Sebuah kamar yang penuh kenangan sangat sayang rasanya bila di tinggalkan begitu saja. Apalagi jika di dalamnya terdapat barang-barang yang memiliki nilai sejarah yang tinggi bagi hidup kita. Seolah menghiraukan keringat yang telah membasahi tubuhnya dengan sigap Andi terus merapikan barang-barang yang berada di kamarnya. Satu persatu benda-benda itu di pisahkannya. Satu persatu ia tumpuk buku-buku sekolahnya yang telah usang itu. Satu persatu ia bongkar benda-benda di dalam kotak untuk dia masukkan ke dalam kotak yang baru. Senyum di wajahnya terus mengiringinya saat ia mulai membersihkan koleksi mainan miliiknya dulu, seolah-olah ia sedang bernostalgia dengan masa lalu.
Gerakannya terhenti. Bola matanya mulai fokus melihat sebuah kertas yang terselip di antara buku-buku yang sudah ia tumpuk rapih. Mulai ia dekati dan ia ambil dengan perlahan kertas yang sudah terlipat-lipat tak karuan itu. Andi mulai membukanya dan ia mulai membacanya. Tiap huruf tak pernah terlewat oleh matanya. Tiap kalimat selalu ia baca dengan detail. Belum selesai ia membaca tawanya sudah pecah. Ingatan di masa lalunya kembali muncul. Ternyata itu adalah surat yang ia terima dari seorang gadis kecil yang pernah menghiasi hatinya. Seorang gadis kecil yang pernah menjalani cinta monyet dengannya.
Kala itu Andi masih duduk di kelas 5 SD. Hatinya pertama kali dicuri oleh seorang gadis kecil yang masih duduk di kelas 4 SD. Gadis kecil itu bernama Yuni yang tak lain adalah tetangganya sendiri. Selain itu Yuni juga teman main dari Andi. Tapi ada satu hal yang tak pernah ia suka dari Yuni. Bukan karena Yuni yang masih suka mengompol atau masih suka menangis ketika terjatuh tapi hal yang tak disukai oleh Andi adalah Ayah Yuni yang super galak itu. Ayah Yuni memang terkenal galaknya terutama pada anak-anak yang sangat berisik ketika bermain di depan rumah Yuni. Ayahnya juga pernah merobek bola milik Andi dengan sebilah pisau kala itu. Itu karena Andi yang tak sengaja menendang bola hingga masuk ke dalam rumah Yuni sehingga menyulut kemarahan Ayah Yuni yang berujung pada pembedahan bola milik Andi. Mulai saat itu Andi tak begitu suka jika bertemu dengan Ayah Yuni. Menurutnya Ayah Yuni hanyalah seorang Haji yang terlewat galak pada anak-anak.
Andi membuat surat yang tak lain adalah surat cinta untuk Yuni. Andi mengirimnya bukan melalui kantor pos atau biro jasa melainkan kebaikan hati seorang teman yang mau memberikan suratnya langsung ke Yuni. Andi menunggu balasan surat cintanya dengan gelisah dan dengan harapan agar jangan sampai ketahuan Ayahnya. Namun istilah “Pucuk di cinta ulam pun tiba” nampaknya tak berlaku kali ini. Surat yang dinanti tak kunjung datang. Ternyata Yuni tak merespon sama sekali. Namun Andi tak menyerah, segala upaya terus ia lakukan. Dari yang selalu menggoda Yuni saat bermain bersama hingga mengatakan “I love you” pada Yuni secara langsung. Semua itu ia lakukan tanpa rasa malu sedikitpun.
Surat yang dinanti pun tiba. Saat itu seorang teman mendatangi Andi dan memberikan sebuah surat yang tak lain dari Yuni. Andi yang kala itu belum tahu rasanya patah hati melompat kegirangan sambil mencium-ciumi surat yang telah ia pegang. Ia pun masuk ke kamarnya dan mulai membaca isi surat tersebut. Bukannya membuat Andi makin girang malah membuat keceriaan hilang seketika dari wajah Andi kala itu. Ternyata Andi harus menahan rasa kecewa karena cintanya di tolak oleh Yuni. Andi sedih tak karuan. Raut wajahnya mengisyaratkan kekecewaan. Tapi ia teringat oleh nasihat sang Ibu jika cinta yang ia rasakan saat ini hanyalah cinta monyet. Cinta yang tak sejati dan hanya bersifat sementara.
Benar saja, dengan mudah Andi melupakan kekecewaan dan rasa sakit hatinya itu hingga Andi sudah duduk di kelas 1 SMP. Roda terus berputar begitupun kehidupan. Seolah Tuhan memberikan isyarat akan kuasanya. Yuni yang dulu sempat menolak cinta Andi kini malah mengejar-ngejar Andi. Yuni pun menyatakan cintanya langsung ke Andi. Bukannya Menerima, Andi malah menolak cinta Yuni. Bukan karena dendam melainkan Andi sudah menemukan tambatan hati yang baru. Mereka pun tak pernah saling sapa lagi kala itu hingga Andi sudah duduk di kelas 1 SMA.
“Andi.. Andi..” Terdengar suara yang memanggil nama Andi dari bawah. “Iya. Aku di kamar!” Teriak andi sambil melipat rapih surat yang ia baca tadi. “Kamu lagi beres-beres kamar?” Ucap Yuni yang saat itu sudah berada di depan kamar Andi. “Iya. Eh sini deh! Aku mau ngasih liat kamu sesuatu.” Ucap andi sambil memperlihatkan kertas yang ia baca tadi. “Apa ini?” tanya Yuni. “Baca aja dulu.” Perintah Andi dengan sedikit memaksa. Yuni pun mulai membacanya. Wajah Yuni seketika berubah merah di temani oleh sebuah senyuman yang terlihat jelas di wajahnya. Tawapun seketika pecah dari Yuni. Andi pun ikut tertawa seolah tak mau ketinggalan merasakan kebahagiaan saat itu. Kebahagiaan tumpah menjadi satu di kamar Andi. Nostalgia akan memori di masa lalu ikut menghadirkan keceriaan bagi mereka berdua. Sepucuk surat dari masa lalu yang mampu membangun kembali sebuah ingatan akan masa lalu bagi Andi dan Yuni. Dua insan Tuhan yang kini telah dipersatukan dalam sebuah ikatan yang abadi. Siapa sangka seseorang yang dulu hanyalah sebagai penghias dari cinta monyetnya kini telah menjadi pelengkap sebagai cinta sejatinya. Sungguh hanya kuasa Tuhanlah yang mampu membuat semua ini terjadi. Karena jodoh adalah salah satu misteri ilahi dan rahasia langit yang tak pernah kita ketahui sebelum kita benar-benar dipersatukan dalam satu ikatan suci dengannya. Yaitu sebuah pernikahan.
Sekian.
Cerpen Karangan: Rahardian Shandy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar