Rabu, 13 November 2013

Cerpen - Please Remember

Semilir angin sore membuat seorang gadis cantik betah untuk berdiam diri di taman sebuah rumah sakit. Berulang kali bibir tipis dan nampak pucat itu tersenyum saat melihat beberapa anak kecil bermain bola dengan tingkah mereka yang sangat menggemaskan. Sesekali gadis berusia 21 tahun itu bertepuk tangan saat melihat ekspresi gembira dari anak-anak kecil yang berhasil mengalahkan temannya itu. Tapi tiba-tiba saja raut wajahnya menjadi sedih dan murung saat pandangan matanya teralih pada seorang wanita dan pria yang sedang mengajak bermain seorang anak laki-laki berusia sekitar 6 tahun itu. Entah kenapa tiba-tiba ia juga ingin seperti anak laki-laki itu, ingin merasakan di dampingi oleh orang tuanya dan bisa bercengkrama dengan orang tuanya.
“Jullie…” Ucap seseorang sambil menepuk pelan pundak gadis itu yang membuat gadis itu terkejut. “Ahh maaf, apa aku mengejutkanmu?” Tanya seorang pria muda yang mengenakan kemeja putih yang di balut dengan jas putih serta celana bahan panjang berwarna hitam yang membuat pria itu nampak tampan dan membuat para wanita di rumah sakit itu sangat mengaguminya. Gadis itu, Jullie hanya mengagukkan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan pria di hadapannya itu.
“Sedang apa kamu disini? aku dan suster Rina mencarimu sejak tadi tapi ternyata kamu berada disini” Ucap pria itu Adit, yang membuat Jullie menolehkan kepalanya memandang pria itu.
“Aku bosan berada di kamar terus” Ucap gadis itu sambil sedikit menggembungkan pipinya yang membuat siapa saja ingin sekali mencubit pipi gadis itu karena tingkahnya yang masih lucu walaupun usianya sudah dewasa.
“Ya sudah sekarang kembali ke kamar ya!, ini sudah sore dan di sini terlalu dingin nanti kamu bisa sakit lagi pula ini waktunya kamu minum obat kan?” Ucap Adit yang seketika langsung membuat Jullie menggelengkan kepalanya.
“Aku masih ingin di sini dokter, lagi pula aku ini tidak sakit jadi aku tidak mau meminum obat-obat itu lagi” Ucap Jullie lalu kembali mengalihkan pandangannya ke depan, menatap seru objek yang ada di hadapannya itu.
“Tapi Jullie…”
“Sssttttt dokter diamlah, aku sedang asyik memperhatikan anak-anak kecil itu jadi diamlah. Jika dokter bicara terus nanti aku jadi tidak fokus dan nantinya aku tidak akan tahu siapa yang akan menang” Ucap Jullie sambil tersenyum memandangi anak-anak kecil yang sedang bermain bola di hadapannya itu. Pria itu, Adit hanya bisa memandang gadis di sampingnya itu dengan tatapan yang sulit diartikan. Baru saja ia akan berkata kepada gadis itu tapi niatnya harus terhenti saat ia merasakan getaran ponsel di saku celananya. Adit memperhatikan sejenak Jullie yang masih asyik memandangi anak-anak kecil itu lalu ia segera mengambil ponselnya dan menerima panggilan masuk itu.
“Hallo… iya, hmmm baiklah aku akan segera kembali keruanganku” Ucap Adit dan menyudahi sambungan telfon itu dan kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya.
“Ya sudah kalau kamu masih ingin di sini…” Adit menghentikan ucapannya sejenak yang membuat Jullie menolehkan kepalanya kearah pria itu. “Tapi setelah itu kamu harus cepat kembali ke kamar, oke?” Ucap Adit sambil tersenyum lalu mengusap lembut puncak kepala gadis yang menjadi pasiennya itu. Setelah itu Adit pergi dari taman yang membuat Jullie kembali menatap pemandangan dihadapannya dan lagi bibir mungilnya mengembangkan senyum saat melihat keceriaan anak-anak kecil di hadapannya.
