunjukkan jalan menuju rumahnya, Dengan berat hati Rio mengikutinya dari belakang.
Di perjalanan mengantar Karin pulang, Karin selalu mengoceh tidak jelas. Rio hanya diam mendegar ocehan wanita yang baru di kenalnya tadi pagi.
Tidak lama kemudian, mereka sampai di depan sebuah rumah yang besar. “Rio, masuk dulu” kata Karin di depan pintu pagar.
Rio tidak mengubris kata-kata Karin, Lalu berbalik dan berjalan menuju arah rumahnya.
CLECK…
Pintu sebuah apartemen dibuka. Masuklah seorang pemuda yaitu rio Ia kelihatan agak lesu. Sepertinya, hari ini, hari yang paling melelahkan yang pernah ia lalui. Bagaimana tidak. Hari ini, dia bertemu dengan seorang anak baru yang sangat menyebalkan. Kemanapun dia pergi, anak baru itu selalu mengikutinya. Bahkan, anak baru itu, bisa membuat dia yang selalu kelihatan tenang, putus asa dihadapan anak baru itu.. Ia melempar tasnya di atas sebuah meja. Kemudian tertidur.
Di apartemen itu, rio hanya tinggal sendirian. Kedua orang tuanya tinggal di luar negri. Mereka hanya setahun sekali datang menjenguk rio. Rio adalah anak semata wayang dari pasangan Pebisnis yang sangat sukses sehingga mereka tak punya waktu untuk menemani anak mereka.
Hari demi hari telah berlalu. Sudah seminggu sejak Karin pindah ke sekolah itu dan mulai mengikuti Rio. Setiap hari, Rio harus selalu mengantar Karin pulang sekolah. Bagi siswa-siswi yang lain, itu sudah menjadi hal yang biasa. Begitupun dengan Rio. Ia telah terbiasa dengan karin yang selalu mengikutinya terus. Perlahan-lahan, hati Rio mulai luluh. Ia mulai senang dengan karin. Tapi ia tidak terlalu banyak bicara pada karin. Ia hanya membiarkan Karin mengikutinya. Dibalik itu, Rio selalu tersenyum tipis saat Karin mengikuti.
Sudah beberapa kali anggota geng kazuya mengancam Karin agar menjauhi Rio tapi tak di hiraukannya sampai akhirnya Rio bertanya “kenapa kamu terus mendekatiku..? bukankah dengan menjauhiku mereka tak akan mengancammu lagi..?”
“Meski mereka akan terus melarangku mendekatimu, aku tidak akan berhenti. Tidak sampai tujuanku tercapai” kata karin. yang sukses membuat Rio terkejut. “Apa… tujuanmu?” tanya Rio pelan tapi bisa didengar oleh Karin.
“Belum waktunya. Di ahkir nanti, kau akan tahu” kata karin. Ia mengalihkan pandangannya pada rio sambil tersenyum.
Seperti biasa sepulang sekolah Rio dan Karin sedang berjalan berdampingan. Rio berjalan ke arah rumah karin, maksudnya mau melaksanakan tugas wajibnya pada Karin, Tapi ia dihentikan oleh Karin.
“Rio kamu mau kemana?” Tanya Karin saat melihat Rio yang sudah jauh di depannya.
“megantarmu pulang” kata Rio bingung. Ia menaikkan sebelah alisnya bingung. Bukankah setiap hari, ia selalu mengantar Karin pulang ke rumahnya?.
“Aku ingin ke taman Sebentar setelah itu baru aku pulang” kata Karin sambil tersenyum. Rio makin bingung. Tapi ahkirnya, ia mengiyakan perkataan Karin itu. Mereka berdua pun berjalan menuju taman.
Sesampainya di taman Karin langsung berlari ke ayunan dan duduk disana, Rio yang melihat tingkah Karin tersenyum tipis dan langsung mengikuti Karin duduk di ayunan sebelahnya, mereka terdiam sesaat sampai akhirnya Karin bicara: “Rio…” kata Karin pelan “ya” jawab Rio singkat, “Apa kamu mau mengabulkan permintaanku?” tanya Karin sambil menganyun ayunannya, “Bukannya aku sudah mengabulkan permintaan-permintaanmu yang aneh-aneh itu” kata Rio tanpa mengalihkan pandangannya pada Karin.
