Jumat, 15 November 2013

Cerpen - Forbidden Love

‘Bug!’
‘Bug!’
Suara pukulan keras terdengar di mana-mana, dan terdapat tawa bahagia di selanya.
“Kamu lagi-lagi kebobolan, Ik.” seru seorang cowok tampan dengan memakai kaos oblong putih bertuliskan StarCross dengan celana santai selutut.
Gadis yang dimaksud hanya bisa mengerucutkan bibirnya, Lucu. Gadis itu rambutnya diikat dua, sangat manis. Dengan paduan T-shirt yang berwarna Hijau Tosca dan celana santai berwarna putih menambah kesan Cuttie pada dirinya.
“Huh, kamu saja yang memukul bola terlalu keras. Curang. Nanti liat aja, aku bakalan kasih kamu Smesh Super Dahsyat aku.” dia memeletkan lidahnya. Cowok tampan dengan gaya rambut memakai jambul itu yang menambahkan kesan Cool pada dirinya hanya tersenyum sambil melemparkan bola volly itu ke udara, berulang kali, menembus udara pantai. Mereka sedang berada di bibir pantai, menghabiskan sore berdua dengan bola Volly yang setia menemani jejak kisah mereka, kisah persahabatan mereka.
Cakka dan Oik, nama sepasang sahabat itu. Cakka Nuraga, begitulan nama panjang cowok itu, cowok tampan dengan bibirnya yang seksi itu adalah seorang anak dari Nelayan yang bernama Tunggul. Hidupnya memang tak bergelimang harta tetapi ia bahagia karena ia mempunyai seorang ayah yang bertanggung jawab dan amat sangat menyayanginya.
Dan Oik Ramadlani, gadis manis dengan senyumannya yang paling terkenal di daerahnya adalah seorang anak dari wirausaha sukses di bidang cenderamata dari laut itu. Dia tinggal di sebuah villa di sekitar daerah pantai yang amat sangat ramah dengan penduduk setempat. Terutama Cakka.
Persahabatan mereka sudah lama terjalin sejak dua tahun lalu, ketika Oik pertama bertemu Cakka. Dia baru pindah ke daerah pesisir itu.
Tak ayal hubungan yang dekat itu telah menimbulkan getaran-getaran yang tak bisa di deteksi oleh perasaan mereka sendiri.
“Ik, sini duduk.” ujar Cakka seraya menepuk-nepuk pasir putih yang terhampar luas. Gadis manis itu mengangguk dan duduk di samping Cakka, ikut menghadap ke arah barat, ke arah laut yang tenang dan langit mulai berwarna kejingga-jinggaan.
“Ada apa, Kka?” tanya Oik sambil memeluk kedua lututnya. Dia menoleh ke arah cowok tampan di sampingnya, semilir angin meliuk-liukkan rambut hitamnya.
“Bentar lagi matahari tenggelam. Yuk kita minta permintaan.” kata Cakka.
“Permintaan? Konyol sekali ckck!”
“Ayolah, Ik.”
“Baiklah baiklah.” kata Oik sambil berusaha menghentikan tawanya. Lalu keduanya saling mengenggam dan menutup mata. Lalu keduanya menghela nafas dan tersenyum.
“Kamu meminta apa?” tanya Cakka.
“its my secret.” jawab Oik sambil memeletkan lidahnya.
Disaat mereka tengah menikmati indahnya sunset, ada tangan yang memegang bahu Cakka, Cakka menoleh.
“Ayah?”
“Sudah ayah bilang! Kamu jangan bergaul dengan dia, kau tetap saja ngeyel. Ayo pulang!” tarik Ayah Cakka paksa.
“Ayaaah! Aku gak mau ayah.” kata Cakka berusaha bertahan ditempatnya. Tapi tenaga ayahnya yang sangat kuat membuat ia berjalan terseret. Matanya menatap lirih Oik yang tercenung di tempatnya.
“Oik aku akan kembali, tunggu aku!”
Kau kan selalu tersimpan di hatiku…
Meski ragamu tak bisa ku miliki…
Jiwamu kan selalu bersamaku…
Meski kau tercipta bukan untukku…
Oik selalu saja datang ke tempat ini, tempat terakhir mereka berpisah. Ia selalu menunggu kedatangan Cakka, sahabatnya. Sudah satu tahun ia selalu menunggu kedatangan Sahabat yang selalu menorehkan senyum di bibirnya, tapi tak kunjung ada yang datang, hanya kenangan-kenangan manis bersama mereka yang kerap kali datang menghantui fikirannya.
Oik tengah duduk di bibir pantai, posisinya sama seperti ia bersama Cakka satu tahun lalu di saat hari perpisahannya. Tetapi bedanya, tidak ada Cakka di sampingnya. Tidak ada yang tersenyum manis ketika ia menoleh.
Matahari akan kembali ke peraduannya. Cahaya kejingga-jinggaan mulai menyeruak merayapi setiap sudut langit sore di pantai itu.
Oik memeluk lututnya, menatap lurus ke arah matahari yang tinggal hitungan menit akan tenggelam dan berganti tugas dengan sang rembulan.
Oik menatap lirih, pertahanannya tak bisa dibendung, pelupuk matanya yang tadi kokoh menahan air mata yang sudah siap keluar, menumpahkan kekecawaannya akan Cakka, kerinduannya akan sosok itu, sosok yang amat disayangi bahkan dicintainya.
Ia memejamkan matanya, berdoa lirih dalam hati, meminta kepada Tuhan, protes kepada Tuhan, kenapa ia mengambil Cakka, kenapa ia membiarkan Cakka pergi?
Tuhan!! Dengarlah permintaanku… Ku mohon, aku anak yang selalu rajin bertemu denganmu dalam setiap do’aku, selalu rajin membantu sesama, aku menyayangi kedua orang tuaku, jadi kumohon… Kabulkanlah permintaanku… Datangkanlah ia ke sisiku, akan ku dekap, ku peluk ia penuh rindu dan kasih sayang.. Engkau tahu betapa aku sabar menantinya, menunggunya, betapa aku merindukannya, menyayanginya..
Kumohon Tuhan!! Kabulkan doaku..
Oik membuka matanya, tak terasa tetesan air matanya yang lama kelamaan mulai membentuk anak sungai di pipinya itu sudah menetes ke bawah, ke pasir putih yang menjadi saksi kesetiaannya untuk menunggu.
Malam mulai mendatangi, sang Rembulan pun sudah menjalani tugasnya, menerangi malam sama seperti sang mentari menyinari siang. Dadanya begitu sesak, setiap sore sampai malam ia selalu melakukan ritual ini, menangis, mengingat setiap detik kenangannya bersama Cakka. Tapi lain untuk malam ini, mungkin Tuhan mendengar do’anya selama lebih dari 365 hari ini.
Seseorang menyentuh bahunya, Oik menoleh dan di bibirnya tersungging senyum termanis dari dirinya yang pernah ia ciptakan.
“Oik?”
alanku hampa dan ku sentuh dia…
Terasa hangat, di dalam hati…
Ku pegang erat dan kuhalangi waktu…
Tak urung jua, ku lihatnya pergi…
“Oik?”
Oik tersentak, dia berusaha meyakinkan hatinya, bahwa dia tidak sedang berhalusinasi.
Suara itu? Apakah benar suara yang di dengarnya? Suara orang yang amat sangat di rindukannya? Ditunggu kehadirannya? Tuhaan, semoga kau tidak sedang mempermainkan Oik.
Oik terdiam berusaha mempersiapkan hatinya, seketika itu dia menoleh.
Berdiri seorang lelaki tampan dengan memakai jaket putih dan topi di kepalanya dengan nada senada, walaupun wajahnya tertutupi oleh topi dan gelapnya malam, Oik bisa tahu dari pancaran mata dan lekukan bibirnya yang membentuk sebuah sabit yang sangat indah. Itu CAKKA!
Oik beranjak dari kursi kayu yang didudukinya, Oik tak dapat lagi membendung perasaan yang membuncah dari dadanya, dia langsung meraih tubuh berisi Cakka, melingkarkan tangannya pada tubuh Cakka, Hangat. Tanpa disadari oleh Oik, Cakka membalasnya dan mengusap pelan rambutnya. Oik mendengar, Cowok itu tertawa kecil.
“Hey Hey, sebegitu kangennya kamu sama aku, Ik?” tanya Cakka sambil melepaskan pelukannya dan tangannya ada di bahu Oik sekarang.
Oik mengangguk berusaha menghapus air matanya.
Cakka menatap mata indah Oik, dia lalu mencubit kecil hidung Oik yang memerah karena tangis.
“Kok nangis? Jelek tau!” canda Cakka, Oik tertawa tapi di tengah tawanya ada tangis bahagia, dia kembali memeluk Cakka.
“Aku kangen kamu, Kka. Kamu kemana aja?” kata Oik ditengah dekapannya. Cakka tertawa pelan.
“Lepaskan aku dulu! Aku ga akan bercerita kalau kamu terus memelukku seperti ini, kau tahu?” kata Cakka, Oik terkekeh dan melepaskan pelukannya.
“Sekarang cerita.” ujar Oik dengan suara seraknya karena habis menangis itu.
Cakka duduk di bangku panjang klasik yang tadi diduduki Oik, sinar rembulan menyinari mereka berdua dan semilir angin laut yang menambah keadaan malam itu sangat romantis.
“Cepat cerita kemana aja.”
“Iya iya, sabar.” kata Cakka. Dia terlihat memikirkan sesuatu dan menatap laut yang berwarna kehitam-hitaman.
“Waktu sore itu, waktu aku di ajak pulang oleh ayah. Aku sama sekali gak tau itu terakhir kali aku bertemu sama kamu, Ik.”
#Flashback
“Ayo kka, kita bakal segera ninggalin tempat ini.” ayah Cakka berusaha memasukkan baju-baju ke dalam tas besar, rumah mereka memang tak terdapat apa-apa. Sangat sederhana jadi mereka cukup membawa dua tas besar saja.
“Ke.. Kenapa begitu cepat? Aku gak mau!”
“Cakka! Ayah ditawari bekerja di jakarta! Teman ayah akan memberi ayah pekerjaan yang layak, kita akan kaya Kka! Dan meninggalkan gubuk tua ini.” jelas Ayahnya. Cakka hanya bisa berdecak kesal.
“Gi.. Gimana sama Oik?”
“Alah! Gadis seperti dia tinggalkan saja, dia tak cocok untukmu, dia terlalu sombong dan munafik. Ayo sekarang kita harus ke pelabuhan, teman ayah menunggu. ” kata Ayahnya seraya menarik paksa Cakka.
“Oik, aku pasti bakal kesini lagi, ke tempat ini lagi, aku berjanji.”
“Sejak saat itu aku berusaha melupakan kamu, Ik. Setahun itu bukan waktu yang sebentar, Ik. Tapi beruntunglah aku sekarang, mempunyai kesempatan itu.” ujar Cakka sambil mensadarkan tubuhnya ke bangku itu. Dia menatap Oik dan tersenyum, Oik yang sedari tadi tak mengerti dengan apa yang cakka ceritakan hanya bisa terdiam.
“Hey, jangan melamun dong.” kata Cakka sambil mengacak pelan rambut Oik.
Lalu keduanya menghabiskan dengan bercerita masa-masa mereka dulu.
Hari semakin larut, Rembulan makin menderang menerangi laut dan Mereka.
Tiba-tiba ada suara yang mengagetkan Cakka dan Oik.
“Sayang?”
Suara seorang wanita yang sangat lembut, Oik menoleh ke belakang. Terdapat sesosok gadis cantik dengan rambutnya yang terurai panjang dan wajahnya yang bagai terpoles sempurna, Oik yakin, tuhan sangat bangga menciptakan gadis itu.
Gadis itu mengalungkan tangannya di leher Cakka dan mencium pipi Cakka. Cakka membalas mencium pipi dia.
Tunggu? Apa yang sedang dia lihat sebenarnya? Apa? Siapa gadis ini? Kenapa sangat mesra dengan Cakka? Tuhan! Jelaskan!
“Sayang, pulang yuk. Aku sudah selesai berbelanja nih, disini benar kata kamu, bagus-bagus barangnya. Besok baru kita jalan-jalan dan diving dilaut Wakatobi ini, ih aku bener-bener gak sabar.” ujar wanita itu sambil menggelayut manja di leher Cakka.
Cakka melirik Oik yang sedari tadi terdiam dan tak mengerti dengan semua.
“Oh iya ik, aku lupa. Kenalin, dia Shilla. Pacar aku. Shilla ini Oik, sahabatku.” ujar Cakka sembari melirik kedua gadis cantik itu.
Shilla tersenyum lebar.
“Shilla!”
“Oik.”
Shilla tampak berfikir, Oik memperhatikan, Berfikir saja dia kelihatan cantik, hm.
“Ah! Aku ingat kamu, Cakka sering cerita banyak tentang kamu. Wah, kamu sama Cakka itu emang soulmate! Top abis deh! Daan.. Aku lihat.. Emm.. Kalian berdua mirip loh!” ujar Shilla sambil melirik Cakka dan Oik berkali-kali.
Cakka tertawa.
“iya dong, kita kan emang kaya kembar siam.” ujar Cakka seraya merangkul Oik.
Entah kenapa, Oik tak bisa tersenyum apalagi tertawa. Hatinya mencelos mengetahui kenyataan yang ada di hadapannya, dadanya terasa perih, rasa sakit itu menyeruak masuk dan tak bisa dikendalikan, Dari dada tepatnya di hatinya, rasa itu tersinkron ke otaknya, dan otaknya langsung memberi kode kepada si mata untuk menciptakan bulir-bulir air mata kesedihan. Entah apa yang ia rasakan, dia tak mengerti.
“Permisi, udah malem. Aku udah disuruh pulang sama bunda.” ujar Oik berusaha untuk terseenyum walaupun itu sulit. Cakka segera bangun, berdiri di hadapan Oik.
“Ik, besok ikut aku yuk.”
“Ke.. Kemana?” tanya Oik gugup, berusaha menyembunyikan suaranya yang tercekat karena kesedihan.
“Its my secrets.” bisik Cakka, dan entah kenapa Shilla seperti cuek dengan apa yang dikatakan Cakka kepada Oik, apalagi Cakka membisikan kata-kata itu tepat ditelinga Oik, perasaan Oik kembali tak terdeteksi. Apa yang terjadi padanya?
Tak pernah ku ragu..
Dan selalu ku ingat…
Kerlingan matamu…
Dan sentuhan hangat…
Ku saat itu takut..
Mencari makna..
Tumbuhkan rasa yang sesakkan dada…
Ku ingin marah…
Melampiaskan…
Tapi ku hanyalah sendiri disini…
Ingin ku tunjukan pada siapa yang ada…
Bahwa hatiku kecewa…
Oik segera berlari ke kamarnya, menjatuhkan diri secara bebas ke atas kasurnya, dia menenggelamkan wajahnya ke bantal. Bayangan-bayangan kejadian tadi masih terbayang jelas di otaknya. Hatinya mendadak kembali pedih, perasaan itu datang kembali, Oik menangis, memukul-mukul bantal berbentuk spongebob itu dengan kesal.
“Tuhaaaaan! Apa yang terjadi denganku? Aaaa” Oik berteriak melemparkan bantal yang dipegangnya lalu memeluk lututnya, wajahnya kembali ia tenggelamkan di lututnya.