“Emmm… boleh saya duduk di sini?” Ucap seseorang yang membuat Jullie menolehkan kepalanya ke arah kiri. Gadis itu mengerutkan keningnya saat melihat seorang wanita berusia sekitar 45 tahun itu sedang menatapnya dengan tatapan memohon. “Bolehkan saya duduk di sini?” Ucap wanita itu lagi yang membuat Jullie langsung mengalihkan pandangannya pada tempat kosong di bangku yang sedang ia duduki itu. Jullie menatap ragu wanita asing yang ada dihadapannya sebelum akhirnya ia mengangguk dan membuat wanita itu tersenyum. Jullie menggeser sedikit tubuhnya dan tak lama wanita itu duduk di samping Jullie yang membuat gadis itu sedikit resah karena ia duduk satu bangku dengan orang yang tidak dikenalinya.
“Apakah kamu pasien disini?” Tanya wanita itu yang membuat Jullie menatap wanita disampinya itu. Entah mengapa, ia merasakan kehangatan dan kedamaian saat melihat mata indah disampingnya itu. Jullie menganggukan kepalanya lalu kembali menatap ke depan tapi seketika ia merasa kecewa saat ia sudah tak melihat anak-anak kecil tadi bermain bola.
“Memangnya sudah berapa lama kamu di rawat di sini?” Tanya wanita itu. Jullie menolehkan kepalanya dan ia sedang menginggat sudah berapa lama ia di rawat di rumah sakit.
“Aku… aku, ahhh aku sendiri lupa sudah berapa lama aku di sini dan terkadang aku juga bingung kenapa aku bisa di rawat di sini” Ucap Jullie sambil menundukkan kepalanya dan meremas jemari tangannya. Tapi seketika ia mendongakan kepalanya dan menatap wanita disampingnya itu. “Kalau ibu, apa yang sedang ibu lakukan di rumah sakit ini? apa ibu di rawat juga di sini?” Tanya Jullie antusias.
“Saya? ahh tidak saya ke sini karena ingin menemui anak saya yang menjadi dokter di sini tapi karena dia sedang ada operasi jadi saya harus menunggunya selesai melakukan operasi” Ucap wanita itu yang membuat Jullie menganggukan kepalanya pelan. Jullie kembali menatap ke depan dan raut wajah sedih itu kembali terlihat di wajah cantiknya saat melihat seorang ibu yang sedang mendorong kursi roda seorang gadis seusianya dan melihat ibu itu mengajak bicara anaknya dan sesekali mengusap lembut rambut anaknya itu.
Wanita disampingnya itu mengikuti arah pandang Jullie dan seketika juga membuat wanita itu sedih saat melihat raut wajah gadis disampingnya itu.
“Apakah kamu ingin seperti itu?” Tanya wanita itu yang membuat Jullie menolehkan kepalanya dan mengikuti arah pandang wanita itu.
“A.. aku ah tidak tapi aku hanya… hanya iri saja melihat itu” Ucap Jullie sambil menundukkan kepalanya sedih. Gadis itu kembali meremas jemarinya yang membuat wanita disampingnya itu menatapnya iba. Wanita itu mengelus lembut rambut gadis itu yang membuat Jullie mendongakan kepalanya.
“Apa ibumu tidak menjengukmu?” Ucap wanita itu lembut lalu menatap gadis itu dengan tatapan sedih.
“Eh… ? ibu… ibuku?” Ucap Jullie sedikit bingung lalu sedetik kemudian ia menggelengkan kepalanya lemah.