“iya sih. Tapi ini yang terahkir kok” kata Karin sambil menatap langit senja.
“Apa?” Tanya Rio. “Bisakah kamu berhenti melakukan hal-hal yang tidak baik di sekolah?” tanya Karin sambil menatap Rio yang sedang memandang lurus ke depan. “Misalnya?” tanya Rio lagi. “Ya… seperti membolos pelajaran yang tidak Rio sukai…” kata Karin sedikit ragu-ragu.
“Terus?” tanya Rio lagi “Menghisap rok*k di sekolah, Berkelahi untuk hal-hal yang tidak penting, Keluar dari geng, pokoknya hal-hal yang tidak baik lah” kata Karin.
“Emm..” kata Rio yang sama sekali bukan jawaban yang diharapkan oleh Karin.
“Jangan ‘Emm..’ Yang jelas. Apa kamu mau melakukannya untuk terahkir kalinya?, aku janji, setelah ini, aku tidak akan meminta hal-hal aneh padamu lagi” tanya Karin lagi sambil terus memandang Rio. Mengharapkan jawaban yang menggembirakan.
“Lihat saja. Aku tidak janji” kata Rio.
“baiklah. Usahakan untuk melakukan itu semua, ya” kata Karin sedikit senang karena Rio tidak tersinggung dengan permintaan-permintaannya itu, dan sepertinya, ia mengiyakan permintaan Karin.
Hari demi hari telah berlalu. Perlahan-lahan, Rio mulai menunjukkan sikap baiknya. Ia sudah tidak lagi membolos dari pelajaran yang tidak disukainya, berhenti merok*k, berhenti berkelahi untuk alasan yang tidak jelas, sudah berteman dengan cewek-cewek di sekolahnya dan terahkir, mungkin yang tersulit baginya. Ia menemui anggota-anggota gengnya. Ia mengajukan untuk keluar dari geng itu. Dan ternyata, ia diizinkan Tapi mereka tetap bersahabat seperti dulu.
Karin senang dengan perubahan Rio itu. Karin menghampiri Rio yang membaca buku di kantin. “Hay, Rio…” Sapa Karin girang sambil duduk di samping Rio. “hay” jawab Rio singkat tanpa mengalihkan pandangannya dari buku yang sedang dibacanya itu. “Terima kasih ya…” kata Karin sambil tersenyum, “Buat apa?” tanya Rio bingung “Ya… Karena kamu sudah mau mengabulkan permintaan ku…”
“ya”, Karin senyum gembira saat melihat senyuman tipis Rio yang mengarah padanya.
TENG TENG TENG TENG…
Rio memasukkan buku-bukunya ke dalam tas. Setelah selesai, ia menghampiri Karin yang sedang memasukkan buku-bukunya ke dalam tasnya. “Ayo.. Pulang” kata Rio.
“Ah… Iya” Karin cepat-cepat memasukkan buku-bukunya dan segera mengejar Rio yang sudah berjalan duluan ke depan pintu kelas. “Rio tunggu aku” teriak Karin sambil berlari kecil mengejar Rio.
Sesampai di pintu gerbang, Rio melihat sebuah mobil mewah, sedang parkir di depan sekolah. Ia tidak menghiraukannya dan terus berjalan.
“Rio…” panggil Karin dari belakang Rio.
“ya” Rio berbalik untuk melihat Karin.
“Hari ini… Kamu tidak usah mengantarku pulang”
“Kenapa?”
“Ayahku datang menjemput hari ini” terang Karin sambil menunjuk mobil hitam yang sedang parkir itu. Rio melirik mobil itu kemudian mengangguk kecil.
“Karin… ayo pulang” panggil ayah Karin. Karin menoleh pada ayahnya dan mengangguk pelan. Ahkirnya, mobil itu meninggalkan gerbang sekolah.
“Kamu jangan memaksakan diri jalan kaki..” kata ayahnya dalam mobil pada Karin yang sedang duduk di sampingnya. “Tidak apa-apa kok ayah” kata Karin, “Tapi itu akan membuatmu bertambah parah Karin…” Wajahnya menyiratkan kecemasan pada anak sulungnya itu.
“Tidak apa-apa. Aku ini kuat loh, ayah” kata Karin sambil tersenyum didepan ayahnya. “Uhuk Uhuk…huk” Karin terbatuk. Tangan kanannya menutup mulutnya. Saat ia melepaskan tangan dari mulutnya, cairan kental berwarna merah pekat memenuhi seluruh telapak tangannya. Darah.
“Karin. Kamu tidak apa-apa nak?” Tanya ayahnya. Ia khawatir melihat mulut anaknya yang masih mengeluarkan darah. Cepat-cepat ia mengambil sapu tangannya dan membersih darah itu dari mulut Karin.
“Tidak… apa-apa kok… ayah” Kata Karin sambil tetap tersenyum meskipun, wajahnya terlihat pucat
Rio masuk ke dalam apartemennya. Hal pertama yang selalu dilakukan Rio saat pulang dari sekolah adalah membuang tasnya di atas meja. Makan dan mandi, yang selalu dilakukannya saat pulang sekolah.
Matahari telah beristirahat. Digantikan dengan bulan yang terlihat begitu indah. Bintang-bintang bertaburan, seakan membentuk sebuah lukisan alami yang indah di langit yang gelap itu.
Rio berdiri di depan jendelanya. Memandangi bulan purnama yang sangat indah. Termenung. Sesaat kemudian, bayangan antara dia dan Karin, terlintas di benaknya. Ia tersenyum sendiri memikirkan hari-hari selama ini bersama Karin yang selalu mengikutinya.
“Besok… aku akan menembaknya” katanya sambil tersenyum. Ia pun menutup matanya.
Ke esokan harinya
Rio berangkat sekolah dengan wajah yang ceria Sesampainya di kelas, ia melihat sudah banyak anak-anak yang berada dalam kelas itu. Ia pun langsung berjalan menuju tempat duduknya. Saat sampai ke tempat duduknya, ia pandangi seluruh sudut dan kelas itu. Tapi ia tidak menemukan Karin.
“Mungkin dia terlambat” katanya sambil menyimpan tasnya ke atas meja.
TENG TENG TENG TENG
Bel pulang telah dibunyikan. Anak-anak membereskan buku mereka bersiap kembali ke rumah mereka masing-masing. Karin tidak masuk sekolah hari itu. Rio pun menghampiri Eka teman baik Karin Yang sedang membereskan bukunya di tempat duduk.
“Eka. Apa kamu tahu mengapa Karin tidak masuk?” Tanya Rio.
“Tidak. Ia tidak menelponku dari tadi pagi” jawab Eka sambil terus memasukan bukunya ke dalam tas.
“Oh. Apa dia sakit ya?” guman Rio pada dirinya sendiri. Tapi, Eka yang mendengar itu, menjawab pertanyaan Rio. “Tidak tahu” jawab Eka.
“Eka. Kamu mau ikut denganku ke rumah Karin tidak?”
“Boleh. Ayo”
Mereka berdua pun bergegas menuju rumah Karin.
Sesampainya mereka di rumah Karin. Mereka melihat banyak orang yang berdatangan ke rumah Karin. Karena penasaran, Rio bertanya pada seorang pria yang hendak memasuki rumah Karin. “Permisi paman” sapa Rio. “Ya. Ada apa?” tanya pria itu.
“disini ada apa ya? Kenapa banyak orang yang datang?” tanya Rio lagi.
“Oh, itu. Anak sulung pemilik rumah ini meninggal tadi malam”. kata pria itu sambil berlalu dari hadapan Rio. Segera mereka berdua berlari memasuki rumah Karin. Mereka menerobos orang-orang yang sedang berdiri mengelilingi sesuatu sambil menangis sedih.
“KARIN!” tangis Eka. Ia tak pernah membayangkan kalau teman baiknya akan pergi secepat itu.
Rio berdiri kaku menatap Karin yang telah tiada. Tak terasa, ia menagis dalam diam, dalam hati ia berkata: “Disaat ia telah menemukan kebahagian, kebahagiaan itu malah dirampas oleh takdir”.
‘Kalau seperti ini, buat apa kau kirim dia kepadaku. Membuatku merasakan kebahagian, kemudian kau tarik kembali kebahagiaan itu dari sisiku. Apa kau ingin seperti ini? Apa ini tujuanmu? Apa ini rencanamu? Apa ini membuatmu senang? Lebih baik, dari awal, jangan kau biarkan aku hidup dalam cerita kehidupan menyedihkan yang kau buat ini’ lirih batin Rio.