Sementara seorang wanita cantik separuh baya terlihat memandangi bingkai foto seraya meneteskan air mata, bulir-bulir air mata terlihat jatuh bebas membasahi frame klasik itu.
“Andaikan semua bisa terulang.”
Keesokkannya. Oik sedang berjalan-jalan sendiri di tepi pantai. Lama ia berjalan, ia menemukan sebatang ranting. Tanpa disadari tangannya sudah bergerak-gerak menggoreskan sebuah kata yang sangat indah.
Oik Cakka Forever
Ia tersenyum, tetapi senyumnya pudar ketika mendengar suara gelak tawa dari kejauhan, itu kapal Cakka akan menuju ke tengah laut, dia ingat Cakka dan Shilla akan melakukan Diving, pasti menyenangkan deh. Oik berusaha tersenyum. Tetapi bukan senyum yang ia hasilkan melainkan air mata sialan itu yang keluar, Oik segera menghapusnya. Oik segera berlari mengambil sepedannya dan mengayuh sepeda itu melewati jalan berliku di tengah hutan pinus di tepi pantai *ngarang* Daerah Oik sangatlah indah, Pantai yang berpasir putih, tebing-tebing di tepi pantai yang menjulang tinggi dan deretan hutan pinus yang menambah kesan alami di sekitar daerahnya. Dia tahu, ia harus kemana dan melakukan apa sekarang. Ia tahu, tempat yang dimaksud Cakka adalah disini.
Sebuah tempat kecil dengan dua bangku kayu kecil di atas tebing yang berada tinggi di atas permukaan laut.
Oik menaruh sembarang sepedanya, dan duduk di bangku panjang itu, ia melamun, rambutnya yang panjang tertiup angin pantai sore itu. Dari sini ia mendapat ketenangan, pemandangan pantai dan laut terlihat jelas dari sini.
Burung-burung camar terlihat sedang melayang-layang mengitari tebing itu menambah kesan tenang dan damai disini.
Berjam-jam ia menunggu, hatinya mulai merasakan hal yang tak enak, apakah Cakka melupakan janjinya? Dia terus bertanya dalam hati. Hingga tak terasa Oik tertidur.
Oik menggeliat bangun, tidurnya terasa sangat nyenyak dia seperti berada di pangkuan malaikat. Ketika ia membuka matanya ada mata seseorang yang sedang menatapnya sambil tersenyum. Oik menggeragap bangun dan merapikan pakaiannya.
“Cakka?”
Orang yang dimaksud hanya bisa tertawa kecil.
“Maaf ya, telat.” kata Cakka tersenyum. Oik masih mengusap-usap matanya karena nyawanya belum kembali semua.
“Iya, Gak apa-apa kok. Ada apa ngajak aku kesini, Kka?”
Cakka terdiam, terlihat gelisah.
“Kok diem Kka?” Oik membuyarkan lamunan Oik. Tapi Cakka bukannya menjawab tetapi malah menatap Oik dan tangannya meraih jemari Oik. Oik tercengang. Dan lagi-lagi perasaan itu hadir, ada yang bergerak di dalam sini, di hatinya dan darahnya berdesir.
“Aku cinta sama kamu, Ik.”
Oik kaget bukan kepalang mendengar perkataan Cakka, bukannya dia tidak senang atau apa, tapi Cakka adalah milik Shilla.
“Ta.. Tapi kamu kan..” ujar Oik tetapi perkataan Oik terburu dibekap oleh sesuatu yang dingin dan basah. Ternyata itu bibir merah Cakka. Sensasi yang tak pernah ia rasakan itu timbul bercampur perasaan yang sedari dulu ia rasakan. Cakka melepaskan Oik dan memberi jarak diantara mereka, Oik masih kaget dengan apa yang dilakukan Cakka.
“Cakk… Cakka.. Maksud kamu apa?”
Cakka tersenyum. Dan menatap Oik dalam-dalam.
“Aku gak suka sama Shilla, aku sama sekali ga cinta sama dia. Begitu pula dia. Dia mempunyai kekasih bernama Riko, yang amat sangat ia cinta.”
“Ta.. Tapi..” Oik masih belum mengerti, hatinya masih berdetak kencang dengan kejadian yang baru saja itu. Cakka tertawa pelan dan membuang wajah sebentar.
“Kita cuma akting.”
“Akting?”
Sungguh sebuah tanya yang terindah…
Bagaimana dia merebut sadarku…
Tak perlu ku bermimpi yang indah…
Karna ada dia di hidupku…
“Kita cuma Akting.”
“Akting?”
Cakka menghela nafas dan mengangguk. Oik menahan nafas, dia masih tak mengerti tentang apa yang terjadi terutama akan perasaannya, pertama kalinya ia merasakan ini, dia tak pernah jatuh cinta sebelumnya dengan seorang laki-laki.
“Aku sama Shilla dijodohkan… Hhhh” ujar Cakka sekali lagi menghela nafas dalam-dalam dan memandang hamparan laut yang berwarna kehitaman dan bulan berbentuk sabit, sangat indah.
#Flashback
“Akhirnya kita sampai juga di jakarta, Kka.” ayah Cakka memeluknya erat, Cakka hanya tersenyum getir, dia sama sekali tak senang, dia tak rela jika harus meninggalkan Oik, gadis polos yang amat sangat disayanginya.
Tiba-tiba, datang seorang gadis dengan pakaiannya yang modern beda sekali dengan Cakka, Cakka datang dengan memakai jeans yang sudah lusuh tak cemerlang lagi dan dengan kemejanya yang juga sama keadaannya.
“Maaf, Pak tunggul?” ujar Gadis berbibir merah itu melirik Ayahnya Cakka dan mencium tangannya. Ayahnya Cakka justru tersenyum lebar.
“Waaah, ini pasti Putrinya Pak Suganda ya? Cantik sekali kamu.” puji Pak Tunggul.
“Iya, Oom. Ayo Oom ikut saya, ayah sudah menunggu untuk membicarakan bisnis.” ajak gadis itu, Pak tunggul kontan saja sangat bersemangat dan mendahului langkah kaki anaknya dan gadis itu, Cakka hanya berdecak kesal. Dilipatnya kedua lengan berototnya di dada, dia berjalan sejajar dengan gadis cantik itu.
“Oh iya, kita belum kenalan. Shilla, kamu?” Gadis yang bernama Shilla itu menyodorkan jemarinya yang halus dan lembut bagai Barbie itu, Cakka menyambutnya sambil tersenyum kecil.
“Cakka.”
“Oh kamu baru datang, darimana?” tanya Shilla lagi.
“Kepulauan Wakatobi, Nusa Tenggara Barat.” jawab Cakka singkat. Shilla berdecak kagum.
“Wah kapan-kapan nanti ajak aku kesana ya.”
Cakka mengangguk dan tersenyum.
Pertemuan antara Pak Tunggul dan Pak Suganda, semata-mata seperti pertemuan kedua sahabat karir yang berbeda nasib yang bertemu kembali.
Cakka dan Shilla duduk terpisah dari kedua orang tuanya.
Cakka lebih banyak diam, tetapi Shilla asik memperhatikan Cakka.
“Ssttt…” Shilla mengeluarkan suara berbisik. Cakka tersadar dan menatap Shilla balik.
“Apa?”
“Kau tau, maksud Ayahku mengajak ayahmu bertemu itu apa?”
“Untuk menjalin kerja sama dalam bisnis, bukan?”
Shilla menggeleng. Cakka melongo.
“Bukan, bukan hanya itu, Kka.” jawab Shilla, Cakka yang tadinya malas-malasan dengan menyandarkan dirinya di kursi, seketika bangun dan mendengarkan dengan seksama.
“Lantas?”
“Kita mau dijodohkan.” bisik Shilla, Cakka memekik keras, kontan seisi restaurant memperhatikan mereka, termasuk Ayahnya dan Ayahnya Shilla. Cakka menutup mulutnya dengan tangannya dan melotot.
“Cakka… Shilla… Diam..”
Cakka hanya bisa nyengir, Shilla berdecak dan menjitak Cakka pelan.
“Jangan berisik, bodoh!”
“sorry, kamu… kamu tau darimana?”
“Ayah sudah memberi tahuku jauh-jauh hari. Aku juga waktu itu sangat Shock. Dia bilang aku bakal dijodohkan dengan seorang anak nelayan. Dalam fikiranku, kamu itu hitam, kurus, ceking, rambutnya gimbal.. ” Shilla menyebutkan satu persatu khayalannya, tanpa disadari wajah Cakka berubah tak suka.
“Eheeem…”
Shilla tersadar dia sedang melakukan apa-apa, dia hanya terkekeh.
“Emh sorry, itu kan menurut perpektif aku. Tapi yang aku liat WOW banget! Kamu itu perfect abis, dan setahuku di pantai gak ada salon deh, tapi look you face! Terawat sekali. Apalagi.” Shilla memegang lengan Cakka dan mengusapnya lembut.
“Your Skin so softly. Euuumm im wanna be like you.” Shilla mengucapkannya begitu menggebu-gebu. Cakka hanya menautkan sebelah alisnya dan menarik lengannya yang dipegang Shilla.
“Jadi? Kamu mau gitu? Aku sih ogah!” kata Cakka. Shilla menggeleng cepat.
“No! I dont like. Aku punya pacar. Tunggu tunggu.” Shilla mengambil dompetnya dan menyodorkannya pada Cakka.
“Look! My boyfriend. Sama cakepnya sama kamu, aku udah pacaran sama dia udah 3 tahun, namanya Riko. Aku sayang banget ama dia, aku gak mau lukain hati dia dan juga hati aku. Kau punya pacar?” tanya Shilla memasukkan dompetnya.
“Sebenernya belum tapi ada someone yang udah ngisi hati aku.”
“siapa?”
“Namanya Oik. ”
“Oik. Ya Oik, lain kali aku ingin bertemu dengan dia.” Shilla mengangguk-angguk senang dan merapikan rambutnya, ia mengikat satu rambut panjangnya, tapi masih terlihat Cantik.
“Jadi? Rencana kita gimana buat menolak itu?” tanya Cakka.
“I have an idea for us. Tenang aja. Sini aku bisikkin.” Shilla mendekatkan bibirnya ke telinga Cakka. Cakka hanya mengangguk-angguk sambil berOhria. Shilla duduk kembali dan tersenyum lebar.
“Gimana? Top kan ideku?”
Cakka mengacungkan ibu jarinya dan tersenyum lebar.
Oik tercenung mendengar cerita Cakka.
“Kamu serius suka sama aku?” tanya Oik menatap Cakka, Cakka menatap balik dalam-dalam mata indah Oik. Lalu mengangguk.
“kalau kamu?”
Oik mengangguk sambil tersenyum, Cakka ikut tersenyum dan meraih tubuh Oik, dipeluknya gadis yang sangat ia sayangi ini.
“Tapi, Ik. Untuk sementara ini statusku masih jadi pacarnya Shilla. Enggak apa-apa kan? Sampai rencanannya berhasil?” tanya Cakka sambil melepaskan pelukannya. Oik mengangguk dan mengenggam erat jemari Cakka.
“Gak apa-apa kok, aku ngerti.” ujar Oik, Cakka tersenyum lebar. Dan semalaman itu mereka habiskan untuk mengulang masa-masa yang hilang.
‘Tok! Tok! Tok!’
Terdengar pintu digedor keras-keras.
“Idha! Buka pintunya Idha!” seorang Pria paruh baya terlihat menahan amarah.
Pintu perlahan terbuka, Pria itu menerobos masuk dan menemui orang ia maksud.
“Mas? Ada apa? Kenapa marah-marah?”
Pria itu menatap tajam wanita yang pernah ia cintai.
“Kau bilang sama anakmu yang satu itu! Jauhi anakku!”
“Ke.. Kenapa?”
“Masih tanya kenapa? Mereka ga boleh dekat! Kau tidak sadar ha??”
“Tapi mas, untuk sekedar berteman saja masa dilarang? Mereka ga tau yang sebenarnya juga, jadi apa yang kau khawatirkan?”
Pria itu mengusap wajahnya, dadanya naik turun dan memegang bahu wanita itu.
“Aku hanya mencegah sesuatu yang tak di inginkan, yang itu tidak boleh terjadi di antara mereka. Mereka mungkin punya ikatan yang kuat, suatu saat kita juga harus beritahu mereka, Idha!”
Wanita itu merosot terduduk di lantai, menangis terisak.
Ini semua salahnya! Ini semua terjadi karenanya! Ya Tuhaaan! Semoga kau selalu melindungi mereka dari hal yang tidak kedua orang itu inginkan.
Mengapa Cinta kita terlarang…
Saat ku yakini kaulah milikku…
Mengapa cinta kita tak bisa bersatu…
Saat ku yakin tak ada cinta selain dirimu…
‘PLAAAAK!’
Sebuah tamparan keras baru saja diterima oleh seorang wanita cantik berumur 30an lebih. Dia menggendong dua orang bayi yang serupa yang usianya baru menginjak 3 minggu.
“Sekarang berikan dia pada saya!”
“Tidak!”
“Idha apa yang kau lakukan hah? Kau sudah ku biarkan memilih salah satunya di antara mereka, Idha! Kau sudah memilih Cakka. Kenapa kau tetap menahan Oik? Berikan Oik pada saya.” Pria yang tengah emosi itu mencoba merebut salah satu bayi itu. Namun wanita itu malah menangis seraya berteriak.
“Aku mau mas hentikan perceraian kita, aku tidak rela kalau anak kembar kita dipisahkan! Aku sangat menyayangi mereka mas, mereka sudah ku tunggu selama bertahun-tahun. Alasan mas meminta cerai hanya karena tak tahan dengan orang tuaku itu sangat tidak logis.” wanita itu berteriak.
“Idha! Mas ini udah tidak tahan dibilang laki-laki yang dikalahkan oleh istri dalam segi materi, dan dibilang hanya numpang tinggal. Apalagi orang tuamu bilang, ini bukan anakku. Benar begitu? Orang tuamu bilang aku mandul.” Bentak Pria itu menatap wanita di hadapannya.
“Tidak! Sumpah demi allah ini anak mas, aku hanya tidak mau bercerai dengan mas. Fikirkan kembali demi kedua buah hati kita mas.” lirik wanita itu tangisannya semakin terisak. Pria itu menggelengkan kepalanya.
“Tidak! Aku sudah menjatuhkan talak, aku tak terima harga diriku direndahkan seperti ini, aku bisa buktikan kepada kalian aku bisa sukses melebihi kamu! Sekarang, berikan Oik!” ujar Pria itu kembali berusaha merebut Oik. Wanita itu terdiam, jatuh terduduk dengan kedua bayi yang digendongnya. Pria yang ternyata adalah Tunggul, Ayahnya Cakka segera mengambil paksa salah satu bayi.
“Ingat! Kau jangan pernah menemuiku dan Oik lagi. Dan jangan katakan pada Cakka dia punya saudara kembar! Ingat itu Idha!” Tunggul menatap lirih mantan istrinya itu dan keluar dari rumah itu. Dia sudah memutuskan untuk pindah kota, ke daerah tepian pantai. Idha pun semenjak kejadian itu membawa bayinya ke luar negeri.
Di saat Tunggul akan memandikan anaknya dia kaget bukan kepalang.
“Apa-apaan ini? Kenapa aku membawa Cakka? Astaga! Mereka berdua sangat mirip, aku tak bisa membedakannya.” Tunggul mengusap wajahnya dan menghela nafas.
“Sudahlah siapapun yang aku bawa itu tak masalah, yang penting ayah berhasil mendapatkan harta yang paling berharga, iya kan Kka sayang?” Tunggul menggendong Cakka dan mencium hidungnya penuh kasih sayang.
Sementara Idha, setelah menyekolahkan Oik sampe SMP di London, dia pulang ke Indonesia, orang tuanya memberi tahu bahwa ada bisnis kerajinan cinderamata laut yang harus ia kelola, idha mengiyakan saja permintaan orang tuanya tanpa mengetahui kalau Putrinya baru saja mendapatkan sahabat yang baru yang tak lain dan tak bukan adalah salah satu bagian dari Oik yang hilang yakni CAKKA.
Tunggul mengetahui jelas saat Oik pertama kali main ke rumahnya bersama Cakka, gadis itu memang sangat mirip dengan Cakka, kalau dia dipotong pendek rambutnya, jadilah dua anak laki-laki yang kembar. Bukankah begitu?
“Cakka! Siapa dia?”
“Di.. Dia teman baruku yah. Dia anak dari ibu yang punya toko cinderamata disana loh. Terus rumahnya juga besar yah, di tepi pantai sebelah barat sana.” ujar Cakka dengan amat senang. Tunggul menarik Cakka ke belakang. Oik heran dengan laki-laki yang ada di hadapannya, kenapa dimatanya ada tatapan keresahan
“Cakka! Kamu jangan bergaul dengan anak orang kaya. Dia itu temenan sama kamu ada maunya.” bisik Tunggul. Cakka tercenung.
“Ta.. Tapi yah Oik itu..”
“Sudahlah, bawa gadis itu keluar. Ayah muak liat wajah orang sok disini.”
“Tapi yah..”
“Cakka…” desis ayahnya geram. Cakka menunduk dan mengangguk. Dia meraih tangan Oik dan menuntunnya keluar.
“Kenapa dengan ayah kamu, Kka?”
“Aku tak tahu, sudah yuk, kita main sepeda lagi. Ke hutan pinus itu, Ik.” ajak Cakka, Oik mengangguk riang.
Sementara Tunggul dengan emosi mengetuk pintu rumah Idha. Pintu terbuka dan ada sesosok wanita cantik.
“Mas Tunggul?”
“Idha! Cepat kamu pindah dari sini.”
“Loh memangnya kenapa?”
“Anak kita sudah bertemu dan saling mengenal. Itu sama sekali tak boleh dibiarkan.” Tunggul duduk dengan wajah yang menampakkan gelisah. Idha mengikuti duduk di sofa dan menatap heran mantan suaminya.
“Loh kenapa? Bagus dong kalau mereka berteman.”
“Gak, itu gak boleh. Nanti lambat laun mereka bisa tau yang sebenanya bahkan yang lebih parah mereka bisa saling jatuh cinta Idha! Itu tidak boleh terjadi! Cinta mereka terlarang.” ujar Tunggul gelisah, Idha hanya menggumam, dimatanya terlihat jelas kegelisahan yang sama.
“Tapi, kalau untuk berteman itu rasanya wajar, Mas.” Idha berani mengeluarkan pendapat, Tunggul menatapnya tajam.
“Jauhi Cakka! Aku tak mau ambil resiko.” desis Tunggul sesaat kemudian dia pergi. Tetapi Idha tak mau menghancurkan kebahagiaan anaknya, jadi dia membiarkan tanpa melarang.
Bayang-bayang masa lalu itu selalu terbayang di fikiran Idha, dia menangis sambil menatap Frame foto yang menjadi saksi kesakitannya.
Sementara Cakka dan Shilla, sedang mengadakan rapat dadakan mengenai tiga hari lagi mereka akan bertunangan, gila kan? Ya memang.
“Terus gimana dong, Shill? Kamu berani?” tanya Cakka gelisah. Shilla tampak tersenyum saja.
“Aku sudah atur rencana. Jadi.. Bla… Bla… Bla.. (Reader gak boleh tau nanti bukan kejutan lagi :p)” ujar Shilla, Cakka nampak berfikir.
“Apa kamu udah siap? Siap mental maksudnya.” tanya Cakka. Shilla mengangguk.
“Aku dan Riko sudah siap, sekarang tinggal kamu. Inilah saatnya kamu dan Oik. Kamu harus perjuangin dia, Kka. Aku akan bantu, kamu harus nyatain di depan semua orang kamu gak cinta sama aku. Tapi Oik. Aku udah bikin konsepnya. Sini aku bisikkin.” Shilla mendekatkan wajahnya ke telinga Cakka dan berbisik.
“Wow its so greatest! Kamu romantis banget sih. Tapi gimana soal urusan mereka-mereka yang kamu bilang?” tanya Cakka bingung.
“Aku yang urus, semuanya aku yang urus. Kamu tinggal ajak Oik ke tempat yang aku maksud, dan tentunya kamu harus bisa kabur dari rumah kamu dan tempat pesta kita. Aku juga akan kabur. Mengerti?” kata Shilla, Cakka mengangguk-angguk.
Bayangan Oik tersenyum gembira sudah di otaknya.
“Aku akan menikah dengan Riko di amerika apabila rencana ini berhasil, kau dan Oik harus datang! Ingat loh.” kata Shilla tersenyum manis, Cakka mengacungkan ibu jarinya dan tersenyum lebar.
Get Out Get Out Get Out of the my head…
And Fall in to my arms instead..
I dont, i dont, dont know what it is?
But i need that one thing..
You’ve got that One Thing….
Oik menggerak-gerakan jarinya di atas pasir, menorehkan kembali sebuah kata
Cakka Oik Forever
Meskipun ia tahu, tak pernah ada yang abadi, seperti tulisan ini yang selalu saja terhapus oleh air.
Oik menghembuskan nafasnya berat, akhir-akhir ini dia selalu sendirian, entah kenapa Cakka semenjak kejadian malam itu bagai ditelan bumi, apakah Cakka sudah kembali? Tapi Cakka bilang dia akan mengadakan pesta Pertunangannya dengan Shilla di sini. Ah iya! Pasti Cakka sibuk mengurusi pestanya, Oik lagi-lagi berusaha menghempaskan segala rasa sedihnya pada Cakka. Ia harus merelakan semuanya? Benarkan itu? Kenapa Cinta pertamanya begitu menyakitkan, Oik tak pernah merasakan ini selama ia kecil sampai sekarang dia sudah lulus SMA. Oik memang selalu mendapatkan limpahan kasih sayang yang tinggi oleh Bundanya, selalu dimanjakan dengan kekayaan. Kadang ia juga rindu dengan sentuhan dan lindungan seorang ayah. Kata bundanya, Ayahnya meninggal pas dia masih di dalam kandungan, Tetapi, Oik sama sekali belum mengetahui wajah ayahnya seperti apa, Bundanya tak pernah memberi tahunya. Ah, memikirkan semuanya membuat Oik capek. Dia membaringkan tubuhnya di pasir, besok adalah hari yang sangat Bahagia buat Cakka dan Shilla, ya dia yakin itu. Walaupun mereka hanya pura-pura. Tapi, Oik yakin lambat laun akan ada cinta di antara mereka. Oik harus siap-siap sakit akan perasaannya, ya dia harus siap.
Sementara Cakka dan Shilla, bukannya sibuk mengurusi pestanya mereka malah pergi ke tempat anak-anak muda berlatih tari. Cakka hanya menuruti permintaan Shilla, dia percayakan semua urusan pada Shilla.
“Ayo masuk Kka.” ajak Shilla tersenyum, Cakka mengikuti Shilla dan mereka masuk pada sebuah ruangan besar sebesar aula sekolahnya, bahkan luasnya sebesar lapangan bola. Dan terlihat, Puluhan anak-anak muda berpakaian modis sedang berlatih tari.
“Nah! Dulu aku sempat berlatih dance disini, Kka. Dan mereka semua kenal sama aku.” ujar Shilla, Cakka mengangguk-angguk masih belum paham sebenarnya.
“Hay, Sayang.” seru Seorang laki-laki bertubuh jangkung hitam manis menghampiri mereka. Shilla terlihat sumringah dan cipika cipiki dengan cowok itu.
“Sayang, ini Cakka. Dia yang mau dijodohkan denganku dan yang punya hajat kegiatan ini.” ujar Shilla melirik Cakka dan tersenyum. Riko melirik Cakka dan tersenyum.
“Riko.” Riko menyodorkan tangannya lalu disambut Cakka.
“Cakka.” ujar Cakka tersenyum.
“Tenang saja, rencananya bakal terkonsep dan berjalan mulus. Dan sudah kami persiapkan sebelumnya. Mau lihat kami latihan?” tawar Riko. Cakka mengangguk. Shilla dan Riko nampak sedang membicarakan sesuatu.
“Persiapannya sudah mencapai 95% sayang, tinggal pemantapan saja. Nanti kamu dan aku juga ikut disini, pasti ini sangat romantis sekali, wanita itu pasti bakal suka. Anggap aja ini hadiah dari kita buat mereka.”
“Ya sayang, aku cukup bangga membantu mereka. Aku udah anggap Cakka sebagai adikku sendiri, dan uuuh ayahku itu memang buta tak mensetujui kita berdua. Pokoknya kita akan mempermalukan ayahku dan ayahnya Cakka! Kita buktikan cinta kita berempat memang kuat!” Seru Shilla. Lalu mereka menyusul Cakka dan Cakka amat takjub melihat anak-anak muda itu, Kompak.
I’ve tried playing it cool
But when im looking at you
I cant be ever brake
Cause your make my heart Race
Cakka ikut menghentak-hentakan kaki dan nalurinya menyeretnya ke tengah-tengah mereka, menari bersama
dia memang sengaja tak memberi tahu Oik, agar menjadi surprise yang menakjubkan untuknya
Oik mengayuh sepedanya melewati hutan pinus, lampu-lampu taman ditepi jalan membantu Oik menyusuri jalan, lalu dia mendengar tawa Cakka dan Shilla keluar dari gedung besar di pinggiran hutan itu. Oik berhenti sebentar dan bersembunyi.
“Makasih banget Shill, aku seneng banget bisa diajak kesini.” ujar Cakka, Shilla mengangguk dan tersenyum manis.
“Sama-sama. Sudah seharusnya kita saling membantu, Kka.”
Cakka segera meraih tubuh Shilla dan memeluknya erat.
“Anggap saja ini pelukan perpisahan, karena kau pasti bentar lagi ke amerika.”
Oik yang melihat kejadian itu dari jauh, hatinya merasa tercekat, entah kenapa perasaannya datang lagi, dadanya begitu sesak, dia memutuskan untuk keluar dari persembunyiannya.
“Cakka?” panggilnya pelan. Cakka dan Shilla refleks melepaskan pelukannya. Cakka tersenyum lebar, Shilla tersenyum.
“Oik?” Cakka menghampiri Oik dan menatapnya.
“Emhh abis darimana, Ik?”
“Kamu kemana aja?” tanya Oik menahan air matanya. Cakka tampak kesulitan menjawab pertanyaan Oik.
“engg itu aku sibuk siapin pertunangan aku, Ik.” jawab Cakka gugup, Oik terdiam.
“Oh yaudah, aku pulang aja deh ya.” kata Oik berusaha menutupi perasaannya. Tapi tangannya ditarik oleh Cakka.
“Besok aku jemput.” kata Cakka, Oik tercengang.
“Ka.. Kamu kan mau tunangan, Kka. Masa jemput aku sih?” tanya Oik bingung. Cakka menyunggingkan senyumnya.
“Pokoknya aku jemput.” kata Cakka mengacak pelan rambut Oik dan berlari meninggalkannya dan menaiki mobil.
Oik terdiam lalu menaiki sepedanya dan melaju pelan pulang ke rumah.
Keesokkan Harinya ia menggeliat bangun dan menyadari inilah hari dimana ia akan melihat orang yang dicintainya bahagia bersama orang yang sudah dipilihkan oleh ayahnya.
“Apakah ini memang sudah takdirnya?”
Tunggul akan bergegas ke rumah Idha, dia mengendap-endap menemui Idha agar tak diketahui oleh Oik.
‘ Tok Tok Tok ‘
Ia mengetuk pintu rumah Oik dan tak lama kemudian terbukalah pintu itu.
“Idha! Aku ingin berbicara denganmu, ayo ikut aku.” Tunggul menarik tangan Idha dan membawanya ke sebuah restaurant tak jauh dari tepi pantai.
“Kita harus beritahu Cakka dan Oik sekarang! Aku sudah mencium gelagat tidak baik dari Cakka, dan kau harus datang di pesta pertunangan Cakka dengan Shilla. Disana kita akan beritahu segalanya.” ujar Tunggul gelisah. Idha hanya tercengang.
“Apa? Se.. Sekarang?” tanya Idha. Tunggul mengangguk.
“Iya, secepatnya. Aku takut akan terjadi hal tak diinginkan.” katanya. Idha hanya terdiam.
“Baiklah. Aku setujui permintaan kamu.”
Gedung Pertunangan Cakka dan Shilla yang terletak di tepi pantai sudah ramai oleh Tamu, karena hari sudah sore dan menjelang malam, sementara Cakka masih belum memakai apa-apa. Tiba-tiba pintu diketuk, ternyata itu Ayahnya membawa sebuah setelan Jas putih.
“Cakka! Cepat pakai ini. Kita harus kesana sebentar lagi.” ujarnya seraya tersenyum. Cakka hanya mengangguk. Ayahnya keluar, Cakka menggenggam jas itu, memperhatikannya lama dan mulai mengenakannya.
Sementara Oik sudah siap, dengan gaun yang dipilihkan oleh Bundanya, berwarna senada dengan Jas cakka, putih. Oik terlihat sangat Cantik dengan rambut yang ditata sedemikian rupa dan wajahnya dipoles amat cantik.
“Nah, anak ibu sudah Cantik. Ayo kita berangkat.”
Tiba-tiba Oik teringat perkataan Cakka yang akan menjemputnya, Oik tak mungkin bareng dengan bundanya.
“Emmmhh, Bunda duluan aja, Oik nanti nyusul.”
“Yakin?”
Oik mengangguk, lalu bundanya beranjak dan tersenyum.
Cakka mencoba menjembol jendela kamarnya, berhubung jendela kamarnya berhadapan langsung dengan arah laut, dia jadi mudah melarikan diri. Dia berlari dan terus berlari. Menyusul ke rumah Oik.
Oik sudah menunggu di depan rumah.
“Oik, ayoo cepetan.” Cakka menarik tangan Oik. Oik hanya bisa mengikuti.
Cakka tiba-tiba berhenti di pinggir hutan pinus.
“Kenapa, Kka?” tanya Oik mendongak melirik Cakka. Cakka terdiam.
“Kka, ada apa?” tanya Oik mengoyang-goyangkan lengan Cakka. Cakka menarik tubuh Oik dan memutarnya hingga ada di hadapannya.
Tiba-tiba Cakka memeluk erat Oik, dan Lampu di sekitar jalan yang di pinggirnya dihiasi lampu taman itu tiba-tiba mati. Oik memekik dan makin mengeratkan pelukannya. Tetapi Cakka merenggangkan pelukannya dan melepaskan tubuhnya dari Oik. Makin jauh jauh dan menjauh.
Oik mulai ketakutan dan mengarahkan tangannya, mencari-cari Cakka.
“Kka, kka. Kamu dimana? Cakka?” Oik berusaha berjalan dalam gelap.
“Kka, ini gak lucu Cakka!” Oik berteriak di tengah kegelapan yang gelap gurita. Tiba-tiba terdengar suara gitar yang sangat keras sehingga memenuhi udara di sekitar hutan itu.
I’ve tried playing it cool
But When i Looking at you
I can’t ever be brake cause you make my Heart Race
Oik terkejut suara gitar dimana itu? Gelap! Ia mendengar itu adalah suara Cakka. Ya itu memang suara Cakka.
Tiba-tiba lampu menyala, Oik mulai menghentikan isaknya.
Lebih indah, dipenuhi kerlap kerlip.
Shout me out of the sky
youre my kryptonite
you keep making me weak
yeah, frozen and can’t breath.
Tiba-tiba keluar beberapa orang dari bali pohon, Oik mulai berani berjalan di tengah jalan setapak yang dipenuhi kerlap kerlip lampu berkilauan bagai mutiara
Oik tersenyum lebar ketika suara Cakka makin mengalun menyanyikan lagu One Thing.
Something gotta give Now
And Im Dying Just make you See
and that just you here in now
Cause you’ve got that one thing
Orang-orang itu bernyanyi lipsinc berjejer di tepi jalan setapak itu, Musik mengalun keras dan sangat membuat suasana Semarak.
So Get out get out get Out of the my head
Musik makin keras diiringi suara Cakka yang menyanyikan lagu itu, Oik diraih tangannya oleh salah satu dan diajak menari bersama dan ikut campur dalam semarak itu.
And fall in to my arms instead
Oik tanpa sadar berjalan dengan senyum mengembang ini sangat menakjubkan, kembang api meluncur mewarnai langit di atas Oik.
Tapi Cakka mana?
I dont i dont dont know what it is?
But I Need That One thing
Shilla terlihat berjoget-joget dengan gaunnya dan dandanannya yang sangat Cantik, Loh kenapa dia disini?
You’ve got that One Thing
“You’ve got that one thing, Ik. Ayo ikut aku.” Shilla menuntun dan meraih tangan Oik, menuntunnya menaiki jalan setapak yang mendaki.
Get Out get out get Of the my head
And fall in to my arms instead
Oik sampai di atas tebing itu, tebing tempat ia dan Cakka menghabiskan waktu, suara Cakka makin dekat terdengar, dimana ia.
Get Out get Out of the my mind
And fall in to my arms instead
Come On Come on into my life
but I need That One thing
You’ve got that one thing
Cakka keluar membawa gitarnya, dia membawa gitarnya dan menghampiri Oik yang sedari tadi terpesona dengan apa yang baru terjadi, kembang api meletup-letup dilangit seperti letupan-letupan dihatinya.
“Ca.. Cakka?” Oik tak bisa berkata apa-apa lagi.
“Kamu suka?” tanya Cakka, Oik tertunduk dan menangis.
“Ka.. Kamu kenapa nangis? Aku salah?” tanya Cakka resah, Oik menggeleng menghapus air matanya cepat dan tersenyum lebar lalu meraih tubuh Cakka, dipeluknya erat dan tak akan ia lepaskan.
“Aku suka, aku suka banget.” jawab Oik. Cakka tersenyum dan melepaskan pelukannya. Tersenyum lalu berjongkok, dia mengangkat gitarnya dihadapan Oik, Oik masih tak tahu maksud Cakka apa tetapi matanya terhenti pada sebuah kotak kecil yang menempel di gagang gitarnya. Kotak itu terbuka, dan di dalamnya terdapat sebuah cincin bertahtakan berlian.
“Kamu mau kan temani aku selamanya? Would you marry me? Please…” Cakka mendongak menatap wajah Oik yang bergetar dan lagi-lagi menangis dan diakhir tangisnya ia tertawa tetapi masih tercampur tangis. Oik memegang bahu Cakka dan membantu cowok itu berdiri. Oik mengangguk matanya tak lepas dari Cakka, Cakka tersenyum lebar dan segera mendekap Oik erat.
“Aku cinta sama kamu, Ik.”
Oik mengangguk.
Cakka melepaskan pelukannya dan meraih jemari Oik, menyematkan cincin indah itu di jari manis Oik, Oik hanya menangis terharu. Lagi-lagi ia memeluk tubuh Cakka, dia tidak ingin melepaskannya.
Semua disaksikan oleh puluhan orang yang berada disitu termasuk Shilla dan Riko yang juga berpelukan hangat tersenyum bangga menatap mereka.
“Cakka! Oik! Apa yang kalian lakukan?”
Satu detik lalu…
Dua hati terbang tinggi…
Lihat indahnya cinta…
Membuat hati bahagia…
“Cakka! Oik! Apa yang kalian lakukan?!”
Cakka dan Oik melepaskan pelukan mereka dan menoleh ke arah sumber suara.
Terlihat Ayah dan Bundanya bersama beberapa orang yang menatapnya heran. Tunggul menghampiri anaknya, Cakka. Dan menariknya paksa.
“Sini kau sini…” Geramnya sambil menarik Cakka menjauh dari Oik, Oik hanya tercenung, bingung.
Tunggul menatap anaknya geram, penuh amarah sampa-sampai wajahnya memerah.
‘PLAAAKK…’
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Cakka. Tubuh Cakka gemetar dan memegangi pipinya.
“A.. Ayah?”
“Kau sudah membuat malu keluarga Cakka! Kau kabur dari pertunanganmu dan kau berada disini? Melamar dia! Cakka itu tidak boleh terjadi! Kau tau!” bentak Ayahnya, Cakka menatap balik ayahnya, dia kecewa, sangat teramat kecewa kepada ayahnya.
” Ayah! Cakka gak cinta Shilla, Shilla mempunyai seorang kekasih, dia juga tidak cinta Cakka ayah. Dia juga menolak perjodohan ini. Ayah tanya saja sama Shilla!” bentak Cakka. Kontan semua mata menatap Shilla, Oik sementara terisak melihat pertengkaran ayah dan anak itu.
“A.. Aku memang sudah mempunyai calon suami, semuanya. Aku tidak cinta sama Cakka, Oom. Dan ayah.” Shilla melirik Pak Suganda.
“Shilla mohon, izinkan Shilla menikah dengan Riko. Tolong ayah, Shilla janji Shilla ga bakal kecewain ayah lagi.” Pinta Shilla melorot dibawah kaki ayahnya, ayahnya menatap lirih anaknya, dipegangnya bahu anaknya, membantunya bangun dan memeluknya.
“Ya, ayah salah. Ayah setujui kamu dengan Riko.” lontarnya sembari tersenyum, Shilla menangis terharu dan memeluk kembali ayahnya.
“Ta… Tapi Pak Suganda, ini semua sudah kita rencanakan, kenapa kau batalkan?” ucap Tunggul heran.
“Kebahagian anakku jauh lebih penting.” ujar Pak Suganda tersenyum.
“Ayah, Shilla sudah disetujui, tolonglah ayah, setujui kami juga.” mohon Cakka berlutut di kaki ayahnya, Idha hanya menatap nanar semua yang terjadi, ia tak percaya apa yang selalu dibilang mantan suaminya akan terjadi, Oik mempererat pelukannya, Idha hanya mengelus lembut kepala Oik.
“Iya pak, Cinta mereka sangat Kuat, aku yakin mereka tak akan terpisahkan apapun yang terjadi.” Ujar Shilla menambahkan.
“Semua yang kalian bilang salah! Mereka suatu saat akan terpisah perasaannya!” Teriak Tunggul dan sontak mereka semua bertanya-tanya, Oik melepaskan dirinya dari bundanya dan bertanya dengan suara yang serak karena menangis.
“Apa.. Maksud Oom?” tanya Oik berani.
“Kalian berdua adalah saudara. Saudara Kembar.” ujar Tunggul menghela nafas.
‘JDUAAAAR!’
Bunyi petir bagai menyampaikan perasaan mereka semua yang berada disitu, seolah menyampaikan kesedihan mendalam di antara kedua insan manusia itu.
Cakka terdiam terpaku, tak mampu lagi berfikir, mendengar, Dia bagai kehilangan kesadarannya, menatap kosong.
Oik pun tak jauh beda dia hanya menatap Tunggul tak berkedip, lalu sesaat kemudian.
Tes
Tes
Tes
Tetes air mata mulai jatuh turun ke bumi. Dia terjatuh terkulai di tanah, rambutnya yang panjang menutupi wajahnya yang mungkin sudah terisak dan tak karuan.
Menangis hanya itu lah yang ia lakukan.
Sementara Cakka masih terdiam, belum tersadar dari sebuah kenyataan yang begitu menghujam jantungnya.
“Cakka! Kau sekarang tau kan? Kenapa ayah selalu melarangmu mendekati Oik? Ayah dan Tante Idha adalah dulu mantan Suami Istri, dan kalian adalah buah hati kami yang kami tunggu-tunggu bertahun-tahun. Dan kami harus bercerai lalu kami sepakat untuk membawa kalian masing-masing satu dan tak pernah membahas semua masa lalu.” jelas Tunggul, Idha hanya bisa menggeleng samar, ini bukan kesepakatan bersama! Ini sungguh keputusan mantan suaminya.
Tubuh Cakka bergetar, kemudian terjatuh. Matanya terpejam, merasakan setiap getir kesakitan di dadanya.
“Kenapa… Kenapa yah! Kenapa ayah baru bilang sekarang? Kenapa? Aaaggghhh..” teriak Cakka, dia menjambak-jambak rambutnya.
“Cakka.. Sudah Cakka sudah…” Isak Oik, Cakka menggeleng.
“Gak, Ik. Aku cinta kamu, aku.. Aku ga akan terima semua takdir ini. Ga ada yang bisa memisahkan kita ik, Ga akan pernah ada!” teriak Cakka. Oik meremas rambutnya, sesunggukan, dia tak bisa lagi menangis, dadanya amat sangat sakit. Cakka bangun dan berjalan terhuyung menghampiri ayahnya, mata sayunya sudah bengkak, memerah.
Dia mendekatkan wajahnya ke wajah ayahnya.
“Bunuh… Bunuh saja aku yah! Bunuh! Lebih baik aku mati daripada harus mengetahui kenyataan ini! Ini sangat menyakitkan buat aku yah! Bunuh bunuh aku!” Cakka berteriak, menarik-narik baju jas Ayahnya, ayahnya hanya terdiam, menunduk.
“AYAH! BUNUH AKU.. BUNUH.. ” Teriak Cakka lalu pertahanannya ambruk dia menangis, berjalan menjauh, menjauh dari mereka, Cakka berdiri di tepi tebing yang tingginya lebih dari 100 kaki, rambut hitamnya tertiup-tiup angin malam.
Oik menyadari bahwa Cakka akan melakukan suatu hal yang gila, dia bangun dengan langkah yang tehuyung-huyung menarik belakang Cakka. Dia memeluknya dari belakang.
“Cakka… Cakka, kau mau apa?” tanya Oik pelan karena suaranya serak tak terdengar. Cakka terdiam, tetapi yang menjawab hanya air matanya yang jatuh lurus ke bawah, ke air laut. Oik berbalik menatap kedua orang tuanya. Lalu dia berjalan ke arah bundanya. Memeluknya.
“Bundaa, bunda gak bohong kan? Bunda ga bohong sama Oik? Bunda lg ga berusaha jauhin Oik sama Cakka kan? Iya kan bun?” tanya Oik dengan suara yang amat sangat lirih. Bundanya terdiam tak menjawab, justru terisak dan mengangguk.
“Maafkan, bunda. Sayang.” lirih Bundanya. Oik beralih ke arah Ayahnya, dia berdiri di hadapannya.
“A.. Ayah.. Apa benar Oom ayahku? Benar Oom?” tanya Oik, Tunggul mengangguk dan menyentuh pipi Oik, menghapus air matanya. Oik tersenyum disela tangisnya. Dia menoleh ke arah Cakka, yang kini berbalik dengan tatapan yang kosong.
Semua mata terdiam melihat kejadian memilukan itu.
Oik berjalan ke arah Cakka.
“Kakak…” Lirih Oik, Cakka menatap Oik. Oik semakin mendekat. Cakka menyentuh pipi Oik.
“Maa.. Maafkan aku, Ik. Aku benar-benar ga bisa terima semua ini, aku.. Aku..” Cakka tak kuat melanjutkannya, Oik berusaha tersenyum meskipun bibir merahnya bergetar.
“Kau harus menerimanya, Kak. Aku kuat kok.” kata Oik, Cakka menggeleng frustasi.
“Aku Gak bisa Oik, lebih baik aku mati!” bentak Cakka keras. Oik tercengang dan memeluk Cakka.
“Jangan, Kak.” Oik menggeleng, Cakka melepaskan pelukannya dan tersenyum, dia mengecup kening Oik lama. Lalu tersenyum.
“Maafin kakak.” Cakka melepaskan pelukannya, Oik menggeragap.
“Kakak.. Kakak mau apa?” Oik menarik tangan Cakka, tapi Cakka melepaskannya dan ia meloncat dari atas tebing itu.
‘AAAAAAA’
“CAKKAAAA…!” teriak Oik. Kontan semua menghampiri Oik, Idha sudah menangis meraung-raung, sementara tunggul hanya terdiam tercenung.
“Aku harus susul Cakka! Aku harus susul dia!” Oik berusaha melepaskan pelukan Shilla.
“Gak, Ik, gak!”
“aku harus susul dia.” Oik berlari ke tepi tebing dan melakukan hal yang sama dengan Cakka.
“CAKKAAAA AKU CINTAAA KAMUUU!” teriak Oik, dia memejamkan matanya, membiarkan tubuhnya melayang dibawa angin, dia sudah pasrah, air matanya terbang bersama cintanya menembus awan tinggi, tinggi, tinggi, lebih tinggi lagi.
“Oik… Oik..” tangis tante Idha meraung-raung, ditenangkan oleh Shilla, dipeluknya tante Idha yang berusaha ingin menyusul kedua anaknya itu yang mungkin sudah menjadi titisan Romea And Juliet di jaman modern, cintanya terbang bersama kesakitan hati mereka, cinta mereka abadi terbawa air laut yang menyejukkan.
Ayahnya hanya terdiam, terkulai lemah.
“Maafkan, ayah. Cakka, Oik. Ayah cinta kalian.”
“DITEMUKAN MAYAT SEPASANG KEKASIH MEMAKAI GAUN DAN JAS DI TENGAH BATU KARANG. ANEHNYA TAK ADA LUKA SATUPUN YANG TERGORES DI TUBUH MEREKA.”
Mungkin tubuh mereka dilindungi oleh tuhan, tapi hati mereka lah yang telah hancur, remuk. Bersyukurlah mereka, Cinta mereka Abadi meskipun Cintanya Terlarang karena Cinta mereka adalah Cinta yang Sebenarnya Cinta.
Cerpen Karangan: Athe Celiona

Tidak ada komentar:

Posting Komentar