“Boleh saya memelukmu..?” Ucap Wanita itu yang membuat Jullie menautkan kedua alisnya bingung dengan permintaan wanita disampingnya itu. “Hmm aku hanya sedang rindu dengan putriku, kebetulan putiku juga seusia denganmu dan sekarang dia sedang kuliah di luar negeri jadi sekarang saya merindukannya”. Ucap wanita itu lagi saat melihat raut wajah kebingungan dari gadis disampingnya itu. Jullie nampak sedang berpikir apakah ia harus mengijinkan wanita disampingnya itu untuk memeluknya atau tidak tapi saat ia melihat mata wanita itu entah mengapa ia menjadi luluh dan membuat ia menganggukan kepalanya pelan. Wanita itu tersenyum lalu merentangkan tangannya dan membawa tubuh gadis itu ke dalam pelukannya. Wanita itu mengelus rambut gadis itu lalu mengusap pelan punggung gadis itu yang membuat matanya sekarang sedikit berkaca-kaca karena menginggat putrinya.
“Apa ibu terlalu merindukan putri ibu?” Tanya Jullie yang masih berada dalam pelukan wanita yang sedang memeluknya itu.
“Iya… akhir-akhir ini dia tidak memberikan saya kabar dan sepertinya dia kini tengah melupakan saya… mungkin karena tugas-tugas kuliahnya jadi dia melupakan saya” Ucap wanita itu dan tanpa terasa air matanya menetes membasahi pipinya tapi wanita itu buru-buru menghapusnya karena takut gadis yang masih ia peluk itu mengetahui kalau ia sedang menangis.
“Aku juga merindukan ibuku…” Ucap Jullie pelan lalu ia mengusap pelan punggung wanita itu. “Aku yakin pasti putrimu tidak melupakanmu, mungkin benar dia sedang sibuk dengan… emmm dengan kuliahnya dan aku yakin pasti dia akan segera menghubungi ibu” Ucap Jullie. Wanita itu melepaskan pelukannya lalu menatap gadis disampingnya itu dengan senyum yang mengembang dibibirnya.
“Jullie…” Panggil seseorang yang membuat Jullie menolehkan kepalanya ke kanan dan mendapati seorang wanita dengan seragam putihnya itu sedang memandangnya dengan cemas. “Kenapa kamu tidak kembali ke kamar juga? suster khawatir denganmu, ayo sekarang kita kembali ke kamar ini sudah sangat sore” Ucap suster itu yang membuat Jullie sedikit mengerucutkan bibirnya. Wanita disampingnya itu tersenyum lalu mengusap rambut Jullie dengan sayang.
“Kembalilah ke kamarmu, benar kata suster ini sudah sangat sore nanti kamu bisa tambah sakit” Ucap wanita itu.
“Hmm kalau begitu aku pergi dulu bu.. dan emmm dan terima kasih karena sudah menemaniku di sini” Ucap Jullie lalu bangun dari duduknya.
“Iya sama-sama… dan semoga kamu bisa cepat keluar dari rumah sakit ini” Ucap wanita itu yang membuat Jullie tersenyum lalu meninggalkan taman itu bersama dengan suster.
Wanita itu menatap sendu punggung Jullie yang semakin menjauh dan setelah punggung itu menghilang dari jarak pandangnya, air mata yang sedari tadi ia tahan akhirnya tumpah begitu saja. Wanita itu terisak kencang dan langsung menutup mulutnya dengan telapak tangannya agar isakannya tidak terlalu terdengar. Bahu wanita itu bergetar hebat, ia merasakan dadanya teramat sakit saat harus menerima kenyataan pahit. Kenyataan pahit yang harus ia terima bahwa putri tunggalnya itu semakin hari semakin melupakannya dan tidak mengingatnya sama sekali. Ya Jullie, gadis itu adalah putri tunggalnya yang harus menderita karena di vonis terkena penyakit Alzheimer. Sebuah penyakit yang membuat jaringan otak mengalami penyusutan dan penurunan dan menyebabkan menurunnya daya ingat dan kemampuan mental. Penyakit yang membuat putrinya itu kehilangan memori terus menerus dan membuatnya mengalami kesulitan progesif dalam memahami dan mempertahankan informasi dan bahkan nantinya akan membuatnya kesulitan untuk makan, bergerak, dan berbicara serta bisa menyebabkan kematian.
Wanita itu semakin terisak jika memikirkan hal-hal yang lambat laun pasti akan di alami putrinya, bahkan kini gadis itu sudah tidak mengingatnya setiap kali ia mengunjungi putrinya itu. Bahkan ia masih ingat kapan terakhir kali putrinya itu memanggilnya mama. Hari itu, hari di mana putrinya itu mengajaknya untuk pergi bertamasya bersama tapi dengan bodohnya ia justru mengorbankan permintaan putrinya itu dan memilih pergi ke luar kota untuk urusan pekerjaannya.
“Ma… Jullie ingin pergi bersama dengan mama. Sepertinya bertamasya di puncak seru ma” Ucap Jullie saat itu.
“Aduh Jullie mama banyak kerjaan sayang, bagaimana kalau perginya setelah mama pulang dari luar kota saja” Ucap wanita itu yang membuat Jullie saat itu langsung menunduk sedih.
Rasa penyesalan yang sangat besar itu kini datang menghampirinya. Saat itu setelah ia ingin mengajak Jullie pergi bersama, wanita itu harus mendapatkan kabar buruk bahwa Jullie jatuh pingsan dan di bawa ke rumah sakit. Hingga saat ini, putrinya itu masih di rawat di rumah sakit dan bahkan kini putrinya sudah mulai melupakannya karena penyakitnya itu. Sakit, itulah hal yang ia rasakan dan selama ini wanita itu berusaha tegar untuk putri tunggalnya, berusaha untuk tidak mengeluarkan air mata di hadapan putrinya.
“Tuhan, aku mohon kembalikan putriku seperti dulu” Ucap Wanita itu dengan suara bergetar dan semakin tenggelam dalam isakan tangisnya.
Suster itu nampak terkejut saat melihat dokter muda itu sudah berdiri di depan pintu saat ia baru keluar dari kamar rawat inap itu.
“Apa dia sudah tidur?” Tanya dokter itu, Adit kepada suster dihadapannya itu.
“Sudah dokter… kalau begitu saya permisi dulu dokter” Ucap suster itu lalu pergi dari hadapan Adit.
Pria itu, Adit menghela nafas beratnya sebelum akhirnya ia mulai memasuki kamar tersebut. Adit berjalan menghampiri seorang gadis yang sudah lelap tertidur di tempat tidurnya itu. Cantik, satu kata itulah yang ada di otak Adit saat ini. Walaupun gadis itu terlihat pucat dan tubuhnya semakin kurus tapi aura kecantikannya itu tidak pernah lepas dari wajahnya.
Adit berhenti tepat disamping tempat tidur gadis itu, menatapnya lekat lalu pandangannya teralih pada cincin yang melingkar di jari manis gadis itu. Cincin yang sama dengan cincin yang dikenakannya dan cincin yang menjadi pengikat bahwa gadis itu adalah tunangannya. Adit menengadahkan kepalanya berusaha untuk menahan air mata yang mendesak ingin keluar dari matanya. Dadanya teramat sesak karena harus mengetahui gadisnya itu menderita karena penyakit yang dideritanya dan juga merasakan sakit karena gadis itu melupakannya sebagai tunangannya dan hanya mengenalnya sebagai dokter yang merawatnya. Adit mencium kening gadis itu lama lalu mengusap pelan pipi tirus gadis itu.
“Selamat tidur Jullie, mimpi yang indah sayang… Cepatlah sembuh… aku merindukanmu” Ucap Adit lirih lalu mencium kening Jullie pelan dan seiringan dengan itu air mata yang ia tahan jatuh mengalir membasahi pipinya.
*****END******
Cerpen Karangan: Apri Dwi Jayanti

Tidak ada komentar:

Posting Komentar