Rio sudah tidak tahan. ia berbalik dan berjalan menuju pintu keluar dengan perasaan yang kacau. Sedih, kecewa. Ia masih belum percaya kalau Karin telah tiada.
“Kak Rio” ia mendegar panggilan seseorang “Ini kakak menulisnya semalam. Sebelum dia tertidur” yang tenyata adik Karin.
“Terima kasih” kata Rio sambil tersenyum menyembunyikan kesedihannya.
Rio berjalan lesu menuju apartemennya. Sesampainya di apartemen, ia membaca isi kertas itu.
~ Hai Rio. Saat kamu membaca tulisan ini, aku sudah tidak ada lagi disini. Oh, iya. Kamu pernah bilang kan kalau kamu mau tahu tujuan ku’ kan. Kalau begitu, akan ku ceritakan dari awal…
1 tahun lalu, aku divonis mengidap ‘Kanker Darah’ stadium 3. Dokter mengatakan kalau umurku tidak akan lebih dari 1 tahun. 9 bulan kemudian, ayah menyuruhku berhenti sekolah, dan aku berhenti sekolah. Setelah itu, kami pindah dan menetap disini.
Suatu sore aku melihatmu yang sedang bermain bersama anak-anak saat itu aku jatuh cinta pada pandangan petama, Aku mulai mencari informasi tentang dirimu. Dan dari itu pula, aku tahu tentang kamu yang urak-urakan dan membenci wanita. Saat itu, kutetapkan tujuanku. Di sisa hidupku, aku ingin mengubah cara hidupmu. Karena kalau terus begitu, kamu tidak akan menemukan kebahagian. Aku memaksa ayahku untuk memasukkanku di sekolah yang sama denganmu. Dan akhirnya, aku bisa berkenalan denganmu. Ya walaupun hanya sepihak sih. Aku terus mengikutimu. Karena aku tahu, kamu membenci wanita. Aku ingin supaya kamu terbiasa denganku. Dan ya, itu berhasil. 3 bulan, aku berusaha mengubah cara hidupmu. Tapi, waktu itu belum cukup. Kamu masih terlihat dingin dan masih menjauhi wanita. Sebulan kemudian, aku berhasil. Kamu sudah bisa mengubah cara hidupmu. Ya walapun masih terlihat kaku, tapi aku senang karena kamu sudah berubah.
Aku bahagia. Tujuanku telah tercapai.
Sebenarnya, aku ingin mengatakan kalau aku menyukaimu. Tapi, karena umurku yang pendek ini, aku tidak jadi mengatakannya karena takut kamu sakit hati. Ya walaupun saat membaca ini, kamu pasti akan tahu tentang perasaanku.
Terima kasih. Terima kasih karena telah memberiku waktu untuk terus bisa bersamamu. Terima kasih telah memberiku kebahagiaan yang tidak pernah kurasakan sebelumnya. Terima kasih, karenamu, aku dapat menikmati hidupku lebih lama. Ya walau hanya sebulan lebih lama, tapi aku senang bisa melewatinya bersamamu.
Di ahkir tulisan ini. Aku ingin memberitahumu sesuatu.
Didunia ini, tidak ada ahkir yang menyedihkan. Semuanya akan berakhir bahagia. Hanya orang yang pengecut, yang lari dari cobaan dan mengurung diri mereka dalam kerangka besi bernama kesedihan.
Air mata Rio membasahi kertas itu. Dalam kamar itu, ia mengenang Karin.
Dipemakaman Karin, banyak orang yang membawa bunga duka, menyirami bunga di atas kuburan Karin yang masih basah. Teman-teman sekelasnya terlihat sedang menatap sedih kepergiannya. Saat keadaan kuburan itu sudah sepi, Rio datang dengan pakaian serba hitam. Ia berjongkok di depan kuburan Karin. Ia terlihat mengambil sesuatu dari dalam saku celananya. Sebuah surat. Ia meletakkan surat itu di atas kuburan Karin.
“Always with me. In my heart. Forever” kata Rio pelan. Rio berdiri dan meninggalkan kuburan itu.
Cerpen Karangan: Baginda ilham alfridsyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar